Lira mengemasi barang - barangnya dengan hati yang tidak iklas, bahkan adiknya sudah memintanya untuk tidak berangkat, namun dia tetap harus berangkat karna dia sudah berjanji pada Radith. Ah lelaki itu, Lira sudah salah menyangkanya sebagai pria baik berdarah hangat. Nyatanya dia sangat dingin dan tidak suka penolakan. Lira sangat membenci hal itu.
"Bosnya Mba Liora kok kejam banget sih Mba? Padahal kan bisa tuh semua yang dia kasih diganti pelan - pelan. Apa jangan - jangan dia bakal celakain Mba? Kalau sampai gitu, mending Aku aja Mba yang maju buat bela mba, aku patahin kepala dia," ujar adik Lira saat Lira menutup koper pemberian Radith.
Lelaki itu tak memintanya membawa banyak karna dia akan memberikan uang untuk Lira belanja di negara itu. Hal itu tentu menguntungkan Lira meski dia sedikit ragu. Bagaimana jika Radith nantinya malah masukkan semua itu ke daftar hutang sampai akhirnya dia tak bisa melunasi semua? Akhirnya malah dia yang dijual untuk melunasi itu.
"Udah, kamu gak usah pikirin itu. Biar Mba yang urus, Mba kan gak bisa ditindas, Mba bisa bela diri. Kamu juga harusnya berterima kasih karna dia bantu kamu buat sekolah, kasih kita tempat tinggal yang layak. Kamu harus bersyukur," ujar Lira pada adiknya. Adiknya tidak bisa menerima itu, namun dia juga tak bisa membantah.
"Kalau Mba pergi terus aku jadi anak yang nakal atau berandalan gitu gimana? Gak usah pergi lah Mba, minta kerjaan lain, biar orang lain yang jagain Luna Luna itu, itu kan bukan urusan Mba. Ya Mba ya?" Adik Lira tahu dia tak bisa hidup tanpa kakaknya dan hanya Lira yang dia punya di dunia ini.
"Mba tahu, tapi kamu itu udah besar,masak kamu selamanya mau ngumpet di punggung Mba terus? Anggap aja ini buat pelajaran kamu hidup sendiri. Toh kamu gak usah masak, kan ada catering tiap hari," ujar Lira yang diangguki oleh adiknya.
"Mba tapi gak lama - lama kan Mba? Aku gak tahu bisa betah apa Enggak loh di rumah ini. Kalau nanti aku gak betah karna gak ada Mba, aku mau pindah ke kontrakan aja, nanti Mba kirim uang buat bayar kontrakannya," ujar Adik Lira yang membuat gadis itu tersenyum cukup lebar.
"Aneh kamu, masak kamu gak betah tinggal di sini dan malah minta tinggal di Kontrakan? Udah jelas di sini lebih luas, lebih bersih, ada TV, ada AC, Kipas angin, masak kamu malah betah tinggal di Kontrakan kita?" tanya Lira yang dijawab gelengan kepala oleh adiknya, jawaban yang membuat Lira menjadi bingung.
"Kodrat manusia itu sebagai makhluk sosial Mba, nah kalau aku hidup di sini, aku mau bersosial sama siapa? Kalau aku bawa teman, bakal bahaya juga kan buat kita? Enakan di kontrakan kalau gitu mah," ujar adik Lira yang melihat semua kemewahan ini dari mata yang lain, hal yang tak disadari oleh Lira.
Banyak orang berpikir mengumpulkan uang dan hidup mewah adalah hal yang terbaik, namun di atas itu semua, hidup bersama orang lain dengan nyaman jauh lebih membuat kebahagiaan itu nyata adanya.
"Udah, kamu gak usah mikir apa - apa. Jalani aja dulu, nanti kalau kangen ya tinggal Vidcall aja sama Mba. Jangan kayak gini dong, kan bikin Mba gak tenang ninggalin kamu sendiri," ujar Lira dengan wajah yang cemberut.
"Iya deh iya, Mba semangat kerjanya. Kalau tuh cewek yang namanya Luna macam - macam atau bikin repot, Mba kurung aja di gudang, terus laporin ke bosnya Mba kalau dia baik - baik aja. Kan gak ada yang tahu. Ya kan? Ya Kan?"
Lira tertawa melihat bercandaan itu, dia bahkan tak pernah berpikiran jahat dan akan melakukan hal buruk untuk Luna, namun ternyata malah adiknya yang memiliki ide itu. Lira tak akan melakukannya, dia tak akan menyakiti Luna yang tidak setara dengannya.
"Kalau dia jago bela diri, pasti Mba ngajakin dia gelud. Tapi dia gak bisa apa - apa, Mba jadi kasihan kalau mau nyakitin dia. Mungkin karna itu Mba diminta buat jagain dia, Mba kan bisa.melakukan banyak hal, berkebalikan sama dia," ujar Lira yang tidak disetujui oleh adiknya.
"Kalau menurut Aku nih ya Mba, karna bosnya Mba itu udah percaya sama Mba Liora, jadi dia kirim Mba Liora bukan orang lain. Mungkin dia ngerasa dekat sama Mba Liora, jadi dia tahu Mba Liora bisa jagain dan jadi teman tuh cewek sekaligus," ujar Adik Lira yang membuat Lira tersenyum kecut.
"Percaya sama Mba bagaimana? Itu karna Mba yang paling cepat menghafal sesuatu, dia kan urgent banget buat ngirim orang, jadi dia suruh mba hafalin bahasa Korea yang sebegitu pusingnya dan ngirim Mba ke negara itu. Itu mah karna dia mau nguntungin diri sendiri aja," ujar Lira yang sebenarnya sedikit sakit dengan mengetahui fakta itu.
"Ngapain repot - repot nyuruh Mba? Dia bisa aja minta translator buat ngelakuin itu. Apalagi Wilkinson itu perusahaan besar, masak mereka gak punya orang kepercayaan di negara itu? Pasti ada dong," ujar adik Lira yang tidak disetujui oleh Lira, Lira tahu alasan Radith melakukan itu semua.
"Dia itu mau ngirim Mba tanpa orang di perusahaan Wilkinson tahu, dan lagi pula.." Lira tidak bisa melanjutkan perkataannya. Mana mungkin dia bilang jika Radith ingin mengirimnya jauh agar Lira tidak menyukai Radith? Hal itu tentu akan membuat Adik Lira menjadi marah dan kepikiran tentang nasibnya yang dibuang oleh bos sendiri.
"Mba mau siap siap dulu, sore ini Mba harus ke rumah Luna, terus nanti langsung berangkat ke Korea. Kamu jaga rumah hati hati ya, Gak usah jadi anak yang nakal, sekolah yang benar dan jangan kecewakan Mba yang udah berkorban banyak buat kamu." Lira mengatakan itu dengan mata yang berkaca, namun tidak dengan Adiknya.
"Mba? Mba pasti bakal balik kan? Kok Mba titip pesannya kayak Mba gak bakal balik lagi ke Indonesia sih? Gak mau tahu pokoknya Mba harus pulang, paling lama di sana satu sampai dua tahun aja, gak usah lama - lama, Indonesia itu indah, Mba pasti menyesal kalau gak pulang."
"Halah sok sok an bilang Indonesia Indah, tapi kalau liburan selalu ngomong pengen ke Singapura, gak pernah tuh kamu minta ke Bali atau Lombok, padahal lebih indah loh alamnya," ujar Lira yang membuat adiknya terkekeh, memang dia sudah lama memimpikan pergi ke negeri singa berbadan ikan itu.
"Ya kan biar keren gitu mba, punya passport, Bisa foto sama Singa, Bisa ke Universal Studio juga. Di Indonesia itu kan gak ada yang begitu," ujar Adik Lira membela diri, hal itu tak ditanggapi lagi oleh Lira, Lira lebih fokus untuk menyelesaikan Packing agar dia bisa menata mental untuk perjalanan jauh.
"Ini pertama kalinya Mba pergi ke luar negeri. Mba takut naik pesawat, kalau nanti jatuh gimana?" tanya Lira yangembuat adiknya berdecak. Bahkan adiknya itu sangat ingin pergi menggunakan pesawat, namun karna keadaan, dia tak pernah bisa melakukan itu semua. Uang darimana? untuk makan saja susah.
"Gak usah kayak orang susah Mba, kalau nanti misalnya nih jatuh, ya Mba tinggal berenang aja. Kalau gak nanti Mba lompat, biar jatuhnya balapan sama pesawat, cepat cepatan gitu sampai ke laut," ujar adiknya dengan nada bercanda, namun Lira yang sedang takut tak bisa menangkap humor itu. Lira menepuk pundak adiknya cukup keras karena kesal.
"Mba udah selesai Packing. Sekarang Mba harus pergi ke rumah Luna. Kamu ingat semua pesan Mba, Mba berangkat dulu," ujar Lira yang kemudian memeluk adiknya cukup lama. Lira melepaskan pelukannya dan langsung keluar dari apartemen itu. Di luar, sudah ada orang yang menunggunya dan bahkan membukakan pintu untuknya.
"Nona silakan masuk, kami diutus oleh tuan muda Radith untuk mengantar Nona ke rumah Nona Muda Lunetta. Kami diberi pesan agar Luna tidak mengungkapkan jati diri atau pun menyebutkan nama Tuan Muda Radith sedikitpun. Silakan Nona," ujar Supir itu yang diangguki oleh Lira. Lira masuk ke dalam mobil sementara barang - barangnya masuk ke bagasi.
Mereka sampai ke sebuah rumah, tidak, sebuah istana yang sangat megah. Bangunan berlantai empat dengan halaman yang mungkin bisa untuk acara lamaran sekaligus dengan panggung organ tunggal yang biasa Lira datangi jika kerabatnya menikah. Lira tahu Luna anak orang kaya, namun siapa sangka ternyata Luna sudah seperti anak sultan.
"Lira! Lo udah datang? Selamat datang di rumah Gue. Ayo masuk dulu, nanti malam kita berangkat ke Korea biar di pesawat bisa tidur aja. Kamu bawa apa aja?" tanya Luna yang menggandeng tangan Lira sementara orang suruhannya membawakan koper Lira untuk masuk ke dalam rumah. Lira tak begitu menangkap apa yang Lu a katakan karna matanya menelusuri tiap sudut rumahnya.
Lira kembali pada fokusnya saat belasan pelayan berbaris rapi di hadapannya. Dia seperti disambut di rumah ini, padahal dia bukanlah presiden atau seorang ratu, namun mereka memperlakukan Lira dengan sangat baik dan sopan. Lira sampai cengo dan canggung sendiri karna mereka.
"Mereka semua itu pelayan di sini. Yang di sini bagian di lantai 1, ini lantai dua, ini lantai 3, ini lantai empat. Yang paling susah yang lantai 3, soalnya kamar Gue ada di lantai 3, berantakan terus." Lira menganggukan kepalanya dan mengikuti Luna yang berjalan ke arah lift.
"Lah terus lantai 1 sama lantai 2? Lantai 4 juga buat apaan?" tanya Lira penasaran. Baru kali ini dia menaiki lift di sebuah rumah. Biasanya dia naik benda ini saat pergi ke Mall. Bahkan Luna memilikinya di rumah ini. Mengapa Luna malah memilih untuk pergi ke luar negeri dibanding istana ini?
"Kamar di lantai satu buat Daddy sama kalau ada tamu, di lantai dua buat bang Jordan. Tapi bahkan mereka udah punya rumah sendiri - sendiri. Bang Jordan di setiap tempat punya rumah, soalnya dia nomeden. Kalau Daddy rumah utama di Inggris. Kapan - kapan Gue ajak Lo ke sana. Di sana ada kembaran gue juga."
"Hah? Lo kembar? Wah gue baru tahu. Ah, jadi Lo pindah karna Lo ngerasa sepi ya? Lo pengen nyari rumah dan suasana yang baru gitu?" tanya Lira yang membuat Luna menggelengkan kepalanya. Bukan itu alasan utama Luna pergi dari negara ini, bahkan dia sudah memberitahukan pada Lira.
"Ah, Gue paham. Maaf udah bertanya. Eum, jadi Lo udah packing semua? Ada yang perlu gue bantuin gak? Atau Lo mau beli keperluan apa dulu gitu?" tanya Lira yang dijawab gelengan kepala oleh Luna. Luna sudah memiliki semua di Korea, dia hanya perlu membawa Pong Pong dan benda penting lain.
*
*
*
Malam tiba, Luna dan Lira sudah berdiri di bagian pengecekan dan mereka tidak diantar satu orang pun. Karna memang Niat Luna dari awal adalah 'kabur' dari semua hal yang adai di Indonesia. Dia ingin memulai hidup baru tanpa diketahui siapapun. Luna tak tahu saja mata dan telinga Radith ada di sisinya saat ini.
"Selamat Tinggal Indonesia, semoga banyak hal lain di dunia sana dan kebahagiaan menanti Kami berdua."
Itulah kata kata terakhir Luna sebelum pesawat lepas landas meninggalkan bandara dan melakukan perjalanan menuju negerinya para Oppa tampan.
*
*
*
*
Jangan Lupa Like, Comment, Subcribe, bantu Author untuk mendapat 1000 likes.
terima kasih banyak 🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Kimyumi
Negara oopppaaa
2020-12-16
0
Swastika Yulianti
lanjut thoor aku menanti🥰
2020-06-16
1
taki
lnjutt thor...
2020-06-16
1