"Kamu habis begadang, Mir?" tegur Hendra saat masuk kantor melihat wajah Miranda pucat.
"Mmm... iya Pak, tadi malam nyiapin perlengkapan buat kuliah sampai kemalaman," jawab Miranda sekenanya dengan alasan yang terlintas di kepala.
"Kapan mulai masuk kuliah?"
"Senin depan, Pak."
"Ok, kamu bisa atur waktu kan, kuliah sambil kerja?" Hendra memastikan asistennya sanggup dengan rutinitas barunya.
"Bisa kok, Pak, pulang kerja jam 5 sore, kuliah masuk jam 6.30 pulang jam 10.30," terang Miranda sambil memulai kesibukan rutinnya.
Beberapa saat setelah mengetik beberapa laporan, Miranda mendekati meja Hendra menyerahkan hasil pekerjaannya.
"Kamu ganti parfum?" selidik Hendra, sambil memeriksa berkas di meja.
Aroma parfum yang Miranda kenakan membuat Hendra sadar kalau bukan aroma yang biasa dipakai.
"Mmm... iya, kok Bapak tahu?" Miranda tersipu.
"Hidungku masih normal, dan aku lebih suka yang kemarin, ini terlalu nakal."
"Nakal..., maksud Bapak?" Miranda bingung dengan komentar bosnya.
"Ya... itu aroma perempuan..., ah... sudahlah kamu besok pakai parfum yang biasa, yang ini kamu pakai buat tidur aja!" Nada suara Hendra menegaskan dia tidak menyukai aroma parfum itu.
Gadis itu mengangguk, dia juga tak ingin membahas lebih dalam tentang parfum dengan bosnya.
Suara pintu di ketuk lalu muncul sosok wanita yang juga karyawan di tempat itu, wanita itu meminta ijin masuk.
"Bos, ini kan udah jam istirahat, boleh dong kami pinjam Miranda, kebetulan ada yang ulang tahun jadi kami mau makan bareng," ucap wanita yang ternyata bernama Dina.
"Boleh, siapa yang ultah, Miranda doang yang kalian ajakin, aku nggak diundang ini?" Wajah Hendra cemberut.
"Bukan begitu Bos, kami gak enaklah masak karyawan ngajakin Bosnya," jawab Dina sambil terkekeh.
"Kenapa emang, kalau nggak ada kalian kantor ini nggak jalan juga kan?"
"Iya sih..., tapi ya nggak enak lah." Dina mencari alasan.
"Ok lah..., Mir ini kamu pegang nanti kamu bayarin ya, dan ucapin selamat ulang tahun dari Bapak." Hendra menyodorkan kartu bank pada Miranda.
Dina bersorak girang sambil mengucap terima kasih, lalu menarik tangan Miranda keluar dari ruangan Hendra.
"Eh... bos kamu tuh baik banget, kamu beruntung jadi asistennya Mir, oh... ya kamu tuh kalau maksi ngumpul deh sama kita jangan ngedekem di ruangan aja emang gak bosen?" cerocos Dina sambil berjalan keluar diikuti Miranda.
Dua wanita lain telah menunggu di parkiran, mereka pergi menggunakan mobil milik salah satu dari wanita itu, tahu mendapat traktiran dari Hendra ke tiga wanita itu begitu senang.
"Aku Lusi," ucap wanita yang membawa mobil memperkenalkan diri.
"Miranda," sahut Miranda memperkenalkan diri.
"Dan aku Rosi," ucap wanita satunya lagi, Miranda mengangguk sambil menyalami.
Dari percakapan mereka yang membahas soal anak dan suami, Miranda baru tahu kalau mereka bertiga telah memiliki suami.
Mereka pun tiba di sebuah restoran yang menyediakan ruang vip untuk karaoke, rupanya mereka telah membuat janji dengan orang lain, di ruang VIP telah ada dua pria yang menunggu kedatangan mereka.
Rosi dan Lusi terlihat mesra dengan kedua pria itu, mereka pun memperkenalkan Miranda pada kedua pria itu.
"Ini asistennya Hendra," ucap Dina.
"Weh... Hendra kalau nyari asisten daun muda terus ya!" Kedua pria itu terkekeh, kemudian menyalami Miranda.
"Gani!"
"Rafi!"
"Miranda." Miranda menyalami bergantian.
Makanan dan kue ulang tahun mulai dihidangkan, juga ada sebotol minuman keras sebagai pelengkap.
Rosi yang sedang berulang tahun begitu ceria, setelah potong kue dan makan, dia berdansa dengan Rafi, berpelukan rapat kadang saling berciuman, sementara Lusi menyanyi di samping Gani juga terlihat mesra.
"Itu suami mbak Rosi ya, Mbak Dina?" bisik Miranda penasaran.
"Bukan, biasalah kamu nanti juga paham sendiri," jawab Dina nyengir aneh.
Miranda tak lagi bertanya, dia mulai menyanyi dan mendapat sorakan gembira dari yang lain, mereka senang mendengar suara Miranda yang merdu.
Akhirnya Miranda yang menyanyi yang lainnya berdansa, aroma rokok dan minuman keras menguar.
Sesekali Miranda memeriksa jam tangannya, tak terasa sudah dua jam mereka berada di tempat ini, gadis itu mulai gelisah ingin kembali ke kantor.
"Mbak udah dua jam," Miranda mengingatkan Dina.
"Woi udah dua jam ini, kalian mau balik kantor nggak?" tanya Dina pada temannya yang mulai mabok.
"Kamu pulang dulu dah, kami belakangan nanggung, ini kunci mobil bawa aja." Lusi menyerahkan kunci mobilnya pada Dina.
Dina pun mengajak Miranda pergi, meninggalkan keempat temannya untuk kembali ke kantor.
"Oh... ponselku ketinggalan di dalam," ucap Dina saat berada di mobil dan memeriksa tasnya.
"Ya udah aku ambil aja Mbak, tadi taruh di mana?" Miranda menawarkan diri.
"Di meja dekat kita duduk tadi, thanks ya Mir."
Miranda kembali masuk ke dalam ruang VIP untuk mengambil ponsel Dina, namun saat masuk dia terkejut melihat dua pasangan itu tengah bercinta di ruangan, mereka terkejut melihat Miranda masuk, tapi tetap melanjutkan adegan panasnya.
"Maaf HP ketinggalan," ucap Miranda sambil cepat-cepat memungut Hp lalu segera keluar.
Wajah Miranda yang masih syok terlihat oleh Dina saat ia kembali ke mobil.
"Kamu kenapa Mir?"
"A-anu Mbak.. tadi pas masuk mereka lagi..."
"****** ya? ha ha emang dasar mereka tuh kalau nggak ****** sehari puyeng!" seloroh Dina sembari menghidupkan mesin mobil.
Miranda terdiam tak berani membahas lagi, meskipun dia juga pernah bercinta melihat dua pasang orang bercinta dengan bebas membuatnya sedikit resah.
Setibanya di kantor Miranda bergegas ke ruangan kantornya, dia takut dimarah Hendra karena pergi terlalu lama.
"Maaf saya lama, Pak." Miranda mengembalikan kartu bank Hendra.
"Makan di mana tadi?"
"Di... anu.. " Miranda menyebutkan nama tempat mereka berpesta.
"Bau rokok, sama siapa saja?"
Dengan polos Miranda menjawab siapa saja yang ia temui, Hendra terkekeh sambil menyimpan kartu bank ke dompet.
"Masih to mereka berhubungan?" gumam Hendra.
"Bukannya Mbak Lusi sama Mbak Rosi punya suami ya, Pak?" Miranda mulai kepo.
"Ya... mereka punya pasangan semua, ya begitulah." Hendra mengedipkan mata.
"Oh... begitu..." Miranda manggut-manggut mulai mengerti, diapun melanjutkan pekerjaannya.
Namun bayangan di VIP tadi membuat Miranda gelisah, hingga dia tak konsen bekerja, ia pun teringat pada kejadian tadi malam, miliknya kembali berdenyut, ia memejamkan mata sambil meremas kertas entah kenapa hasratnya kembali membuncah.
Ya dia baru merasakan nikmatnya bercinta dan itu ternyata seperti candu, pantas saja Rosi dan Lusi sering melakukan itu mungkin karena sensasi nikmatnya.
Hendra menanyakan sesuatu, namun karena Miranda sedang membayangkan bercinta dengan juragan Agus, dia tak mendengar pertanyaan sang bos.
"Mir... Mir..!" Hendra sudah di depan mejanya membuat Miranda tersentak.
"Mmm... ada apa Pak?" tanya Miranda gugup.
"Kamu sakit?" Hendra heran.
"Nggak Pak, cuma kepikiran jemuran," jawabnya asal.
Hendra mengulang pertanyaannya dan Miranda menjawab dengan pelan, pekerjaan Miranda telah selesai, dia mulai berkemas.
Suara pintu di ketuk dan ternyata Gani dan Rafi yang datang, mereka tersenyum pada Miranda yang tertunduk malu mengingat kejadian tadi.
"Mmm... pak Hendra, saya pamit dulu ya,"
"Lo... kok pulang?" sergah Gani.
"Ya... udah waktunya pulang kok, ok Mir hati-hati ya," ucap Hendra.
Miranda mengangguk lalu berpamitan pada Gani dan Rafi, dan cepat-cepat ia keluar dari ruangan wajahnya memerah menahan malu, sementara kedua pria itu bersikap santai seolah tak terjadi apa-apa.
Ketiganya berbincang dan sesekali tertawa, membicarakan soal wanita, bahkan Gani menyinggung soal kejadian tadi dengan Hendra.
"Hah... serius lo Gan?" Hendra kaget.
"Serius, lu nggak lihat muka asistenlu merah saat kami datang?" timpal Rafi.
"Gila kalian, dia masih gadis itu, ya gemetaranlah lihat kalian kuda-kudaan!" Hendra geleng kepala.
Ketiganya kembali terkekeh melanjutkan perbincangan sampai tiba masanya pulang, dan merekapun pulang masing-masing ke rumah.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments