Penampilan Miranda semakin hari semakin seksi, dia terlihat semakin matang membuat mata pria tak bisa berpaling saat menatapnya, demikian juga Hendra diam-diam juga mengagumi kecantikan asistennya yang semakin membuat gerah berada satu ruangan.
Namun Hendra masih menahan diri karena Miranda beda, ada sesuatu yang membuatnya tak berani mengganggu asistennya yang ini.
Tiga minggu telah berlalu setelah kejadian malam itu bersama Ricki, meskipun sudah mulai kuliah Miranda selalu menghindar bertemu dengannya.
Setiap kali Ricki menelpon, selalu ada alasan untuk menghindar, pemuda itu bingung dan selalu memikirkan ada apa dengan Miranda.
Malam ini sepulang kuliah dia sengaja datang menunggu di kos Miranda, setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang pemilik kamar datang juga.
Melihat Ricki duduk di depan kamar, Miranda tak bisa menghindar lagi, terpaksa dia menghadapi pemuda itu.
"Kok Mas nggak bilang mau datang?"
Miranda membuka pintu, melangkah masuk diikuti Ricki yang langsung memberondong dengan berbagai pertanyaan yang selama ini ia tahan.
"Aku salah apa, Mir? kenapa kamu menghindariku, apa karena malam itu aku telah..."
"Nggak ada apa-apa aku cuma malu aja ketemu kamu setelah malam itu!"
Miranda menepis tangan Ricki yang menahan dirinya, namun pemuda itu malah memeluk erat, napas mereka saling beradu membuat suasana berubah tegang.
"Aku gak mau kamu cuekin, aku gak mau kamu benci, kalau aku salah aku minta maaf!"
Mata Ricki memerah, Miranda memegang wajah pemuda itu dengan kedua tangan, dia menggeleng dan tersenyum.
"Aku nggak marah sama kamu Mas, cuma malu aja karena kamu udah lihat semuanya."
"Bener... kamu gak marah sama aku?"
Miranda menggeleng pelan, Ricki merasa lega dan spontan mengecup bibir wanita dalam pelukannya, tak ada penolakan Miranda malah menikmati membalas dengan hangat.
Sesaat keduanya hanyut dalam kehangatan, dan berlanjut di atas ranjang meski tak sampai melakukan hubungan badan.
"Kamu udah makan belum?" tanya Ricki setelah puas menikmati setiap inchi tubuh Miranda.
"Aku nggak makan malam, nanti gendut."
"Kalau begitu aku pulang dulu ya."
Ricki mengecup kening Miranda kemudian bangkit dari ranjang, setelah merapikan baju dan rambut ia meninggalkan kamar dengan senyum bahagia.
Miranda juga merasa senang dan hampir terlelap saat ponselnya, berdering, dengan cepat ia menjawab panggilan yang ternyata dari Hendra.
"Halo selamat malam, Pak."
"Kamu udah pulang kuliah?"
"Sudah Pak, ada apa ya?"
"Aku ada acara, kamu sekarang siap-siap aku jemput, tolong temani aku ya."
Seperti biasa Hendra suka mendadak ada acara dan meminta Miranda menemani, dengan cepat wanita itu bangun dan berlari ke kamar mandi.
Dia memilih memakai pakaian formal, rok selutut dipadu blazer serta memakai sepatu berhak rendah, make up tipis dengan rambut dikucir rapi, selesai menyemprot parfum ia mengambil tas kecil memasukkan dompet serta ponsel.
Setelah mengunci pintu kamar, ia berjalan ke depan menunggu jemputan, tak berapa lama sebuah mobil lexus berwarna hitam berhenti tepat di depannya.
Miranda masuk dan menyapa Hendra, kemudian mobil itu kembali melaju menuju keramaian kota, seperti biasa Hendra hanya bicara seperlunya saja.
"Nanti kita bertemu dengan istriku, kamu tidak apa-apa kan?"
"Memangnya kenapa, Pak?" Miranda malah bingung dengan pertanyaan sang bos.
"Ya nggak apa-apa, aku cuma beri tahu kamu aja."
Setelah memarkir mobil, mereka keluar dan berjalan masuk ke hotel, Miranda sengaja di belakang menjaga jarak.
Ternyata sedang ada acara fashion show dari perancang terkenal, terlihat dari banner yang ada di beberapa lokasi.
Kemanapun pria itu melangkah, Miranda terus mengekori hingga keduanya berhenti di sebuah meja, beberapa orang yang ada di tempat itu berdiri dan menyalami Hendra.
Setelah bersalaman, Hendra memberi kode pada Miranda agar duduk, mereka semua kembali duduk.
Di atas panggung pemandu acara memanggil sang designer untuk tampil, membuat semua mata tertuju pada sang bintang pesta.
"Berikan tepuk tangan untuk designer kita Maya Agnesia!" seru pemandu acara.
Seorang wanita cantik berpakaian batik dengan design elegan berjalan anggun melempar senyum menyapa audiens, termasuk Miranda yang mengagumi kecantikan sang designer.
Namun berbeda dengan Hendra yang sibuk memeriksa ponselnya seolah yang menjadi pusat perhatian saat ini bukanlah istrinya.
Riuh tepuk tangan saat Maya selesai mengucapkan sambutan, mata wanita itu menangkap sosok suaminya dari atas panggung dan langsung mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih atas kehadiran suamiku bapak Hendra Wijaya yang di sela kesibukannya menyempatkan hadir di acara ini, i love you tanpamu aku tidak bisa seperti ini."
Mendengar suaranya di sebut Hendra mendongak, dan melempar senyum terpaksa sambil bertepuk tangan beberapa saat, kemudian kembali memeriksa ponselnya.
Miranda baru tahu kalau istri bosnya seorang designer dan sangat cantik, perasaannya begitu tenang saat memandang wajah Maya meski belum pernah bertemu.
Acara selesai Hendra dan rekan bisnisnya bangkit dari tempat duduk dan mereka lanjut ke restorant untuk membahas bisnis, Miranda juga ikut bersama mereka.
Selesai berbincang Hendra pun pamit pulang, saat berjalan keluar rupanya Maya sedang menunggu mobil, Hendra berjalan diikuti Miranda.
"Kamu pulang?" tanya Hendra kaku saat berada di samping Maya.
Maya menoleh dan memperhatikan Hendra bersama seorang wanita muda, dia tersenyum sinis dan acuh sangat berbeda dengan sikapnya di atas panggung.
"Dasat pedofil, seleramu anak kecil!"
Hendra yang kesal mendengar ucapan Maya langsung menarik tangan Miranda menggandeng mesra menuju parkiran, tentu saja Miranda bingung dengan sikap bosnya.
Maya memperhatikan sampai Hendra membukakan pintu untuk Miranda, kemudian melengos ke arah lain bersamaan dengan kedatangan mobilnya, dia masuk dan tak menghiraukan Hendra lagi.
"Kok ... Bapak kayak gitu sih?" Miranda penasaran.
"Hah ... susah dijelaskan Mir, yuk kita pulang belum saatnya kamu tahu!"
Hendra melajukan mobil menuju tempat kos Miranda, setibanya di depan kos sebelum Miranda turun ia memandang wanita itu lekat.
"Terima kasih selalu menemaniku," ucapnya lembut.
Miranda semakin bingung dengan sikap bosnya yang berubah-ubah, kali ini dia begitu lembut seperti seorang kekasih kadang kaku seperti penjahat.
"Kan ini tugas saya, Pak."
"Maaf aku melibatkanmu dalam peperangan rumah tanggaku."
"Saya harap Bapak dan Ibu segera baikan, kalian pasangan serasi, saya suka melihat kalian berdua rukun."
"Ah ... mimpi, kami tidak pernah baik dari awal menikah, sudahlah sampai ketemu besok ya!"
Miranda mengangguk kemudian turun, setelah melambaikan tangan ia bergegas masuk ke kamar untuk beristirahat tak lupa membersihkan make up terlebih dulu sebelum tidur.
Sambil berbaring dia masih mengagumi wajah Maya yang membuatnya terpesona, ia heran kenapa bosnya malah bermusuhan dengan istri secantik itu, mata Miranda semakin berat dan ia pun terlelap.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments