Siang yang Hangat

Asih menatap lekat video yang diberikan Ardi padanya. Tangannya dilipat di depan dada. Sorot matanya penuh dendam saat melihat kedua orang yang saling menjerit minta ampun. Tak ada ekspresi lain selain kebencian.

"Ampun? Apa kalian memberikan aku ampun waktu itu?" Ujarnya lirih.

Dalam video itu jelas terlihat keduanya terlempar kesana kemari dengan mudah. Tak ada sosok yang terlihat tapi Asih bisa melihatnya. Sosok jin wanita sekutunya dan dua bocah kecil berwajah seram.

Video dengan durasi hampir satu jam itu akhirnya selesai. Menyisakan dua lelaki muda yang babak belur karena benturan dan juga wajah pucat.

"Mbok Jum!" Asih memanggil wanita paruh baya berkain jarik coklat yang sedari tadi duduk tak jauh darinya.

"Nggih ndoro!"

"Kasih mereka minum dan makan!" Titahnya masih menatap ke arah layar.

Mbok Jum mengangguk dan dengan segera menuju dapur untuk mengambil makanan dan minuman.

"Aku masih ingin bermain dengan mereka! Mati cepat bukan pilihan bagi kalian!" Gumam Asih geram.

"Ini video Rudi," Ardi memberikan ponselnya.

Asih menatap Ardi sejenak, matanya kembali memperhatikan sosok lelaki dengan wajah ketakutan yang berlari menembus hutan. Asih tersenyum lebar lalu, tertawa.

 "Kau lihat wajahnya, menggelikan sekali!" Asih kembali lagi tertawa, membuat Ardi bergidik ngeri.

Wanita ayu di depannya itu berubah menjadi psikopat tanpa empati sedikitpun. Bahkan saat melihat dada Rudi tertembus panah, Asih semakin terpingkal-pingkal. Sama sekali tidak ada rasa belas kasihan yang terlihat di wajahnya.

"Kenapa kau bunuh dia dengan cepat bodoh! Harusnya kau biarkan anjing-anjing hutan itu memburunya! Aku ingin melihatnya dicabik-cabik mereka dalam keadaan hidup!" Mata Asih melotot, suaranya berubah parau.

Ardi beringsut mundur. Ia ngeri melihat perubahan Asih. Rasa takut itu kembali muncul, ingin sekali rasanya ia berhenti. Tapi Ardi sama sekali tak kuasa menolak setiap perintah Asih. Jika saja dulu ia tidak berhutang budi padanya mungkin semuanya tidak akan terjadi.

"Kau ingin aku ... menyiksa mereka?" Ardi bertanya dengan ragu.

Tawa Asih terhenti, ia memperhatikan wajah Ardi yang mulai berpeluh. "Kau … takut? Apa kau ingin aku menghentikan …,"

"Tidak, jangan! Aku mohon Asih! Aku akan melakukannya, menyiksa mereka seperti yang kau mau!" Tukas Ardi cepat.

Asih tertawa, "Bagus, lakukan sesuai perintahku!"

"Ta-tapi, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" Ardi memberanikan diri bertanya.

Asih menunggu Ardi bicara, "Apa? Kamu butuh sesuatu?"

"A-aku …," 

Lidah Ardi terasa kelu, padahal tadi dia sudah menyiapkan semua perkataan yang akan diungkapkan pada Asih. Ardi bahkan melatihnya berkali kali, tapi begitu melihat wajah Asih semuanya hilang.

 Ardi lupa dengan hafalan kalimat indah yang akan diucapkan untuk Asih. Rasa takut, bingung, dan cinta yang bercampur jadi satu membuat Ardi linglung.

Asih berdiri mendekati Ardi yang sedikit gemetar. Jemari lentiknya menyusuri wajah Ardi dan membingkainya. 

"Apa yang ingin kau katakan sampai begitu gugup," Asih berbisik di telinga Ardi membuat seluruh tubuh Ardi meremang.

Asih kembali berbisik, "Kau … mencintaiku? Apa, itu yang kau minta dariku?" Jemari Asih masih menyusuri wajah Ardi.

"Kau memintaku untuk mencintaimu? Iya kan?" Bibir Asih begitu dekat dengan telinga Ardi, menghabiskan nafas hangat yang membangkitkan naluri lelakinya.

Asih tersenyum, ia menatap Ardi dengan jarak begitu dekat. Tangannya melingkar di belakang leher lelaki yang sudah dua tahun menjadi asisten bayarannya.

"Kau … jatuh hati padaku?" Ujarnya dengan sedikit menggoda.

"Y-ya, aku … jatuh hati padamu." Sahut Ardi menelan ludah.

Jiwa lelakinya berontak melihat Asih menggigit bibir bawahnya sendiri. Senyum nakal Asih membiusnya untuk semakin terbang ke puncak tertinggi hormon lelakinya saat ini. Ia tidak menyadari pesona mistis yang Asih keluarkan saat ini.

"Kau, mencintaiku?" Kali ini Asih berbisik dan memberikan gigitan kecil di cuping telinga Ardi. Satu d*s*han lolos dari mulut Ardi.

Asih kembali menggodanya dengan kecupan di bibir Ardi. Satu kali, dua kali, dan semakin liar saat Ardi meresponnya dengan cepat. Tangan Ardi mengusap lembut punggung Asih. Bergerilya dan menyusup ke balik kemeja yang dikenakan Asih.

Asih memberi jeda sebentar, ia tersenyum menatap Ardi yang tertutup kabut gairah. Dengan rakus Ardi kembali menyambar bibir Asih. Tak memberi kesempatan Asih bicara sepatah katapun. Yang terdengar hanya d*s*han kenikmatan di sela kecupan basah.

Ardi tak peduli mereka ada di luar kamar, Asih telah memancing naluri lelaki dalam dirinya. Ia mendorong tubuh molek Asih ke atas sofa dan melanjutkan aksinya. Menel*nj*ngi Asih hanya dalam sekejap, memberikan kecupan basah di leher dan puncak dadanya yang indah.

Ia tak peduli jika ada orang lain di ruangan itu, tak peduli dengan teriakan nikmat yang lolos dari bibir Asih yang mungkin saja terdengar orang lain. Memiliki Asih dan melepaskan benih dalam rahimnya adalah tujuan Ardi.

Asih membimbing Ardi untuk terus menyentuhnya, suara-suara ajaib yang keluar dari penyatuan mereka pun menggema di seluruh ruangan. 

"Berikan semuanya untukku sayang," bisik Asih yang diikuti erangan panjang Ardi.

Mereka mendapat pelepasan bersama di siang hari yang hangat. Wajah puas dengan senyuman nakal tersungging di bibir Asih.

Bukan karena Ardi berhasil memuaskan dirinya tapi karena ia berharap benih yang dilepaskan Ardi akan tumbuh menjadi calon tumbal berikutnya.

"Asih," Ardi berbisik pada Asih, rasa kantuk menyerangnya tiba-tiba dan ia pun tertidur.

Asih tersenyum, ia menggeser tubuh Ardi. Lalu berjalan pergi meninggalkan Ardi tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. 

"Tugasmu belum selesai Ardi, beristirahatlah sejenak!"

Perbuatan keduanya bercinta di siang hari, tentu saja bukan tidak diketahui mbok Jum. Sudah beberapa kali ia memergoki Asih melakukannya dengan pria lain. Ardi adalah pria yang ketiga. Mbok Jum hafal betul dengan kelakuan Asih. Gadis ayu yang dulu begitu diam dan penurut.

Ia hanya mengelus dada, setiap kali memergoki Asih yang terhitung majikannya itu. Asih, putri angkat dari Bu Lasmi seorang dukun wanita yang menjadi majikan aslinya.

Mbok Jum sebenarnya miris dengan kelakuan Asih tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ia lakukan hanya mengabdi pada Bu Lasmi, sang majikan. Termasuk melayani segala keperluan Asih.

"Muga-muga Gusti Allah nuntun sampeyan! Aja nganti kesasar nduk, tobat sadurunge ajalmu teko!" 

(semoga Allah menuntun mu! Jangan sampai tersesat nak, bertobatlah sebelum ajal menjemput!)

Doa tulus mbok Jum untuk Asih meluncur begitu saja saat Asih tersenyum sinis padanya. Asih bukannya tidak mendengar tapi hati dan telinganya sudah tertutup bisikan setan.

Terpopuler

Comments

Fitri wardhana

Fitri wardhana

buset dah si asih liar kali

2022-10-25

1

Namika

Namika

lnjut

2022-09-25

3

Namika

Namika

ckckckkckckckck

2022-09-25

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!