Luna atau Asih?

Mobil Luna dan Ardi bergerak menjauh dari rumah kost nya, mereka menuju ke suatu tempat di pelosok pedesaan. Luna sesekali menengok ke arah kaca spion. Ia memastikan tidak ada yang mengikutinya.

"Apa semuanya sudah dibawa?" Ardi membuka percakapan dengan Luna yang sedari tadi diam membisu.

"Hhm," Luna enggan menjawab, matanya mengedarkan pandangan ke sisi kanan dan kiri jalanan, pepohonan besar yang rindang mulai mendominasi.

"Mereka sudah dibawa ke tempat kita?" Luna balik bertanya pada Ardi.

"Sesuai perintahmu!"

"Hhh, bagus! Aku tidak sabar lagi ingin melihatnya!" Senyum mengerikan muncul di wajah ayu Luna. Sorot matanya berubah, ada kebencian yang jelas terlihat disana.

Mobil berhenti di pom bensin untuk mengisi bahan bakar karena perjalanan masih panjang. Luna turun dari mobil dan hendak ke kamar mandi, tanpa sengaja ia bertabrakan dengan seorang ibu.

"Eeh, maaf mbak!" Ibu itu langsung memohon maaf pada Luna tapi Luna hanya meresponnya dengan senyuman.

"Tunggu, kamu Asih kan? Anaknya Bu Aminah?" Pertanyaan ibu tua itu menghentikan langkah Luna. Ia berbalik ke arah si ibu tua yang menabraknya tadi.

"Maaf?"

"Kamu, kamu Asih kan? Ibu masih kenal wajah kamu! Saya Bu Ani, masih ingat saya kan?!" Ibu tua itu kembali lagi bertanya seraya menghampiri Luna yang kini menatap sang ibu dengan tak suka.

"Ehm, maaf ibu salah. Nama saya Luna, dan saya nggak kenal sama ibu. Mungkin wajah kami mirip," Luna berusaha menjawab dengan sopan, tapi tangan di dalam jaket mengepal menahan rasa terkejutnya.

Ibu tua itu memperhatikan wajah Luna dengan seksama, segaris senyum kecewa muncul kemudian.

"Oh, maaf mungkin saya memang salah. Kamu mirip sekali dengan Asih."

Luna hanya merespon dengan senyum dan segera pergi menjauhi si ibu masuk ke toilet. Ia berdiri di depan kaca besar, tangannya menggenggam erat wastafel.

"Bu Ani, maaf … tapi sebaiknya Bu Ani tidak kenal saya!" Suara Luna bergetar, bulir air mata jatuh perlahan seiring dengan isakan lirih yang terdengar menggema di toilet.

Yah, Bu Ani tidak salah mengenali dirinya. Asih yang dimaksud bu Ani memang dirinya. Luna adalah Asih.

Bu Ani tidak mungkin salah mengenalinya, sejak Asih kecil Bu Ani lah yang diam-diam mengirimkan makanan untuknya. Bu Ani juga yang merawatnya dengan tulus meski tanpa sepengetahuan suaminya. Asih yang hidup sebatang kara mencuri hati Bu Ani yang tidak memiliki anak perempuan.

Mereka hilang kontak setelah Asih diambil sang paman untuk ikut bersamanya. Sejak itu Asih begitu merindukan Bu Ani, sosok keibuan yang ikhlas merawatnya.

"Aku adalah Luna!" 

Luna menatap tajam pantulan dirinya di cermin. Ia menegakkan kepala, menyisir rambutnya ke belakang, dan menyeringai.

"Asih sudah pergi, dia mati!"

"Kau benar, Asih sudah mati! Kau adalah Luna, jangan risaukan masa lalumu! Aku akan membantumu mewujudkan impian dan membalaskan dendammu pada mereka!" Suara tanpa wujud terdengar berbisik di telinga Luna. 

Luna tertawa kecil, tangan pucat berkuku hitam panjang menyentuh bahunya. Sosok wanita dengan wajah sedingin es muncul dalam cermin. Ia berdiri di belakang Luna.

"Jangan lupakan perjanjian kita cah ayu,"

"Huh, kau selalu datang menagih janji! Bantu aku menyelesaikan mereka baru aku akan memberimu tumbal lagi!" Luna menatap sosok itu tanpa takut. 

"Tentu saja, tapi jangan sampai kau terlambat memberikannya padaku. Karena jika kau terlambat sedikit saja …,"

Sosok astral itu tidak melanjutkan perkataannya, ia melayang memutari Luna dan berhenti tepat di depannya. 

"Tubuhmu, akan menjadi penggantinya!" 

Sosok itu berbicara tepat di wajah Luna, wajahnya nya berubah mengerikan dengan gigi tajam penuh darah menyeringai. Luna hanya menatap si makhluk dunia lain itu dengan datar. Tak ada ketakutan dari wajahnya. Hatinya sudah beku dan mati sejak perjanjian itu dibuat.

Aku tidak akan membiarkan tubuhku menjadi pengganti untukmu makhluk jelek!

Sosok wanita itu menghilang seiring dengan masuknya wanita lain dalam toilet. Luna membasuh wajahnya dengan air dan segera keluar menuju mobil, Ardi gelisah menantinya.

"Lama banget? Ada masalah?" tanya Ardi sesaat setelah Luna masuk mobil dan memasang seat belt nya.

"Hhm, sedikit tapi aku bisa atasi kok! Ayo jalan!"

Mobil yang dikendarai Ardi pergi meninggalkan pom bensin, Luna tidak menyadari Bu Ani yang memperhatikannya dari kejauhan.

"Aku tidak mungkin salah mengenali Asih," 

"Bu, ayo kita pergi?! Mau menunggu siapa, malam semakin gelap dan perjalanan kita masih panjang." Suara lembut menyapa Bu Ani membuyarkan perhatiannya pada mobil Luna yang kini telah menghilang dari pandangan.

"Le, apa kamu ingat Asih?" Bu Ani seketika menatap wajah Aris putranya yang kini menggamit lengan Bu Ani menuntunnya menuju mobil.

"Asih? Ya, masih ingat sedikit. Kenapa Bu?" Aris mengernyit karena nama yang ditanyakan ibunya itu, sudah lama sekali menghilang dari desa.

"Ibu bertemu dengannya tadi, tapi … ada yang aneh dari anak itu," Bu Ani mengenang pertemuannya.

"Ibu yakin? Mungkin hanya mirip Bu, Asih sudah lama meninggalkan desa. Kata pamannya Asih kabur entah kemana."

"Itu dia le, ibu yakin gadis tadi itu Asih. Ibu paham wajahnya, dan ibu … merindukannya Le, kasian anak itu." Bu Ani muram, teringat penderitaan Asih kala itu.

Asih yang hidup sendiri terkadang pulang dalam kondisi babak belur. Pakaian seragamnya seringkali sobek dan kotor. Bu Ani selalu ada disamping Asih, menghiburnya dan mengobati luka-lukanya. Setiap Bu Ani bertanya Asih hanya tersenyum dan tidak menjawab. Ia selalu berkilah jika terjatuh.

Bu Ani bahkan sempat menangis saat suatu hari melihat Asih tersungkur dipinggir jalan desa. Wajah cantiknya penuh luka, roknya sobek dan kemejanya pun tak karuan. Bu Ani mendekapnya dengan penuh kasih sayang dan membiarkan Asih menangis sejadi-jadinya.

"Aku tidak mungkin salah mengenalinya. Setiap lekuk wajah dan tubuhnya aku hafal. Anak itu adalah Asih."

Aris mengusap lembut tangan ibunya. Ia tahu ibunya itu begitu merindukan Asih. Gadis cantik yang dulu juga sempat mengisi hatinya. Yah, Aris sebenarnya jatuh hati pada Asih tapi dulu ia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Sikap yang hingga kini ia sesali. 

Andai dulu aku pemberani, mungkin kini kau sudah jadi istriku Asih!

Terpopuler

Comments

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

lanjutt

2023-07-31

0

Namika

Namika

maknya.. gercep biar gk nyesel

2022-09-11

2

Denisa

Denisa

makasih kak lia up nya,

2022-08-31

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!