Ponsel Miranda berdering saat ia mengemas meja kerja sebelum pulang, nama juragan Agus terpampang di layar ponsel.
"Halo Mas," ucapnya pelan karena ada Hendra di ruangan itu.
"Mir... kamu ada di mana?"
"Masih di kantor, sebentar lagi pulang." Miranda melirik Hendra yang sepertinya ikut mendengar perbincangannya.
"Kirim alamat ya, aku mau jemput."
"Hah... apa, jemput?" Miranda terkejut, Hendra langsung menoleh.
"Iya, Mas di Bandung, aku mau ketemu sama kamu."
"Lah kok?" Miranda masih tak percaya juragan Agus benar-benar ada di kota ini.
"Kamu gak mau ketemu, ok lah besok aku udah pulang." Juragan Agus menutup telepon.
Miranda langsung mengirimkan alamat kantornya melalui pesan, kemudian tak berapa lama mendapat jawaban dari juragan Agus agar ia menunggu.
"Siapa?" Hendra ikut kepo.
"Ini mmm... saudara saya ada di Bandung," jawab Miranda grogi.
"Pacar?" mata Hendra mengernyit curiga.
"Bukan, saudara." Miranda meyakinkan sang bos.
Tiba-tiba dada gadis itu berdesir hangat, ia merasa salah tingkah setelah sekian lama tidak bertemu, tak menyangka secepat ini juragan Agus benar-benar menemuinya.
Ponsel Miranda kembali bergetar sebuah pesan dari juragan Agus mengabarkan kalau dia sudah tiba di depan kantor.
"Pak, saya pulang dulu ya," pamit Miranda, Hendra mengangguk pelan memandang sampai gadis itu menghilang di balik pintu.
Miranda berjalan dengan gugup menuruni anak tangga, benar saja di depan kantor ada sebuah mobil yang menunggu dengan mesin menyala, saat Miranda mendekat pintu terbuka, seorang pria tersenyum hangat mempersilahkan masuk.
Miranda menyalami dan mencium tangan juragan Agus saat ia sudah duduk di mobil, mobil itu perlahan melaju membelah jalanan.
Perubahan penampilan Miranda yang sekarang terlihat dewasa dan semakin cantik, membuat juragan Agus berdecak kagum, dia bukan lagi gadis desa yang dulu ia antar pergi.
Mobil terus melaju masuk ke sebuah hotel, juragan Agus mengajak Miranda turun dan masuk ke hotel, meski canggung gadis itu berjalan mengikuti kemana pria itu membawanya.
Pintu kamar terbuka dan mereka pun masuk, juragan Agus duduk di sofa sambil membuka dua kaleng minuman soda lalu memberikan pada Miranda.
"Sudah berapa lama di Bandung?" tanya Miranda sambil meminum soda dingin di tangannya.
"Tiga malam, besok pagi aku pulang, karena kamu nelpon jadi aku pingin ketemu sama kamu." Pria itu bangkit membuka lemari mengambil dua tas lalu meletakkan di atas meja.
"Aku tadi belanja, cobalah semoga kamu suka."
Miranda memeriksa isi tas itu, ada dua gaun dan parfum, gadis itu tersenyum dan mengucap terima kasih.
"Kamu mau makan biar aku pesanin makan, oh ya kalau mau mandi, mandi aja dulu biar seger sambil nunggu makanan datang, kamu bisa pakai baju itu buat ganti."
Ada benarnya juga ucapan pria itu, Miranda mengambil satu gaun dan membawanya ke kamar mandi untuk ganti, sementara juragan Agus memesan makan.
Ini bukan kali pertama mereka satu hotel, Miranda tahu pria ini tak akan melakukan hal yang aneh-aneh, lagian dia juga banyak berhutang budi pada pria ini kalaupun terjadi sesuatu dia tak akan melawan.
Makanan datang bersamaan dengan Miranda keluar usai mandi, wangi aroma sabun membuat juragan Agus tergugah hasratnya.
"Pakailah parfum yang kubelikan." juragan Agus mendekat sambil menyemprotkan parfum ke lengan dan leher Miranda.
Tubuh mereka berdekatan, dan aroma parfum yang menguar seolah membangkitkan hasrat yang sudah lama terpendam, juragan Agus memegang dagu gadis itu menatap wajah ayu tanpa make up.
"Apa aku boleh menciummu?" kali ini juragan Agus meminta ijin, gadis itu diam mengerjapkan mata.
Ia mendekatkan bibir dan Miranda tak menghindar saat keduanya bertemu, jantungnya berdebar saat bibir lembut itu memenuhi mulutnya, ia memejamkan mata menikmati sensasi yang membuat syaraf di tubuhnya bergetar.
Ia memberanikan diri membalas ciuman, keduanya terjatuh ke ranjang, dan semakin memanas, ini ciuman kedua yang ia rasakan dari pria ini.
"Aku merindukanmu, Sayang," bisik juragan Agus sambil menelusuri leher dan terus menuruni tubuh gadis itu.
Erangan kecil terdengar saat juragan Agus mencapai daerah terlarang, ia bangun melarang pria itu berbuat terlalu jauh, pria itu memberi kode kalau dia tak akan melakukan hal yang merugikan.
Tangan gadis itu mencengkeram erat bibir ranjang, menahan luapan hasrat yang belum pernah ia rasakan, dan beberapa kali menjerit pelan sambil menutup mulutnya sendiri.
Melihat sang gadis lemas, pria itu mengakhiri cumbuannya lalu memeluk Miranda dengan erat, sebenarnya hasratnya sudah tak terbendung namun dia tak mau melakukan hal itu.
"Maafkan aku," bisiknya pelan.
Miranda membalas memeluk erat dia ingin melakukan hal yang lebih dari ini, kesadarannya sudah hilang dan pasrah apa pun yang terjadi setelah ini.
Juragan Agus melepaskan pelukan berjalan ke meja menyiapkan makanan yang ia pesan, seolah tak terjadi apa-apa, sementara Miranda mulai mengembalikan kesadarannya.
"Ayo makan Sayang,"
Miranda merapikan gaunnya berjalan mendekat dengan wajah bersemu merah, keduanya makan tanpa bicara, sama-sama saling menahan gelora yang membakar di dada.
Usai makan juragan Agus duduk di samping Miranda, membelai rambutnya dengan lembut.
"Aku ingin menikahimu dan membawamu pulang, tapi aku tak mau merusak impianmu."
"Aku belum bisa pulang saat ini," jawab Miranda lirih.
"Iya, aku tahu, aku juga tidak berharap lebih."
"Tapi aku rela melakukannya sekarang." Gadis itu berdiri melepaskan gaunnya sendiri.
"Mir, apa yang kamu lakukan."
"Aku persembahkan untukmu milikku."
"Tidak, masa depanmu masih panjang," tolak juragan Agus meski di dasar hatinya dia juga menginginkan hal itu.
Miranda sudah dikuasai hasratnya dan memulai lebih dulu, keduanya kembali bergumul hingga berlanjut ke situasi tak terkendali.
Malam terus berlalu dengan pergulatan yang tak kunjung usai, keduanya terlelap kelelahan saat adzan subuh mulai berkumandang.
Alarm di ponsel Miranda membangunkan mereka, kecupan hangat mendarat di kening, dengan mesra juragan Agus membopong Miranda ke kamar mandi, menyalakan shower dengan hangat yang pas.
Keduanya menikmati guyuran air hangat sambil meraba satu sama lain, dan kembali mengulang hasrat yang sepertinya tak kunjung padam.
"Aku akan datang tiga bulan lagi," bisik juragan Agus sambil menyisir rambut Miranda, wanita muda itu mengangguk senang.
"Aku pulang dulu ya, Mas, kabarin kalau mau pulang." Miranda memeluk pria itu dengan hangat sebelum pergi.
"Hati-hati di jalan, Sayang, jaga dirimu."
Juragan Agus mengantar sampai ke lift kemudian kembali ke kamar mengemas barang-barangnya untuk persiapan pulang, bibirnya terus tersenyum mengingat malam indah yang telah ia lalui.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments