"Selamat datang kembali, saudariku tersayang " ujar seorang wanita muda di dalam rumah yang berbicara tanpa menoleh pada Andhira, ia justru sibuk dengan pelayan yang memakaikan cat kuku di tangannya
"Amita, dimana mama mu? "Ujar Aditiya selaku ayah dari Andhira dan Amita
"Mama, sedang istirahat di dalam kamarnya" Ujar Amita sambil terus memperhatikan cat kuku tangannya
"kamu, cepat panggil nyonya Alin sekarang juga ke sini " Ujar Aditiya kepada seorang pelayan yang sedang melayani kegiatan Amitha
"Pergilah sana, laksanakan perintah papa, panggil mama segera " ujar Amitha kepada pelayan tersebut
"Baik nona, baik tuan " ujar pelayan tersebut dan segera pergi menuju kamar Alin
Andhira masih berdiri mematung di ruangan tersebut sementara Aditiya sudah mulai merebahkan tubuhnya di atas kursi, dan Amitha tidak beranjak sama sekali dari duduknya dan masih sibuk dengan aktifitas cat kukunya
Seorang pelayan wanita datang membawa kursi kayu mendekati Andhira dan meminta nona muda nya itu untuk duduk dan berisitirahat,
Andhira mengikuti permintaan pelayan tersebut dan meluruskan kakinya untuk istirahat sejenak
Betapa lelahnya perjalanan jauh menuju rumah yang bagaikan neraka untuk Andhira ini
"awhwhhhh,,,, " keluh Andhira tiba tiba ketika sebuah vas bunga terjatuh dan melukai kakinya hingga berdarah
Amitha dan Aditya segera menoleh ke arah sumber dari vas bunga itu, dan terlihat Alin berjalan dengan santainya menuju ke arah mereka tanpa sedikitpun rasa bersalah di hatinya telah melukai anak tirinya itu hingga berdarah tanpa alasan khusus
"kenapa Andhi, apa sakit hingga teriak begitu? kau tidak berhak berada di dalam rumah ini, apalagi duduk di dalam rumah ini" ujar Alin menghampiri Andhira
"Kalau tidak berhak, kenapa harus di jemput paksa kembali ke rumah ini!" jawab Andhira
"Berhentilah kalian bertengkar, Alin segera urus semuanya, aku muak dengar ucapan Andhi sejak dari rumah kakek tua bangka itu " ujar Aditiya yang segera pergi meninggalkan anak dan istrinya itu
"Percaya diri sekali kamu Andhi !" ujar Amitha dengan sindirannya
"Anak sialan, mana kunci ruangan di koridor x yang ibu mu simpan, berikan segera dan kamu segera keluar dari rumah ini " ujar Alin
"kunci ? " tanya Andhira dengan bingung, karena semasa hidup ibunya sama sekali tidak memberikan Kunci kepada Andhira
"Jangan berlagak culun dan pura pura, semua hal di dalam rumah ini bukan hak kamu, jadi segera serahkan kunci itu, maka kami bisa terbebas, atau kamu lebih suka kembali ke pagar jeruji sel tahanan lagi seperti dulu " ujar Alin
"Saya tidak pura pura, karena memang ibu tidak memberikan saya kunci apa pun, tidak percaya geledah saja kamar saya di rumah kakek!" ujar Andhira dengan geramnya apalagi dengan ucapan Alin yang mengingatkan kenangan buruk nya tentang tragedi kecelakaan itu yang merenggut nyawa seseorang dan Andhira terjebak dalam sel tahanan dan berjuang seorang diri untuk keluar dari jerat hukum dan pengadilan
"Mama, aku punya cara untuk membuka mulutnya" ujar Amitha disertai dengan kerlingan mata dan senyum sinisnya
"Baiklah katakan apa cara itu?" tanya Alin
Amitha kemudian membisikan sesuatu di telinga mamanya sambil sesekali menatap Andhira
Andhira yang merasakan sakit di kakinya tidak perduli dengan ucapan ibu dan anak itu, hingga akhirnya tanpa sadar tubuh Andhira di tarik paksa oleh bodyguard ibu tirinya itu
"Lepaskan!" teriak Andhira sambil memukul tangan bodyguard ibu tirinya
Kekuatan yang tidak sebanding, meskipun meronta dan berteriak tidak ada satu pun yang membantunya lepas, hingga akhirnya Andhira di lemparkan di sebuah ruangan, yang jauh dari Rumah utama keluarga Aftan
krekkkk pintu ruangan itu di kunci dari luar
"ya Dewa, apalagi yang akan terjadi ?" gumam Andhira yang sudah sangat lelah menghadapi keluarga nya ini
"Ibu, kunci apa yang mereka maksud, sementara ibu hanya memberikanku sebuah kalung dan harmonika " batin Andhira
"Ma, kenapa tidak dobrak saja pintunya? jadi gak harus repot repot segala ambil kunci dari Andhi " tanya Amitha
"Dibalik pintu kayu itu ada brankas besi, itu lah yang tidak bisa di dobrak !" ujar Alin
"Brangkas besi? pintar juga mereka menyimpannya " ujar Amitha
" Amitha, kondisi perusahaan papa mu sedang tidak baik, di tambah dengan menghilangnya tunangan Andhira dan berakibat batalnya perjodohan itu, mengakibatkan makin terpuruknya pengaruh kekuasaan papa" jelas Alin
"akhh, ibu tunangannya Andhira menghilang entah kemana mungkin juga sudah tidak bernyawa, bukankah kita tahu bagaimana persaingan sesama saudara itu, ibu jodohkan saja Andhira dengan adiknya, " usul Amitha
" Amitha, itu sudah pernah di sampaikan oleh papa mu ke mereka, dan apa kau tahu apa jawaban dari mereka, jika perjodohan berlanjut, mereka meminta kamu yang menggantikan posisi Andhira " jelas Alin
"APA!!!" teriak Amitha
"iya Amitha, mereka menolak Andhira dengan alasan tidak ingin mempunyai menantu seorang pembunuh " jelas Alin
"mama, aku tidak mau dan tidak sudi masuk ke keluarga itu, no no no no " ujar Amitha
"Itulah sebabnya kita harus dapatkan kunci brankas itu, agar perusahan papa kamu bisa kembali lagi, ayolah pikirkan bagaimana caranya Andhira menyerahkannya" jelas Alin
Keesokan paginya Alina dan Amitha masuk ke ruangan tempat Andhira di kurung
"oh saudariku tersayang, apa kau nyaman bermalam kembali di vila keluarga kita ini?" ujar Amitha mendekati Andhira
"cihhh, apa mau kalian lagi ?" sindir Andhira
" Tentu saja kunci itu !" tegas Alin
"sudah berkali kali saya bilang, ibu tidak memberikan saya kunci apa pun" ucap Andhira
"pengawal, ikat dia di kursi itu !" perintah Alin
segera bodyguard Alin mengunci tubuh Andhira di atas kursi, yang meskipun memberontak Andhira tidak mampu
"Katakan dimana kunci itu, atau kamu akan mendapat sentuhan dari cambuk ini !" ancam Alin
"kalian tidak berubah sama sekali, setelah membuang saya, kini meminta kunci kepada saya dengan sebuah ancaman, dan aku bersyukur karena ibu tidak memberikan kunci apa pun kepada saya, sehingga kalian tidak akan mendapatkan apapun !" tegas Andhira
plakkkk
sebuah tamparan keras mendarat di pipi Andhira, dan bukannya merintih, Andhira malah semakin tertawa menerima hukuman dari ibu tirinya itu
Beberapa kali cambuk itu menggores tubuh Andhira, iya tetap tidak bergeming atau goyah dengan pendiriannya bahwa tidak ada kunci yang ia tahu, karena memang Andhira tidak pernah menerima kunci, akan tetapi Alin dan Amitha tidak mempercayai hal tersebut sama sekali
"Dewa, mereka tidak berubah sama sekali, masih suka menyiksa saya, dan kau ayah kandung ku sendiri masih menutup mata akan tindakan mereka selama ini terhadapku, Andra dimana kamu saat ini, datanglah dan bawa aku pergi " batin Andhira dalam keadaan makin lemah dengan berbagai goresan cambuk di tubuhnya yang tidak henti dengan pertanyaan yang sama tentang kunci brankas milik ibunya Andhira
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments