Langkah baru

Setelah kejadian itu Miranda mulai merasa canggung saat bertemu dengan Hendra, sementara sang bos terlihat cuek seperti tak pernah terjadi apa-apa, memang tidak terjadi apa-apa di antara mereka selain tidur seranjang.

Hendra juga tak berniat untuk merusak Miranda, dia merasa nyaman bersama gadis itu karena wajahnya sangat mirip dengan wajah istrinya saat masih muda.

Meskipun sebenarnya Hendra dulu juga suka bermain perempuan tapi untuk Miranda dia merasakan sesuatu yang lain, rasa ingin menjaga dan melindungi, seolah apa yang dulu tidak ia lakukan pada Maya saat ini ingin ia lakukan pada Miranda.

"Mir..., kamu nggak lanjut kuliah?" Pertanyaan Hendra memecah keheningan diantara mereka.

"Hmm... kuliah, dulu ada niat sih Pak, tapi takut gak terkejar waktunya dan apa saya mampu bayar kuliah nanti."

"Kamu bisa ambil kuliah malam, ya bagaimanapun gelar itu penting buat ningkatin kariermu nanti."

"Saya pikir-pikir dulu, Pak," jawab Miranda pelan.

"Nggak usah mikir, ini saatnya penerimaan mahasiswa baru, kamu daftar di kampus ini kebetulan itu punya temenku." Hendra menyodorkan lembar fliyer brosur sebuah universitas di kota ini.

Gadis itu membaca dengan seksama, rupanya ini kampus yang sama dengan tempat Ricki kuliah, ia lalu mengambil ponsel dan mengirim pesan pada pemuda itu menanyakan soal pendaftaran di kampusnya.

Ponsel Miranda langsung berdering, Ricki langsung antusias mendengar Miranda bertanya tentang kampusnya.

"Kamu mau kuliah juga?" tanya Ricki dari seberang.

"Sepertinya begitu, Mas," jawab Miranda ragu.

"Ya udah, pulang kerja aku antar kamu ke sana, biar kamu bisa lihat-lihat."

"Mmm... gimana ya," gadis itu melihat ke arah bosnya.

Hendra langsung memberi kode agar dia pergi, gadis itu pun mengiyakan setelah mendapat persetujuan dari sang bos.

Ricki menjemput Miranda saat pulang kerja, mereka langsung berangkat ke kampus menggunakan angkutan umum.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di depan kampus, jantung Miranda berdebar dia masih tidak yakin apa dirinya akan melanjutkan pendidikannya.

Ricki menggandeng tangan Miranda masuk ke dalam kampus menuju lobi di sana ada sebuah komputer yang disediakan untuk digunakan para mahasiswa.

"Yuk, aku daftarin, sebenarnya kamu gak perlu datang ke sini juga gak apa-apa semua bisa dilakukan online, aku bawa kamu biar nanti kamu gak canggung." Ricki mulai membuka situs universitas dan melakukan register.

Miranda mengamati sekeliling, dia pasrah saja semua dilakukan oleh Ricki, di kampus ini menyediakan program reguler kelas malam yang khusus untuk para pekerja, jadi bisa kuliah sambil bekerja.

Setelah selesai melakukan register, Ricki mengajak Miranda berkeliling sambil menyapa beberapa temannya.

"Mir, cek diemail ya semua pemberitahuan dikirim ke email termasuk pembayaran nanti kamu cek diemail," terang Ricki.

"Hari ini Mas nggak kuliah?"

"Kuliah, bentar lagi," jawab Ricki.

"Kalau begitu aku pulang dulu ya, Mas lanjut kuliah makasih udah bantuin aku," ucap Miranda.

"Berani kan?"

"Ih... apaan sih, udah tahu jalan kok aku, gak bakalan tersesat juga." Miranda tersenyum kemudian berjalan meninggalkan Ricki.

Gadis itu pulang ke kos sendirian menggunakan angkutan umum, sepanjang jalan ia masih tak percaya kalau dia akan kuliah.

Ingatannya melayang teringat pada ibunya, salah satu yang membuatnya ingin menjadi orang hebat adalah makian yang ia dapat dari ibunya.

"Bu... aku akan kuliah, kelak kutunjukkan pada Ibu kalau aku bukan manusia tak berguna," ucapnya dalam hati.

Bulir bening jatuh disudut mata, cepat-cepat ia menghapus air mata agar tak dilihat orang lain, dia tak mau menjadi cengeng, sudah sejauh ini dia melangkah, suatu hari saat pulang ia tak ingin dipandang sebelah mata lagi terutama ibunya.

Setibanya di kos, usai mandi Miranda membuka laptopnya memeriksa email yang masuk, benar kata Ricki ada email dari kampus apa-apa saja yang harus dilakukan untuk melengkapi pendaftarannya.

Dia pun mengambil ponsel dan melalukan pembayaran melalui mobile banking, tak lupa ia memeriksa saldo rekeningnya, rupanya juragan Agus masih mengiriminya uang meskipun mereka sudah lama tak berkomunikasi.

Usai melakukan pembayaran, ia mengirim pesan pada juragan Agus, mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama ini, dan meminta agar tak mengirimi uang lagi karena dia sudah bekerja.

Beberapa saat ia meletakkan ponsel, tiba-tiba ponsel itu berdering sebuah panggilan dari juragan Agus, dengan cepat Miranda menerima panggilan itu.

"Apa kabar, Mir?" suara berat dan tenang terdengar dari seberang.

"Ah... juragan, maaf saya lama nggak ngabarin." Suara Miranda gugup.

"Kamu kenapa panggil aku Juragan, gantilah dengan panggilan lain."

"Mmm... anu Mas maaf lupa," sahutnya ragu.

"Aku senang kamu kuliah dan bekerja, setidaknya kepergianmu tidak sia-sia, dan kamu masih di tempat itu berarti kamu menghargaiku."

"Mau pindah ke mana, di sini sudah nyaman, lagian Mas juga udah bayarin kosku, masa iya aku pindah gitu aja." Miranda mulai mencair.

"Ya bisa saja kamu ganti nomor terus pindah supaya aku gak bisa mencarimu."

"Nggaklah, Mas salah satu orang yang berjasa dalam hidupku, aku tak mungkin melupakan semua kebaikanmu, bagaimana kabar istrimu?"

Juragan Agus terdiam sesaat, ia menata hati terlebih dahulu sebelum memberitahu akan kepergian istrinya, mendengar itu Miranda ikut sedih dan merasa tak enak hati.

"Sebenarnya aku dua kali pergi ke Bandung, Mir."

"Ah... yang bener, kok Mas gak kabarin aku?"

"Waktu itu aku sibuk, dan hanya melihatmu sebentar meski kamu nggak tahu, kamu sudah punya pacar ya?" todong juragan Agus.

"Pacar, belum cuma temen biasa aja," jawab Miranda.

"Ya, nggak apa-apa kalau kamu pacaran toh memang kamu bebas."

"Bukan begitu, aku masih belum mau terikat dengan seseorang," terang Miranda.

"Kalau aku ke Bandung, apa kamu mau ketemu denganku Mir?" tanya juragan Agus.

"Ya mau lah, saya seneng malahan kalau ketemu sama Mas Agus."

"Baiklah, nanti aku hubungi kamu ya, sekarang kamu istirahat jangan lupa makan." Juragan Agus mengakhiri panggilannya.

Ada rasa senang di hati Miranda setelah sekian lama tidak komunikasi dengan juragan Agus, dulu dia membenci pria itu namun setelah apa yang dilakukan padanya ia merasa berhutang budi pada pria ini.

Ditambah lagi pria ini tetap mensuportnya dengan uang tiap bulan, nasibnya benar-benar berubah kini ia tak lagi menderita seperti saat bersama ibunya di kampung.

Namun rasa rindu ingin pulang kadang menghantuinya, dia hanya tinggal memiliki sang ibu meski jahat, satu-satunya keluarga yang ia miliki, sampai hari ini Miranda masih berharap ibunya berubah dan menyayangi dirinya.

Entah kapan hati sang ibu berubah dan memperlakukan ia selayaknya seorang anak, mata Miranda terpejam bersama dengan hayalan dan impian yang ia harapkan.

***

Terpopuler

Comments

Rosita Aisyah

Rosita Aisyah

Ap jgn" maya ibux yh

2024-08-06

0

Rosita Aisyah

Rosita Aisyah

Ap jgn" hendra bpakx y

2024-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!