Bidan Mimah

Seorang wanita muda datang mengendap endap ditengah malam bersama seorang lelaki berumur dua puluh tahunan. Mereka mengetuk pintu perlahan sambil melihat situasi, tampak jelas ketakutan dan kegelisahan di wajah mereka.

"Bu, Bu Mimah?!" Panggil si lelaki sambil mengetuk pintu sedikit lebih keras.

Tak la kemudian, wanita berparas ayu nan glowing membuka celah kecil pintu.

"Ada apa? Sudah tutup kliniknya?" tanyanya dengan ekspresi dingin.

"Kami, ada perlu Bu … penting!" jawab si lelaki setengah memohon.

Wanita itu masih menunggu, ia sedikit melirik ke arah si gadis. Tampak perut besarnya membuncit ditutupi oleh jaket hitam yang kebesaran. Sadar perutnya menjadi santapan mata wanita di balik pintu, si gadis memberanikan diri untuk mendekat dan membuka jaketnya perlahan.

Mata wanita itu membulat sempurna, saat melihat perut buncit di depannya. Dengan segera ia membuka lebar pintu klinik, memberi ruang agar pasangan itu masuk. Untuk sesaat si wanita celingukan melihat situasi sekitar dan dengan segera menutup pintu klinik.

Wanita cantik yang berusia sekitar tiga puluh tahunan itu membawa pasangan muda yang masih terlihat belia ke sebuah ruangan. 

"Bu, ada pasien!"

"Silakan duduk, tunggu sebentar bidan Mimah masih sibuk!" pintanya pada pasangan muda itu.

Ana dan Denny nama kedua pasangan muda tanpa ikatan itu menurut dan sabar menunggu bidan Mimah.

"Aku takut mas," bisik Ana pada kekasihnya. Tangannya menggenggam erat tangan Denny.

"Tenang aja, aku disini! Ini jalan terbaik buat kita, aku belum siap jadi ayah!"

"Tapi …, kalau terjadi apa-apa gimana?" Ana ketakutan, wajahnya pucat .

"Nggak akan kenapa kenapa, Bu Mimah bidan yang biasa ngelakuin itu! Udah nggak usah khawatir!" Denny mulai sebal dengan rengekan Ana.

Ana dan Denny masih duduk di bangku kuliah tingkat 2, gaya berpacaran bebas layaknya suami istri membuat keduanya kini harus memutar otak karena Ana hamil. 

Awalnya Ana, tidak ingin menggugurkan kandungannya tapi Denny terus memaksa dan merayunya hingga akhirnya memasuki  tri semester kedua Ana luluh. Ia mengalah dan menuruti kemauan Denny.

"Aku dengar dari temen-temen bidan Mimah ahli urusan ginian An, kamu tenang aja. Bahkan katanya setelah proses itu kita malah dibayar!"

"Hah, kok kita yang dibayar mas?"

"Iya, lumayan kan dapet duit! Udah makanya kamu tenang aja, yang penting anak ini hilang!" Denny kembali menenangkan Ana.

Mata hatinya telah ditutup oleh bayaran fantastis yang menggiurkan. Denny tak peduli lagi dengan resiko yang dihadapi Ana saat proses pengguguran kandungan. Pikirannya hanya satu, uang. Denny sama sekali tidak memikirkan resiko fatal bagi Ana kekasihnya.

Ana ketakutan setengah mati, jauh di lubuk hatinya ia ingin memelihara janin tak berdosa di dalam perutnya. Tapi ia juga takut jika kedua orang tuanya sampai mengetahui hal memalukan itu.

"Ehem …," suara deheman wanita terdengar dari balik tirai pembatas.

Ia melepas sarung tangan karet yang berlumuran darah ke tempat sampah khusus, lalu mencuci tangannya bersih dengan antiseptik.

"Ada apa kalian kesini?" tanya bidan Mimah sambil mencuci tangannya di wastafel."

"Ehm, anu Bu kami mau minta tolong?"

Denny terlihat sedikit ragu untuk melanjutkan perkataannya. Ana mencengkeram tangannya kuat, Ana takut.

"Kami mau minta tolong ini Bu," 

Denny tidak menjelaskan secara langsung tapi bidan Mimah sudah memahaminya.

"Coba saya lihat dulu. Kamu tiduran dulu di sana!" Perintah ya sambil menunjuk ke arah bed pasien di kiri Ana.

Usai membasuh tangannya dengan bersih, bidan Mimah mendekati Ana. Menarik ke atas kaos yang menutupi perut buncit Ana. Memeriksanya dengan seksama.

"Kalian yakin?" tanya bidan Mimah menatap keduanya bergantian.

Keduanya mengangguk, bidan Mimah menghela nafas panjang. Ia memanggil wanita yang menjadi asistennya tadi, Susi.

"Siapkan ruangan, jangan ada kesalahan sedikit pun!" bisiknya pada Susi.

Asisten nya mengangguk dan bergegas pergi. Ia kembali duduk di depan pasangan muda itu.

"Saya akan bantu kalian tapi dengan syarat, setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kalian tahu kan aturan saya bagaimana?" Bidan Mimah berkata dengan serius.

"Nurut apa kata Bu bidan jika ingin selamat," jawab Denny hati-hati.

Ucapan Denny tadi sontak membuat hati Ana curiga, nyalinya ciut melihat kekasih hatinya menyeringai kejam apalagi si bidan Mimah wajahnya berubah menyeramkan dimatanya. Tapi keputusan sudah diambil, tidak ada jalan kembali lagi baginya.

Bidan Mimah membuka laci mejanya yang terkunci, lalu ia mengambil segepok uang yang masih bersegel salah satu bank ternama.

"Biayanya gratis nggak perlu bayar, ini uang untuk kalian memulai hidup baru. Jangan ulangi kesalahan yang sama! Saya tidak menerima pasien untuk yang kedua kalinya, mengerti?!"

"Mengerti Bu bidan!"

Denny langsung menerima uang itu, matanya terbelalak saat melihat jumlah nominal yang tertera, ia menatap Ana dengan senyum lebar.

"Rejeki dari anak kita!" katanya setengah berbisik.

Ana hanya bisa tersenyum pahit. Rejeki yang sama sekali tidak diharapkannya. Uang yang dihasilkan dari membunuh anak mereka sendiri apakah masih bisa dikatakan rejeki?

Satu nyawa tak berdosa akan hilang dan hanya diganti dengan sejumlah angka yang tidak seberapa. Sungguh pemikiran naif yang menyesatkan.

Penyesalan muncul dihati Ana, ia sungguh tak tega harus kehilangan bayinya. Setitik airmata menetes di pipi halusnya. Diusapnya perut buncit berisi calon jabang bayi yang  kini tinggal hitungan menit saja akan menghilang dari tubuhnya.

"Maafin ibu sayang …,"

Terpopuler

Comments

Nikodemus Yudho Sulistyo

Nikodemus Yudho Sulistyo

😱😱

2022-12-17

3

yamink oi

yamink oi

owalah melasi temen koe

2022-11-03

4

Isnaaja

Isnaaja

kamu brengseknya gak nanggung ya den.

2022-10-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!