Eman yang Malang

Eman duduk diam di salah satu sudut ruangan kamar yang dijadikan tempat menginap sementara untuknya. Semenjak dirinya berulah di depan polisi, Eman tidak diperkenankan keluar dari kamar kecil yang berada di samping kantor desa.

Biasanya kamar yang Eman tempati difungsikan sebagai gudang penyimpanan baik itu hasil tani saat panen ataupun saat harus menyimpan begitu banyak berkas penting saat pemilu berlangsung.

Kondisi Eman yang kurang waras membuat pak kades mengurungnya sementara sampai polisi tuntas menyelesaikan penyelidikan. Tentu saja dengan beberapa pertimbangan diantaranya mencegah Eman merusak TKP.

Angin kecil berhembus masuk ke dalam kamar yang ditempati Eman. Sesuatu yang ganjil mulai terjadi. Aroma bunga yang khas menembus indra penciuman Eman.

Kelebatan bayangan hitam berjalan di dinding, merayap bagai cicak dan mendekati tubuh Eman. Mata Eman masih tertutup rapat tak.menyadari apa yang sedang terjadi. Kehadiran makhluk tak kasat mata yang menyelinap masuk tidak mengganggu dirinya. Belum.

Suara bisikan perlahan terdengar menyebut namanya.

Eman …,

Eman masih tak bergeming, untuk kedua kalinya bisikan itu kembali terdengar.

Emaaan …,

Segaris senyum Eman hadir, tapi matanya masih menutup. "Kau pemilik bayi - bayi itu kan?" Ia bertanya tanpa membuka mata.

Emaaaan …, sapaan kali ini terasa panjang dan meremangkan seluruh bulu di tubuhnya.

Bayangan hitam yang merambat, berhenti mendekati Eman. Tangan panjang dengan kuku jari kehitaman muncul dari dinding bersiap mencekik Eman yang masih menutup mata.

Tapi Eman membuka mata persis saat tangan pucat kebiruan itu hampir menyentuh kulit lehernya. Dengan cepat ia menangkap tangan setan yang hendak mencekiknya, menariknya keluar bayangan dan memunculkan wujud asli setan wanita dengan seringai mengerikan.

Suara tawa cekikikan terdengar bergema di ruangan kecil itu. Eman tidak takut sama sekali. Ia semakin kuat mencengkram tangan dingin yang kini dagingnya mulai terkelupas karena kuatnya genggaman tangan Eman.

Setan wanita itu terkikik, api besar menyala tiba-tiba dari tubuhnya. Membuat Eman segera menjauh. Setan wanita itu menghilang, tapi tidak dengan tawanya. 

"Mati … kau harus mati!" Suara mengancam terdengar di sela tawa ganjil.

Kelebatan bayangan kembali muncul, kali ini bukan hanya satu tapi cukup banyak. Suhu ruangan terasa semakin panas, Eman menarik nafas panjang, otaknya yang kurang waras tiba-tiba saja berubah sedikit normal.

Matanya waspada memperhatikan bayangan gelap yang silih berganti muncul di sudut ruangan ataupun di dinding kamar. 

"Keluar kau makhluk jelek!" tantangnya dengan lantang.

Tawa anak kecil terdengar berlarian kesana kemari. Eman mulai pusing dan berkeringat. Satu bayangan hitam sengaja menabrak bayangan tubuh Eman di lantai, Eman terpental ke dinding. 

Tubuh Eman terasa sakit dan sebuah pukulan telak mengenai ulu hatinya. Bayangan hitam itu tidak menyerang Eman langsung tapi menyerang bayangan dirinya yang jatuh di lantai. Eman terlempar lagi ke sisi kiri, pelipisnya tepat mengenai tepi meja hingga mengeluarkan darah segar yang cukup banyak.

Tawa cekikikan kembali terdengar, setan wanita dengan bau busuk menusuk itu muncul dari sudut ruangan bersama tujuh bayi bajang yang berjalan tertatih layaknya anak balita yang baru belajar melangkahkan kaki.

Eman, terkejut kali ini otak kurang waras ya kumat. Ia tertawa kecil melihat penampakan gaib yang muncul tiba-tiba. Tawa yang semula kecil berubah menjadi semakin keras.

"Aku ora wedi, majuo kabeh!" Eman kembali menantang.

Bayi-bayi bajang menyeringai pada Eman, lalu dalam sekali lompatan mereka menempel di tubuh lelaki kurang waras itu. Eman berusaha berontak dan melepaskan dirinya dari tujuh bayi bayang yang menempel kuat bak lem tikus di tubuhnya. Tapi sayangnya usaha Eman sia-sia.

Sosok -sosok kecil itu menempel dan menggigit tubuh Eman dengan gigi tajamnya. Berkali kali Eman mencoba melepaskan diri dari gigitan tajam para bayi bajang tapi tidak berhasil juga. Eman menjerit, ia kalah. Ketujuh bayi bajang itu menghisap darahnya hingga habis. Semua terjadi begitu cepat.

Perlahan tubuh Eman melemas, mata Eman mendelik kaku, tubuhnya dingin dan memucat. Eman tewas, tepat sebelum ayam jantan berkokok di pagi hari.

"Man, Eman … makan dulu!" Pak Karwita tukang bersih-bersih di kantor desa mengetuk pintu kamar Eman.

Ditangannya ada nampan berisi segelas kopi dan sepiring nasi putih dengan tumis sayur kangkung dan tempe goreng.

Tidak ada jawaban dari Eman, pak Karwita sedikit heran. Tak biasanya Eman bertingkah demikian.

"Aneh, masih tidurkah dia?" gumamnya sendiri. 

Ia kemudian meletakkan nampan di meja kecil lalu membuka pintu dengan kunci miliknya. Bau aneh menyeruak, pak Karwita buru-buru menutup hidungnya.

"Bau apa ini? Nggak enak bener ini kamar baunya! Apa karena si Eman belum mandi ya?! Tapi kemarin nggak gini amat baunya?!"

Pak Karwita heran, rasa penasaran membuatnya ingin melongok ke dalam. Dengan menutup hidung, pak Karwita pun melangkah masuk.

"Astaghfirullah al adziim, Man … Eman!" Pak kawita terkejut melihat Eman yang tergeletak kaku di dekat ranjang.

Matanya yang berkabut tipis, luka di pelipis, dan di beberapa bagian tubuh membuatnya bergidik ngeri. Belum lagi bau busuk yang entah darimana berasal, membuat pak Karwita tak bisa menahan gejolak di perutnya.

Pak Karwita berlari keluar kamar memuntahkan isi perutnya. Ia kemudian berlari tergesa, menyambar kentongan dan memukulnya dengan kencang.

"Tolong … tolong, ada mayat!"

Pagi itu desa kecil di sebuah kaki gunung kembali heboh. Kali ini warga desa mereka yang menjadi korban. Balai desa kembali ramai, warga berkerumun penasaran dengan kematian Eman yang mendadak.

"Aneh ya, Eman kok bisa mati ngenes gitu sih?!" Salah satu warga desa bertanya pada warga lain.

"Iya, aneh! Denger-denger sih, itu pintu padahal di kunci lho! Eman kemungkinan bunuh diri!" sahut yang lainnya dengan berbisik.

"Astaghfirullah, yang bener? Aduh gawat desa kita bisa kena sial ini!"

"Wah bahaya, makin serem aja desa kita! Semalem juga aku dengar mbok Ratem ngadepin setan yang cekikikan di jalan desa sana!" Salah satu warga yang bersarung kotak menunjuk ke arah jalan yang dimaksud.

"Eh, serius? Setan?"

"Iya, pak kades, pak sekdes, mas Hansip, Bagyo sama Rohman tu saksinya!"

"Katanya sih demit cewek bawa bayi kecil!" 

Warga bergidik ngeri, rumor kembali beredar. Kasak kusuk teror hantu mulai digaungkan dari mulut ke mulut. Membuat warga semakin resah.

Wajah pak kades masih pucat saat menemani pihak kepolisian. Semalam ia ditemukan warga tergeletak pingsan di salah satu jalan desa, walhasil kini pak kades demam tinggi karena ketakutan yang belum hilang juga dari dirinya.

"Pak kades, sebaiknya istirahat saja. Biar kasus ini kami yang tangani." Kata salah satu petugas berpakaian preman setelah meminta keterangan pak kades di ruangannya.

"Gimana saya bisa istirahat pak, kalo ini menyangkut kematian warga desa saya. Mana matinya ngenes gitu!"

 Pak kades murung, ia tak menyangka Eman tewas di dalam pengawasannya. Ada rasa bersalah yang tidak bisa ia ungkapkan.

"Serahkan kasus ini sepenuhnya pada kami, semoga ada titik terang." Petugas kepolisian bernama Arman menenangkan pak kades.

Pak kades terdiam sesaat lalu kembali bertanya, "Pak, apa ada hubungannya kematian Eman sama penemuan dua mayat kemarin? Bapak ingat kan Eman satu-satunya yang berteriak bayi bajang waktu itu?!"

Arman mengerutkan kening, "Hmm, itu masih saya selidiki. Untuk sementara biarkan kami bekerja sesuai prosedur. Masalah bayi bajang yang disebutkan Eman …,"

Perkataan Arman terpotong dengan teriakan salah satu warga diluar yang begitu heboh.

"Mayat lagi … pak kades, pak kades! Ada mayat lagi di hutan!"

Pak kades terperanjat, ia dan Arman saling berpandangan. "Mayat?"

Pak kades buru-buru keluar ruangan di susul Arman. "Ada apa Man? Mayat lagi? Mayat siapa?"

Rupanya Rohman yang berteriak memanggil pak kades. Dengan nafas tersengal Rohman menjawab.

"I-iya pak kades! Mayat di hutan, ta-tadi saya sama Bagyo mau cari kayu. Tau-tau ada mayat laki-laki, dadanya bolong hiiiii …, ngeri saya pak!"

Dengungan suara bergumam para warga kembali terdengar. Mereka bingung, takut, dan juga penasaran. Pikiran pak kades rumit, ia bisa merasakan tubuhnya semakin panas.

"Gimana ini pak?" tanya pak kades pada Arman.

"Tunjukkan dimana lokasinya!" Arman segera bertindak cepat dan meminta Rohman menunjukkan tempat dimana mayat itu ditemukan.

Terpopuler

Comments

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

seremmmm

2023-07-31

1

Ali B.U

Ali B.U

kasian pak kadesnya., gegara hantu jadi sakit

2022-09-19

5

Ali B.U

Ali B.U

gak bakalan kpolisian menemukan bukti-bukti pembunuhan Eman

2022-09-19

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!