Kostnya Berhantu?

Amel merangkak mundur dengan cepat, tubuhnya gemetar, ingin berteriak lebih kencang lagi tapi tak ada satu kata yang bisa lolos dari mulutnya. 

Ruangan dapur yang sempit terasa semakin menyesakkan dada, gravitasi bumi seolah menekannya kuat hingga bergerak pun sulit. Dua sosok anak kecil yang masih tertawa di bawah kolong meja itu membuatnya kehilangan daya angkat tubuh. Lemas tak berdaya.

Amel akhirnya hilang kesadaran. Ia tak lagi bisa menguasai rasa takut yang mendominasi dirinya. Tubuhnya terkulai lemas di lantai. 

Luna yang mendengar keributan kecil dari arah dapur curiga dan segera keluar kamar. Ia berjalan perlahan, dan memanggil Amel.

"Mel, Amel! Apa yang jatuh tadi, kamu nggak apa-apa kan?" teriaknya memastikan.

Tidak ada jawaban dari Amel, yang Luna rasakan hanya hawa aneh yang menyapanya. Ia tersenyum sinis, menyegerakan langkah kaki menuju dapur.

Dua sosok anak kecil itu seketika terdiam mendengar langkah kaki Luna yang semakin dekat. Mereka saling berpandangan dan segera pergi sebelum Luna datang.

"Hhh, beraninya kalian muncul disini!" Seringai Luna bengis saat ekor matanya menangkap kelebatan bayangan hitam menjauh.

Luna memeriksa sekitar, setelah memastikan tak ada sosok kasat mata lain yang muncul, ia mendekati Amel.

"Mel, bangun Mel!"

 Luna mengguncangkan tubuh Amel pelan, tapi Amel belum juga merespon. Luna membuka kotak P3K yang berada tak jauh darinya. Ia mengoleskan minyak beraroma terapi di hidung Amel berharap Amel segera siuman.

Amel perlahan membuka mata, bayangan gelap awalnya mendominasi pandangan tapi berangsur normal. Luna tersenyum padanya.

"Lu-Luna?"

"Kamu kenapa pingsan? Untung aku denger, kalo nggak semalaman kamu tidur di dapur!" Luna berceloteh seraya membantu Amel berdiri.

"Ehm, itu Lun … dibawah sana, ada anak kecil!"

Amel mengingat kejadian sebelum ia kehilangan kesadaran. Ia spontan menarik tubuhnya ke belakang Luna lalu menunjuk ke kolong meja tempat dua sosok hantu itu muncul.

"Anak kecil? Kamu ngigau, mana ada anak kecil disini?" Luna berpura-pura tidak tahu.

"Beneran Lun, tadi mereka ada di bawah kolong! Malah mereka sempat nyuruh aku diam pas aku lagi liatin anak-anak tuh di halaman belakang!"

"Hhhm, ini nih keknya asep tu barang haram bikin kamu halu juga! Mana ada anak kecil disini dan lagi ini jam berapa? Nggak mungkin ibunya atau bapaknya ngijinin mereka main ke rumah tetangga!" Luna kembali menyangkal penglihatan Amel.

"Ya mungkin saja kali, orang anak setan! Kan nggak punya bapak ibu juga mereka!" Amel kembali mendebat Luna. Ia kesal karena Luna tidak mendukungnya kali ini.

"Iiish, anak setan juga punya ortu kali Mel! Cuma beda dunia aja kita!"

"Eeh, kalo disini ada anaknya berarti di rumah ini ada ibu sama bapaknya juga dong Lun?!"

 Bulu-bulu kecil di tubuh Amel seketika berdiri, ngeri membayangkan jika rumah kontrakan mereka juga dihuni keluarga hantu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dapur sambil mencengkram tangan Luna dengan kuat.

"Aah, udah deh bikin ngeri aja kamu! Makanya malem-malem pake acara bersihin piring ma panci begitu, kena kan diganggu?"

Luna mengajak Amel meninggalkan dapur, membiarkan beberapa sisa piring kotor yang belum bersih benar di wastafel. 

Suara cekikikan dari sosok astral kembali terdengar. Kran air berputar dengan sendirinya membuka dan menutup, mengalirkan air ke atas piring kotor setengah bersabun.

Tak ada yang mendengarnya selain Luna, yang lainnya sibuk dengan racauan tak karuan di luar sana sementara Amel menutup telinganya rapat-rapat.

"Lun, aku tidur dikamar kamu ya? Please?!"

"Iya, iya … dasar penakut! Besok gimana kalo aku ninggalin lama?"

"Ada Arini, besok aku suruh dia pindah kos kesini sementara sambil nunggu kamu pulang!"

Luna hanya menggelengkan kepala, akhirnya malam itu mereka berbagi ranjang berdua. Amel tidur merapatkan diri ke tubuh Luna. Sesekali matanya mencari ke setiap sudut ruangan, berjaga jaga jika ada makhluk halus lain yang nekat muncul lagi.

Suara gaduh di halaman belakang mulai tak terdengar. Sepi dan hening sesaat. Amel pun lelap dalam tidurnya malam itu.

Keesokan harinya Luna telah bersiap bersama Ardi untuk pulang ke kota asalnya. Lelah yang mendera membuat Luna dan Amel kesiangan hingga akhirnya Luna baru siap menjelang sore. Tas bawaan Luna cukup banyak, membuat Amel bertanya tanya.

"Lun, kamu pergi berapa lama sih? Banyak bener bawaannya? Mau pindahan apa gimana nih?!" Protesnya sambil menaikkan koper terakhir milik Luna.

"Ya siapa tahu Mel, sakitnya ayah parah. Aku anak kesayangannya jadi ya harus standby di dekatnya dong!"

"Terus kuliah kamu gimana? Bisa dicariin si Jaka kamu kalo kelamaan nggak masuk!" kening Amel mengernyit.

"Tenang, aku bisa atur kok!" Luna menutup pintu bagasi belakang. "Aku pergi dulu ya, jaga diri kamu baik-baik! Nggak lama kok, paling sebulan?!" Seringainya jenaka meledek Amel yang cemberut.

"Sebulan, gila kamu!" gerutu Amel pada Luna.

"Ada Arini kan? Kamu bisa ajak yang lain juga kesini!" Luna menutup pintu mobil tanda perpisahan.

Setelah berbasa basi sejenak Luna dan Ardi pergi meninggalkan rumah kost mereka. Meninggalkan Amel dalam ketakutan yang kini kembali menyapanya. Amel berbalik dan menatap penampakan depan rumah kost yang ia tempati, bulu kuduknya kembali meremang.

Rumah itu tergolong tua, dengan cat yang mulai ditumbuhi lumut disana sini. Tapi bangunannya masih kokoh, lantainya pun masih terbuat dari keramik hitam asli ala jaman dahulu. Halaman depan dan belakang cukup luas dengan rumput Jepang terawat yang hijau. 

Yang membuat suasana sedikit seram adalah beberapa pohon sawo yang tumbuh di halaman belakang. Entah mengapa Amel selalu bergidik ngeri jika menatap ke arah pepohonan berbuah manis itu. Kata orang tuanya dulu pohon sawo sering dihinggapi makhluk halus dan dijadikan rumah bagi mereka.

"Kok ngeri banget ya apalagi kalo liat dari luar sini! Mana sepi lagi, Arini kemana ya?" 

Amel mengusap tengkuknya, hari beranjak sore tapi aura gelap sudah menyelimuti rumah kost tua itu. Tepukan setengah keras di bahu mengagetkan Amel.

"Mel!" 

"Astaghfirullah, Arini! Bikin kaget aja kamu?!"

"Lah kamu kira siapa? Setan? Atau lagi ngarepin si Rico yaa?" Arini cengengesan memperlihatkan barusan gigi rapinya.

"Iish apaan sih, yuk masuk! Laper nggak kita bikin makan yuk?!"

Arini dan Amel segera masuk. Mereka langsung terlibat percakapan menarik ala gadis-gadis seusianya. Melupakan ketakutan Amel, melupakan firasat aneh yang Amel rasakan setelah kepergian Luna.

Mereka tidak menyadari, sesosok bayangan memperhatikan keduanya dari salah satu jendela kamar. Kamar gelap yang tak tersentuh oleh Amel. Kamar yang selalu dalam posisi terkunci.

Sosok berambut panjang berpakaian putih itu terkikik, selimut lusuh bernoda darah ada dalam pelukannya. Sosok itu bergerak gerak seperti sedang menimang bayi. 

Tangannya yang menghitam dihiasi kuku panjang mengusap lembut sosok lain dalam gendongannya. Bayi berlumuran darah dengan tali pusat masih menempel di perutnya. Bayi itu diam tak bergerak dengan wajah membiru.

Tak Lelo Lelo Lelo ledung

………….

Anakku sing bagus rupane

…………

Tembang Jawa mengalun lirih dari mulut mengerikan sosok wanita itu, menidurkan bayi bajang dalam pelukannya. Senyum mengerikan menghiasi bibirnya yang hitam mengelupas dengan noda darah yang menghiasi sudut bibir.

Yang terdengar selanjutnya hanyalah suara cekikikan panjang yang meremangkan bulu kuduk.

Terpopuler

Comments

Isnaaja

Isnaaja

kayanya luna sama asih ada hubungannya deh

2022-10-28

5

Fitri wardhana

Fitri wardhana

waduhh serem amat kk

2022-10-24

2

Viandra Kencana

Viandra Kencana

iiiiiihhhh serem

2022-10-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!