Ardi yang Kejam

Ardi melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung tua di belakang rumah mewah. Suara derit pintu besar yang berkarat terasa menyakiti telinga.

Aroma pengap, lembab dan penuh debu terasa begitu kental memenuhi udara dalam gedung. Ardi berjalan terus hingga tiba didepan sebuah kamar. Ia membukanya dan menyalakan lampu.

Senyum iblis tersungging di bibirnya. Ardi menatap tiga anak muda yang terikat tali di tangan dan kakinya. 

"Hmmph … hhhhh …," terdengar suara tak jelas dari mulut yang disumpal kain dari para pemuda yang terikat.

"Kalian sudah sadar rupanya?!" seringainya bengis pada Rico dan yang lainnya.

Ardi berjalan perlahan memutari Rico, dan yang lainnya. "Hhhmph … hhhmpph!"

"Apa kau bilang?" Ardi berpura-pura meletakkan telapak tangan di telinganya untuk mendengar.

"Minta dilepaskan?" Ekspresi wajah Ardi pura-pura mengerti, tapi kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

"Lepaskan? Pulang?" Tawanya kembali menggelegar menimbulkan gema dalam gedung tua yang angker. "Dengarkan aku baik-baik!"

"Ini rumah terakhir yang akan kalian singgahi!" bisiknya di telinga Rico yang terdengar juga oleh yang lain.

Mata Rico, Rudi, dan Arif menatap Ardi dengan ketakutan mereka hanya bisa saling berpandangan. Ketiganya sudah ada di gudang itu selama dua malam, tapi mereka tidak bisa membedakan waktu karena selalu berada di ruang gelap.

Tangan dan kaki yang terikat ditambah mulut yang tersumpal kain benar-benar menyiksa. Perut mereka lapar dan kehausan melanda tapi tak ada apa pun untuk dimakan ataupun diminum. Dan kini mereka ada dalam fase dehidrasi.

Ardi tertawa melihat wajah ketiga laki-laki dihadapannya. "Takut? Ini bahkan belum dimulai!"

Suara langkah kaki mendekat menggema di gedung tua, seseorang membuka pintu. Wajahnya tak nampak karena diluar kamar itu gelap. 

"Bawa salah satu dari mereka ke tempat lain!" Ardi memerintahkan pada sosok itu sebelum dia pergi meninggalkan kamar.

Tak ada jawaban dari perintah Ardi, lampu kamar tiba-tiba saja kembali padam. Ketiga pemuda itu ketakutan setengah mati mereka berteriak tapi sia-sia. Salah satu dari mereka diseret paksa keluar dari kamar. Rudi terpilih.

Suara tawa Ardi kembali terdengar menggema dan perlahan menjauh, menghilang ditelan gelap malam. Meninggalkan raut ketakutan dan kengerian untuk Arif dan juga Rico, tangis mereka terdengar lirih dalam gelap.

"Sssst …," suara desis pelan terdengar dalam ruangan gelap.

"Jangan menangis …," 

Rico dan Arif terkesiap, mereka hendak berteriak tapi sekali lagi sumpalan kain menghalangi suara. Mereka sangat berharap pemilik suara itu bisa menolongnya.

"Hhhmph … hhhmmmph,"

"Ssst … aku bilang diiiiaaaaaam!" suara serak dan parau itu menggeram. 

Keduanya sontak terdiam, pupus sudah harapan pertolongan. Suara wanita yang terkikik terdengar menggidikkan bulu roma. 

Tak Lelo Lelo Lelo ledung ….

Anakku sing bagus rupane ….

………….

Tembang Jawa penidur anak terdengar dinyanyikan sosok tak kasat mata. Begitu menyayat hati sekaligus menakutkan karena diikuti suara tawa cekikikan wanita dan tangis bayi.

"Aku akan membebaskanmu … apa kamu mau?" Suara wanita berbisik cukup dekat dengan keduanya.

Keringat dingin membanjiri Rico dan Arif, mereka menangis. Sumpal kain yang menutup mulut keduanya perlahan terlepas. Ada tangan dingin yang terasa tajam dan menusuk kulit yang meraba wajah mereka. 

Kengerian tercetak jelas di wajah keduanya, mata mereka melotot mencari kesana kemari dalam gelap. 

"Si-siapa … siapa ka-mu?!" Rico bertanya dengan gemetar.

Tak ada jawaban hanya suara cekikikan, "Sssst … jangan berteriak, kau mengganggu tidur anakku!"

Rico dan Arif saling berpandangan dan menggelengkan kepala, "Ampun, ampuni kami!" Isak tangis kembali terdengar dari keduanya.

Lampu tiba-tiba kembali menyala, membuat keduanya memicingkan mata karena silau. Butuh beberapa lama sebelum akhirnya mereka bisa melihat keadaan sekitar.

Rico mengedarkan pandangan, "Rif, si-siapa tadi yang bicara?" Nafasnya terasa sesak melihat tak seorangpun ada disana.

Arif tak menjawab, ia hanya bergerak memutar badannya mencari sosok yang tadi berbicara pada mereka. "Nggak ada siapa-siapa Ric, a-apa itu hantu?"

"Ha-hantu? Dosa apa kita Rif, sampai kita disekap begini!" Rico kembali terisak.

"Sssst … diiiiaaam!" Suara itu kembali terdengar tapi tak ada seorang pun disana.

Rico dan Arif gemetar, wajah keduanya pucat pasi, keringat semakin membanjiri tubuh. Kelebatan bayangan hitam silih berganti terlihat mendekat dan menjauh di sekitar keduanya. Membuat nyali mereka ciut seketika. Lampu padam kembali.

Tapi itu hanya sesaat, ketika lampu kembali menyala, wajah hancur mengerikan dengan gigi penuh darah menyeringai tepat dihadapan mereka secara tiba-tiba.

Jerit ketakutan dan teriakan terdengar dari dalam kamar. Suara mereka terus bersahutan dalam kengerian. Entah apa yang terjadi di dalam sana, yang terdengar hanya suara teriakan minta tolong dan suara barang terlempar kesana kemari sepanjang malam.

Suara lolongan anjing terdengar melengking dari arah hutan. Mereka mencium bau darah. Mangsa baru datang, suara geraman dari moncong bergigi tajam siap menerkam mangsa yang tak berdaya.

Ardi tersenyum pada Rico yang masih terikat. Ia mengeluarkan sebilah pisau dan tanpa ragu menusuk paha kanan Rico. Jerit kesakitan terdengar pilu dari mulut yang tersumpal kain. Goresan panjang dan dalam dibuat Ardi.

Tak ada raut wajah belas kasihan, yang ada hanya mata iblis yang menjelma dalam tubuh Ardi.

"Lari, larilah sejauh kau bisa! Atau mati akan menjadi pilihan hidupmu!" bisik Ardi saat memutuskan ikatan di tangan dan kaki Rico.

Rico yang kesakitan pun tak mengerti maksud Ardi. Tubuhnya yang lemas semakin tak berdaya dengan luka dalam yang terus mengeluarkan darah segar.

"Lari! Lari kataku!" teriak Ardi pada Rico.

Rico menyeret kakinya yang terluka, menahan nyeri yang amat sangat. Perutnya tak lagi lapar dan haus dalam pikirannya saat ini hanya menyelamatkan diri ketika ada kesempatan.

Lolongan panjang anjing hutan kembali terdengar. Darah Rico tercium dari jarak jauh. Mata merah dalam gelap mulai bermunculan berkelebat diantara pepohonan besar.

Dalam gelap Rico berlari dengan satu kaki, lutut kirinya mulai gemetar. Entah berapa lama ia berlari, waktu terasa berhenti berputar. Nafasnya sesak dan kepalanya pusing karena mulai kehilangan banyak darah.

"Aku harus hidup … aku masih ingin hidup!" gumamnya lirih disela nafas yang hampir habis.

Rico menoleh ke belakang, Ardi tidak mengejar. Membuatnya sedikit lega, tapi ketika baru saja ia kembali berjalan. Anak panah melesat menembus dada kirinya, melubangi jantung Rico.

Kejadian yang begitu cepat membuat Rico merasa bermimpi. Kemeja Rico basah dan lengket, perlahan matanya menatap busur panah yang tertancap sempurna. 

Darah segar keluar dari mulutnya disertai batuk. Matanya mulai gelap, tubuhnya tak mampu lagi menopang. Rico pun jatuh bertumpu pada kedua lututnya. Dan tergeletak lemas tak bernyawa seiring dengan pupil mata yang mengecil.

Ardi tersenyum puas, ia mencabut anak panah yang tertancap di dada Rico.

"Satu korban aku persembahkan padamu Asih, kekasihku!" 

Terpopuler

Comments

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

🙈🙈🙈🙈🙈

2023-07-31

0

Isnaaja

Isnaaja

penasaran dengan semua kesalahan yg dilakukan teman2nya asih.hingga asih bisa bersekutu dengan iblis

2022-10-28

4

Namika

Namika

makin ngeri... lanjut terus

2022-09-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!