"Silahkan duduk dulu, Pak Hendra sebentar lagi datang," ucap pria yang mengantar Miranda ke ruangan Hendra.
Gadis itu duduk, matanya menyisir ruangan sesekali ia melihat jam di dinding berharap semua ini segera berakhir.
Beberapa saat menunggu terdengar langkah kaki masuk ke ruangan, Miranda menoleh dan langsung berdiri melihat Hendra tersenyum sambil melangkah masuk ke ruangannya.
"Kamu menepati janjimu." Hendra duduk di kursi sambil mempersilahkan Miranda duduk.
"Ini baju Bapak, saya sudah melaksanakan hukuman dari Anda, sekarang saya pamit." Miranda meletakkan kantung berisi baju milik Hendra.
"Siapa bilang hukumannya cuma nyuci baju!" suara Hendra tegas.
Raut muka Miranda seketika berubah murung, dia merasa dipermainkan oleh Hendra, apa yang diminta sudah dilakukan tapi ada saja yang diminta oleh pria ini.
"Maaf Pak, bukankah yang berbuat kesalahan teman saya, di sini saya hanya membantu lo, kenapa sekarang saya menjadi tersangka utama!" balas Miranda ketus.
"Terus ngapain kamu mengajukan diri membantu temanmu, aku tahunya kamu yang bertanggung jawab bukan temanmu, aku akan ajukan komplin ke bosmu sekarang!" Hendra tak kalah sengit.
Miranda meremas pegangan kursi mencoba menahan diri untuk tidak berbuat ceroboh, kalau sampai pria ini mengajukan komplin dia pasti dipecat dan tidak punya pekerjaan.
"Terus mau Bapak apa?" suara Miranda bergetar menahan tangis.
"Kamu lihat meja itu!" Hendra menunjuk meja kerja yang ada di sudut kantornya.
Gadis itu memandang ke arah yang di tunjuk oleh Hendra, sebuah meja kerja kosong lengkap dengan komputer, ia pun mendekati meja itu mencari sesuatu yang mungkin diperlukan oleh pria aneh ini.
"Ya, sekarang kamu duduk di kursi itu!" perintah Hendra sambil berkacak pinggang.
Dengan perasaan gugup Miranda duduk di kursi, memandang bingung pada Hendra yang masih berdiri di tempatnya.
"Bagus, mulai hari ini dan seterusnya kamu bekerja di sini!" ucap Hendra sambil memegang dagunya sendiri.
"Loh ... kok jadi gini?" Miranda semakin bingung.
"Kamu kerja setiap senin sampai jum'at dari jam tujuh pagi sampai jam lima sore, hari sabtu setengah hari minggu libur, besok kamu bawa berkas lamaran letakkan di mejaku!"
"Tapi Pak, saya kerja apa di sini, saya kan sudah bekerja."
"Buat surat pengunduran diri sekarang, lalu antarkan ke tempat kerjamu, lalu kamu kembali lagi ke sini, tidak jauh kan dari sini?"
Miranda ternganga, dia masih tidak mengerti semua yang terjadi, tiba-tiba Hendra sudah di depan mejanya sambil menepuk tangan membuat gadis itu tersadar.
"Tapi Pak, apa alasan saya keluar dari tempat kerja?" Otak Miranda seolah beku.
"Apa perlu aku yang buatkan surat pengunduran diri, kamu takut aku gak memberimu gaji yang layak?"
Gadis itu terdiam, kemudian meraih ponselnya dan menghubungi Ricki, hanya pemuda itu yang bisa membantunya saat ini.
"Hai Mir, ada apa?" sapa Ricki.
"Mas ..., aku mau berhenti kerja boleh nggak?" suara Miranda pelan.
"Kamu kenapa, capek ya kerja di sana?"
"Aku dapat kerjaan baru." Miranda menahan napas takut Ricki marah padanya.
"Oh gitu, ya nggak apa sih kalau kamu dapat kerjaan yang lebih bagus, entar aku buatin surat pengunduran diri deh, aku yang bawa ke sana, tapi inget ya traktir aku kalau sudah gajian." Ricki tertawa.
"Jadi nggak apa-apa kalau aku keluar Mas?" Miranda merasa lega.
"Nggak, kan emang kamu gak kontrak jadi sah-sah aja mau berhenti setiap saat, aku juga kalau nemu kerjaan yang lebih bagus juga pilih brenti, hanya saja cuma di situ bisa kerja sambil kuliah jadi aku bertahan aja di situ."
"Terima kasih ya Mas, kamu sudah membantuku selama ini."
"Apa sih yang nggak buat kamu, ok aku mau mandi dulu ntar ada waktu kita ketemuan ya?"
"Baik Mas, sekali lagi terima kasih." Miranda menutup teleponnya.
Hendra masih menunggu reaksi Miranda, setelah menutup telepon, gadis itu menatapnya dan tatapan itu mengingatkannya pada seseorang di masa mudanya.
"Saya mau bekerja di sini, tapi ada syaratnya," ucap Miranda dengan suara tertahan.
"Apa itu?" sahut Hendra.
"Kalau nanti Mas Ricki lulus kuliah Anda menerimanya bekerja di sini!"
"Siapa dia, pacarmu, abangmu?" Hendra mengernyitkan dahi.
"Dia yang menolong saya saat datang ke kota ini, yang mencarikan pekerjaan untuk saya, dia sudah saya anggap keluarga."
"Deal!" sahut Hendra tanpa pikir panjang, urusan Ricki bisa dipikir belakangan yang penting gadis ini bekerja di sini.
Miranda melongo heran mendengar Hendra menyetujui permintaannya, ada rasa senang karena suatu hari nanti Ricki juga akan bekerja di sini bersamanya.
"Pagi!" sapa seorang pria di pintu.
Hendra menyambut pria itu dengan senyum ramah, dan mempersilahkan tamunya duduk, sikapnya seketika berubah.
"Apa kabar, Bro?" sapa Hendra menjabat tangan tamunya.
"Baik, aku mau rapat satu jam lagi, sengaja singgah di sini, wel ... asistenmu ganti lagi?" pria itu melirik Miranda.
"Yang lama berulah jadi kuberhentikan, Miranda ini Pak Lucky, and Lucky ini Miranda." Hendra memperkenalkan Miranda dengan tamunya, gadis itu mengangguk hormat dibalas senyuman genit.
Melihat gelagat Lucky yang tertarik pada Miranda, Hendra mencoba mengalihkan perhatian tamunya itu dengan berbincang masalah bisnis.
Hendra sudah lama mengenal Lucky pria ini bukan tipe pria setia, hampir setiap minggu bergonta ganti teman kencan, meskipun telah memiliki istri, tak jauh beda dengan dirinya yang juga beberapa kali memiliki kekasih gelap.
Terakhir dia menjalin hubungan dengan asistennya dan berakhir pemutusan hubungan kerja karena ternyata sang asisten juga menduakan dirinya.
"Ok Hend aku rapat dulu, setelah rapat mungkin kita bisa pergi bersenang-senang, jangan lupa bawa asistenmu," pamit Lucky setengah berbisk.
"Hari ini aku sibuk banget Luck, sorry ya," tolak Hendra sambil mengantar Lucky keluar dari ruangannya.
Setelah pria itu pergi, Hendra mendekati Miranda dan menerangkan pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan olehnya, dengan seksama gadis itu mendengar dan mencatat perintah bos barunya sampai selesai.
Meski awalnya terasa aneh, namun sikap Hendra tiba-tiba berubah membuat Miranda tak lagi takut menerima pekerjaan ini.
Bagaimana kelanjutan hidup Miranda setelah bekerja di kantor Hendra, jangan lupa ikuti part selanjutnya, see ya ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments