Kesalahan Pertama Asih

Desa terpencil di kaki gunung itu sontak terkenal dengan penemuan dua mayat di tepi sungai yang menggemparkan. Pemberitaannya bahkan menghiasi tagline utama koran lokal. Desa yang semula adem ayem tanpa gejolak berarti kini menghangat.

Timbul berbagai spekulasi yang berkaitan dengan kemunculan mayat tak utuh itu. Desas desus yang beredar membuat warga desa resah. Berita simpang siur ditambah dengan bumbu-bumbu penyedap dari mulut ke mulut semakin membuat para warga dilanda kecemasan.

"Kejadian kemarin beneran ngeri yo War!" Imam meneguk kopi pahit miliknya lalu menyesap rokok kretek di tangannya dalam-dalam.

"Iyo Mam, baru kali ini ada kejadian aneh yang mengerikan begitu di desa kita!"

"Menurutmu kira-kira mereka dibunuh atau dimangsa makhluk buas sih! Aku kok merinding War, ngeri bayangke mayat-mayat itu kemarin!" Imam kembali bertanya, matanya membulat sempurna saking seriusnya bicara.

"Podho Mam, aku yo ngeri mayatnya kok bisa patah-patah begitu? Mana ada yang kebelah segala perute!" Wardi bergidik ngeri membayangkan kondisi mayat yang ditemukan kemarin.

"Heh, Kowe piye to War? Namanya mayat kebelah perute kan bisa karena dimangsa hewan! Lupa kamu sama lolongan anjing hutan yang tiap malam kedengaran!" Imam menjawab dengan mulut penuh jajanan manis berwarna hijau muda.

"Iyo juga sih, tapi yang bikin heboh lagi tuh si Eman! Ngapain dia teriak bayi bajang segala?!"

"Lha ya mbuh Mam, jenenge wae wong edan! Pikirane kan kemana mana, apalagi dia dulu itu ngelmu nya nggak tuntas!"

Mbok Kar sedari tadi hanya diam mendengarkan pelanggan setianya itu bercerita. Terbesit kekhawatiran dalam benaknya, kejadian ini pasti akan berdampak pada pendapatan warung kecilnya.

Warung mbok Kar biasanya dibuka sampai hampir tengah malam, menemani dan menyediakan makan dan minum ala kadarnya sekedar pengganjal perut ataupun teman mengobrol warga. Insiden mengerikan kemarin jelas akan membuat warga desa ketakutan keluar rumah di malam hari.

Warga desa percaya jika ada salah satu warga yang meninggal tak wajar maka seluruh desa akan dihantui oleh roh gentayangan. Arwah mereka yang mati tak wajar akan berkeliaran hingga empat puluh hari ke depan.

"Kalian nggak ronda? Ini sudah jam berapa, kok nggak muter?" tanya mbok Kar sembari meletakkan kembali sepiring pisang goreng ke hadapan keduanya.

"Nanti mbok, tunggu pak Hansip sama warga lain dulu! Kita agak ngeri mau muter berdua tok, takut!" jawab Imam yang kembali mencomot pisang goreng hangat.

"Iya mbok ngeri kita, hawanya rada-rada aneh! Kamu ngerasain juga nggak sih Mam?!" Wardi mengusap tengkuknya, ia celingukan melihat ke kanan dan kiri.

"Iya, aku juga sama War, ini kalo nggak ada temen kita balik aja yuk! Serem!" Jawaban Imam direspon anggukan Wardi.

Suasana malam memang sedikit mencekam apalagi kabut tipis kembali turun setelah hujan ringan melanda seharian. Di sekitar warung mbok Kar hanya ada beberapa rumah warga yang diterangi lampu bohlam ukuran lima watt. 

Jalan desa juga hanya diterangi lampu jalan dengan jarak yang lumayan jauh, hingga sebagian jalan didominasi gelapnya malam. Warga biasanya membawa senter atau lampu petromak untuk membantu menerangi jalan. 

Lolongan anjing hutan terdengar memecah keheningan malam. Bersahutan seolah menyuarakan kekuasaannya di malam hari. Binatang malam yang selalu berjalan dan mengintai mangsa di saat malam menjelang mulai bermunculan.

"Tuh kan kedengaran lagi Mam, ini hansip mana sih nggak keliatan juga batang hidungnya!" gerutu Wardi, ia berdiri celingukan melihat ke arah rumah-rumah warga yang ada di seberang.

"Mbok, tutup aja warungnya! Apa nggak takut nanti cuma berdua sama Sumini!" Imam memberi saran pada mbok Kar yang sedang menonton televisi tua miliknya.

Mbok Kar dan dua orang pemuda itu kembali mendengar suara lolongan anjing kali ini  terdengar lebih memilukan. Seketika bulu kuduk mereka merinding.

"Iya wes aku tak tutup wae, kok medeni suasana ne yo Mam!"

"Tuh kan apa saya bilang, sini tak bantune nutup warung! Abis ini mbok nggak usah keluar-keluar tidur aja sama Sumini!" Imam segera membantu mbok Kar dengan memasukkan barang dagangan ke dalam warung.

Usai membantu Mbok Kar, Imam dan Wardi memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Mereka urung berkeliling bersama pak Hansip. Lolongan panjang yang menggidikkan bulu roma kembali terdengar. Kelebatan bayangan hitam melintas di area hutan. Berpasang mata merah mengintai dari balik pohon menanti kedatangan mangsa baru.

*****

"Bodoh! Apa kamu nggak tahu ada yang lihat perbuatanmu Asih?!" Suara gebrakan meja disertai lengkingan tinggi dari Bu Lasmi terdengar hingga ke ruang tamu.

"Kamu begitu ceroboh! Dia, dia pasti melihatmu malam itu!" Bu Lasmi kembali berteriak.

Dihadapannya Asih hanya terdiam mematung, matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan. Tangannya mengepal hingga bergetar.

"Aku tahu! Nggak perlu ngomel gitu Bu!" Asih menjawab dengan lirikan mata tajam pada Bu Lasmi.

"Kalau kamu tahu terus kenapa kamu biarkan ada saksi?! Sekarang gimana? Gimana cara kita bungkam mulut si Eman!"

"Halah, jangan dibikin pusing! Semua orang sudah tahu kalau si Eman itu gila! Nggak akan ada yang nganggap kalo bayi bajang yang dimaksud itu salah satu dari perewangan aku, Bu!" Asih mencari pembenaran atas kesalahannya.

Bu Lasmi hanya bisa membulatkan mata sempurna lalu berdecak kesal. "Terserah kamu, tugas ibu hanya sampai tumbal ketujuh! Selebihnya semua tanggung jawab kamu dan juga orang sewaan kamu itu!"

Bu Lasmi yang kesal meninggalkan Asih sendiri. Asih termenung, matanya terpejam, tangannya menyisakan tremor ringan.

"Kau ceroboh!"

Suara serak dan parau menyapanya. Tangan dingin dengan kuku panjang kehitaman bertengger di kedua bahu Asih. Wajah menyeramkan dengan mata kemerahan yang mengerikan di padu rambut kusut masai, muncul berbisik di telinga Asih.

"Kita harus membunuhnya! Tidak akan ada yang tahu kejahatanmu!"

Asih membuka matanya perlahan, ia melirik tajam pada sosok jin wanita yang sedang berbisik padanya.

"Dia benar-benar melihatku? Kalau begitu abisi dia segera!" perintah Asih padanya.

"Tentu saja, tapi ingat! Itu berarti kau kehilangan satu kesempatan dari lima yang tersisa!"

"Aku tidak peduli, habisi dia! Tidak boleh ada saksi! Kirim dia ke neraka bersama yang lain!" Gigi Asih bergemeletuk menahan amarah, kepalan tangannya menghantam meja makan.

"Keinginanmu adalah perintah bagiku!"

Sosok itu tersenyum lebar lalu perlahan menghilang dalam kegelapan. Asih menyeringai bengis dan tertawa. Tawa ganjil yang begitu keras, dari kejauhan Ardi mengintip Asih. Ada ketakutan di wajahnya, ia gemetar apalagi melihat sosok makhluk menyeramkan di belakang Asih.

"A-asih? Apa dia juga akan membunuhku? Ti-tidak aku orang kepercayaan Asih, dia tidak akan bisa berbuat banyak tanpa bantuan ku!" Ia bergumam lirih, keringat membanjiri tubuhnya yang gemetar.

"Aku harus mencari jalan agar dia tidak bisa melukaiku! Aku harus mempunyai sesuatu sebagai jaminan keselamatan diriku sendiri!"

Ardi membulatkan tekad meski ia ketakutan. Ardi beranjak pergi untuk menuju suatu tempat. Gudang tua di belakang rumah.

"Aku harus membuat Asih percaya padaku! Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri! Dia pasti bangga dengan apa yang kubuat!"

Terpopuler

Comments

Astiah Harjito

Astiah Harjito

Kesuwen

2022-09-08

5

αʝιѕнαкα²¹ᴸ

αʝιѕнαкα²¹ᴸ

ini Eman saudaranya Bambang bukan? 🥱

2022-09-08

11

Ali B.U

Ali B.U

🆙-nya klamaan aku harus ngulang baca dari atas baru paham.,

2022-09-08

9

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!