Asih oh Asih

"Den, den Ardi kenapa!" Mbok Jum dengan tergopoh-gopoh mendekati Ardi yang duduk dilantai dengan mata melotot seperti habis melihat hantu.

Tubuhnya gemetar, keringatnya membasahi pakaian. "Den, den Ardi! Sadar den! Healah Iki bocah nopo kok malah mendelik ngono?"

(Ini anak kenapa kok malah melotot begitu?)

"Nyebut den, nyebut!" Mbok Jum menepuk nepuk pipi Ardi. 

Akhirnya usaha mbok Jum berhasil, Ardi menelan ludah kasar ia menatap wajah tua mbok Jum. "M-mbok Jum?"

"Iya, ini mbok Jum den! Den Ardi kenapa? Kok ketakutan begini, kemarin juga Aden begini? Ada apa den, cerita sama simbok!"

Mbok Jum mengulurkan tangan, membantu Ardi untuk segera berdiri.

Ardi tidak menjawab, ia lemas ketika mbok Jum membimbingnya ke sofa. Kedua tangan ditangkupkan ke wajahnya, ia sangat ketakutan. Peringati bengis yang ia tunjukkan saat membunuh Rudi hilang dalam sekejap.

"Diminum dulu den airnya!" Mbok Jum memberikan segelas air putih.

Ardi menyambar gelas ditangan mbok Jum dan meminumnya habis. Mbok Jum hanya bisa menggelengkan kepala.

"Mbok, mbok liat nenek-nenek disini tadi?" Ardi bertanya setelah menelan habis sisa air dimulutnya.

"Nenek-nenek?" Mbok Jum celingukan menatap tiap sudut ruangan. "Yang ada disini cuma saya sama Aden kan? Nggak ada nenek lain selain saya!"

Ardi dengan sedikit ragu mengedarkan pandangannya. Bayangan mbok Ratem menghantui Ardi. Wanita tua dengan bibir khas bekas menginang itu tidak ada sejauh matanya memandang.

"Mbok Ratem, mbok?!" Ardi ragu bertanya tapi ia.kembali melanjutkan. "Ta-tadi ada mbok Ratem disini mbok! Di-dia ngusir saya!"

Mbok Jum terhenyak, ia tahu dengan pasti siapa mbok Ratem. Wanita tua yang memiliki kelebihan, saingan majikannya.

"Mbok Ratem?"

"I-iya mbok! Saya … saya takut mbok!" Ardi menggigiti jarinya, ia menggigit bibir bawah, matanya jelalatan kesana kemari takut kalau mbok Ratem kembali muncul.

"Den, boleh simbok bicara? Sebaiknya Aden jangan berurusan sama mbok Ratem. Hindari dia, atau jika perlu …," mbok Jum menatap sekeliling sejenak lalu kembali berbicara. "Pergi dari desa ini segera!"

Ardi menatap tak percaya mbok Jum, hati kecilnya setuju dengan perkataan mbok Jum tapi ia tidak bisa meninggalkan Asih sendirian. Ia sangat mencintai Asih, dan lagi adiknya masih memerlukan dana besar untuk pengobatan.

"Pergi? Nggak mbok! Saya nggak bisa!" Ardi berdiri dari tempat duduknya. Tapi kakinya kembali mundur saat menyadari jaraknya dengan jendela besar itu sudah dekat.

"Kenapa den? Mbok kasian sama den Ardi. Lebih baik Aden pergi, selamatkan diri Aden sebelum semuanya terlambat." Ujar mbok Jum lirih.

"Saya nggak bisa ninggalin Asih mbok! Kalau saya harus pergi, Asih juga harus ikut bersama saya!"

Mbok Jum menatap wajah Ardi, menelisik kebenaran perkataan Ardi barusan.

"Den Ardi, cinta sama Asih?"

Ardi menoleh pada mbok Jum, ia mengangguk. "Saya mencintai Asih, saya juga berharap Asih mencintai saya mbok," sahutnya lemah.

Mata tua mbok Jum memanas, ada rasa haru yang terbesit dihatinya saat Ardi mengatakan hal itu. Ia tak menyangka, masih ada orang yang mau mencintai keponakannya meski Asih berlumur dosa.

Mbok Jum tak mampu lagi berkata-kata, ia memilih pergi meninggalkan Ardi sendiri. Baru menuruni dua anak tangga mbok Jum berbalik dan kembali menatap Ardi.

"Mbok hanya bisa mendoakan kalian berdua," 

Sepeninggal Mbok Jum, Ardi termenung sendirian. Memikirkan kata-kata mbok Jum dan peringatan mbok Ratem. Begitu banyak hal yang ia pikirkan termasuk rencana menikahi Asih setelah semua dendam Asih terbalas. 

"Aku harus segera menyelesaikan semuanya. Tinggal dua lagi, dan jika semua selesai kau harus mengikuti kemauanku Asih! Aku akan membawamu pergi dari sini dan kita akan memulai hidup yang baru!"

*******

Keesokan harinya, Asih sudah berdandan cantik dan wangi. Rencananya ia hari ini akan ke desa menghadiri acara bersih desa yang diadakan pak kades. Tapi sebelumnya ia pergi ke gudang tua untuk melihat kondisi Arif dan Rico.

"Asih, mau kemana kamu?" Tanya Bu Lasmi saat Asih melewatinya di ruang makan.

"Menengok mangsa!" Sahutnya melenggang begitu saja.

Bu Lasmi memperhatikan dengan wajah datar. Anak angkatnya itu benar-benar sudah berada di luar jalur keinginannya. Dulu ia mengangkat Asih karena iba dengan penderitaannya berharap Asih bisa menggantikan posisi putrinya yang telah tiada, tapi sekarang Asih telah berubah mengerikan. Entah apa yang terjadi selama ia berada di kota. 

Asih mengubah identitasnya menjadi Luna dan mendaftarkan diri di salah satu perguruan tinggi. Demi memburu pelaku-pelaku bejat yang telah menghamili dan membuat masa depannya hancur. 

Asih yang dulu berangkat dari rumahnya masih polos dan lugu kini pulang dalam keadaan berbeda. Ia memang semakin cantik berkat pesugihan yang Asih jalani, tapi semakin mengerikan dengan perubahan sikapnya yang terkadang manis, terkadang sadis.

Asih bersenandung kecil, pak tua penjaga gudang membuka pintu untuknya.

"Terimakasih, apa mereka masih hidup?" Asih bertanya dengan senyum aneh diwajahnya.

Lelaki tua itu menjawab hanya dengan kedikan bahu. Ia tak pernah bicara, tepatnya tak bisa bicara. Asih tak tahu kenapa tapi baginya itu cukup untuk menjaga rahasia besarnya.

Asih berjalan masuk ke dalam gudang. Ia membuka pintu kamar dimana keduanya disekap. Matanya berbinar mendapati kedua pemuda itu tewas dengan sangat memprihatinkan. 

Mata melotot, cakaran disana sini. Bekas gigitan dimana mana dan tentu saja darah yang habis tak bersisa. Asih tertawa puas. Tak ada rasa kasian sedikitpun, tidak ada rasa jijik ataupun ngeri melihat mayat kedua pemuda naas itu.

"Dendamku terbalas!" Ia kembali tertawa.

Asih mendekati mayat Rico, ia menendangnya dengan kaki dan memastikan bahwa Rico telah tewas. Hal yang sama juga ia lakukan pada Arif. 

"Ciiih, lihatlah kalian berdua! Menikmati tubuhku dan tewas ditangan ku!" Tangannya meraih dagu Arif, menatapnya sebentar lalu berlalu.

"Sungguh tragis kan! Jangan menganggap remeh gadis desa yang lugu!"

Asih berjalan keluar meninggalkan kamar yang berbau tak karuan itu. Ia mendekati lelaki tua yang menunggunya di luar.

"Buang mayat mereka malam ini! Kali ini, jangan sampai ada yang tahu! Kalau perlu buang ke tengah hutan!"

Lelaki tua itu mengangguk lalu masuk ke dalam membawa dua kantong plastik hitam yang sangat besar. Asih menatap lelaki tua itu sejenak. Ia lalu pergi untuk ikut meramaikan acara bersih desa.

"Baiklah, waktunya kita memasang telinga dan mata lagi. Kali ini aku ingin mencari mangsa baru. Mangsa yang siap aku ajak bersenang senang!" seringai iblis muncul di wajahnya.

Mangsa baru, yah Asih bosan bermain dengan Ardi. Ia ingin mencari lagi lelaki baru untuk menggantikan posisi Ardi. Lelaki yang bisa menjadi orang suruhannya, lelaki yang memiliki pengaruh besar di desa.

Terpopuler

Comments

Fitri wardhana

Fitri wardhana

waduh di ardi siap2 di tendang asih

2022-10-25

2

Namika

Namika

lanjut lagi..

2022-09-30

2

Ali B.U

Ali B.U

next.,!!

2022-09-29

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!