Lira menghirup udara yang dingin saat baru saja mendarat di Korea Selatan. Mereka berjalan sementara barang – barang mereka dibawa oleh orang suruhan Luna. Mereka langsung menaiki mobil dan berhenti di sebuah rumah yang tak besar, namun tak bisa juga dibilang kecil. Luna memng sangat kaya, Lir mengakui hal itu. Bagaimana bisa dia membeli rumah dengan mudah di negara ini.
"Lo gak ush kaget gitu dong, kan gue udah bilang, gue bukan orang miskin. Makanya Lo juga gak perlu bawa banyak barang, nanti kita beli aja di sini. Kita juga gak usah kerja atau apa, Cuma senang – senang aja, nanti kalau Lo bosan, kita tinggal jalan – jalan aja e pulau Jeju atau kemanapun," ujar Luna yang membuat Lira bingung harus merespon apa.
"Lo serius gak mau kerja atau apa? Lo mau senang – senang terus selamanya? Kalau gitu Lo gak akan ngerasain hidup susah ataupun berusaha dari nol dong, percuma juga Lo pergi ke luar negeri," ujar Lira yang membuat Luna bingung. Sepertinya Lira masih tidak menangkap maksud Luna pergi dari Indonesia.
"Gue pergi dari negara kelahiran gue itu bukan karna Gue mau mandiri atau mau hidup susah. Tapi karna Gue mau lupain semua yang pernah ada di hidup Gue. Lo udah tahu hal itu kan? Lagipula emang Gue gak akan mengalami hidup susah kok. Bahkan ketika bokap Gue bangkrut, dia udh simpan tabungan atas nama Gue yang bisa Gue pakai seumur hidup."
"Seumur hidup? Demi apa? Wah, Gue harus minta bokap Lo angkat Gue jadi anak nih, Gue gak usah susah – susah kerja atau mikir hutang buat hidup." Luna terkekeh melihat wajah Lira yang cengo, Luna tak ingin memperpanjang topik ini dan memilih untuk masuk ke dalam rumah.
Rumah yang Luna beli sudah siap huni, bahkan sudah dalam keadaan bersih karna sebelum mereka sampai, tuan Wilkinson sudah menyuruh orang untuk membersihkannya. Luna mengecek kamar yang ada di sana dan langsung memilih salah satu kamar yang dia yakin menjadi miliknya karna semua warna dindingnya merah muda dan banyak boneka di dalam sana.
"Lo ya, Lo itu udah umur dua puluhan, tapi ternyata masih suka banget dekorasi yang begitu. Gue gak nyangka Lo ternyata begini, haha," ujar Lira yang langsung mengubah cara berpikirnya tentang Luna. Lira kira Luna adalah gadis yang anggun dan menawan namun sedikit manja, ternyata sikap manja itu malah yang mendominasi.
"Eh, Lo bukannya Cuma bawa barang penting? Kenapa Lo juga bawa nih boneka? Padahal boneka di kamar Lo juga udah banyak banget." Luna menatap boneka yang ada di tasnya. Luna tak menjawab pertanyaan Lira, tentu hal itu membuat Lira makin penasaran dan terus bertanya pada Luna.
"Gue sayang banget sama boneka ini, bahkan kalau Gue kehilangan banyak hal di dunia ini, Gue gak mau kehilangan boneka ini. Boneka ini diambil dengan penuh perjuangan, lucu pokoknya," ujar Luna yang ambigu, namun Lira tahu Luna benar – benar tak ingin membicarakannya sehingga dia berhenti bertanya.
Lira dan Luna berleha – leha sebentar sebelum akhirnya mereka memakai baju yang cukup tebal karna suasana yang dingin dan mereka segera keluar dari rumah untuk melihat apa yang ada di sekitar rumah mereka. Luna memang sengaja tidak membeli rumah di tengah kota agar dia tidak merasa pusing dan mencari ketenangan selama di sini.
"Ah, Gue ingat. Eum, Gue harus pulang sekarang, ada hal yang harus gue lakuin. Tapi, Lo gak papa kalau harus main sendiri? Lo udah bisa ngomong pakai bahasa Korea?" tanya Lira yang panik dan khawatir saat mereka sudah ada di luar rumah. Lira baru ingat dia belum menghubungi Radith dan akan menjadi masalah yang besar jika dia membuat lelaki pemarah itu menunggu.
"Yah, tapi kan gue gak kenal siapa – siapa dan bahkan Gue Cuma bisa ngomong Annyeong aja. Emang Lo ada perlu apa sih? Ko ksibuk banget?" tanya Luna yang tampak merajuk karna Lira sangat sibuk bahkan di saat liburan mereka.
"Ya Gue harus laporan ke Bos Gue," ujar Lira yang tanpa sadar membocorkan sedikit Rahasinya. Luna langsung mengerutkan keningnya, apalagi Lira langsung salah tingkah setelah mengatakan hal itu. apakah ada sesuatu yang disembunyikan oleh Lira?
"Gue kan kerja, harusnya Gue laporan kalau Gue mint acuti atau apa. Gue lupa, Gue mau kirim email dulu ke Bos Gue, biar kalau dipecat pun Gue kan dipecat terhormat," ujar Lira yang akhirnya membuat Luna ikut masuk ke dalam rumah. Luna menunggu Lira menyelesaikan urusannya yang membutuhkan waktu setengah sebelum akhirnya mereka berjalan – jalan di kota itu.
*
*
*
"Lo gila ya? Bagaimana bisa Lo bertidnak tanpa sepengetahuan Gue? Kalau Luna curiga, dia neyelidikin dan Gue gak tahu, Gue jawab yang sebenarnya, Lo mau apa? Justru Lo bakal bikin dia makin benci sama Lo." Jordan yang baru tahu fakta itu tentu mengamuk dan langsung memaki Radith yang mengakui semua rencanya.
"Gue pikir Gue bisa nutupin semua, Gue Cuma mau ngelindungin Luna dengan cara Gue sendiri. Lo tahu Luna udah punya orang yang dia sayang, dan gue gak bisa terang – terangan buat ngelindungin Adik Lo itu. Lo tenang aja, Lira itu bersih dan dia bisa diandalkan."
"Lo gila! Ini bukan hanya masalah dia bersih atau bisa jagain Luna. Lo gak bisa kerja sendiri, kalau Lo bahkan gak percaya sama Gue, Lo gak akan bisa bertahan. Jangan karna Lo cinta buta sama Adik Gue, Lo pikir semua orang bakal nentang perasaan Lo ke dia?"
"Maksud Lo apa? Lo gak salahin Gue? Lo? Lo dukung persaan Gue?" tanya Radith yang membuat Jordan menghela napasnya dengan berat. Radith memang sudah tidak waras lagi, lelaki itu tahu dia akan terluka, namun dia masih mau mencintai adiknya. Kenapa dulu dia menyakiti Luna dan sekrang malah mengejar Luna seperti ini?
"Gue gak urusan sama apa yang Lo rasain dan Gue terserah sama Lo mau gimana. Tapi sebagai pihak yang mendukung Lo, Gue gak mau Lo terus terobsesi sama adik Gue. Lo itu ganteng, mapan, gak mungkin susah buat Lo nyari orang lain."
Radith tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Jordan. Bertahun – tahun dia bisa bertahan, bahkan hati Radith sudah tak bisa lagi melihat wanita lain selain Luna. Radith tak bisa jika tak memikirkan Luna, bahkan Radith berpikir akan terus mencintai Luna seumur hidupnya. Entah dia bisa memiliki Luna atau tidak.
"Gue tahu kalau Lo gak akan dengar apa yang Gue bilang, ya udah, yang penting Gue udah tahu tentang hal ini, Gue bakal bantu nutupin identitas Lira dari yang lain. Kalau gitu Gue balik dulu, Lo kalau ada apa – apa ngomong ke Gue. Ini terakhir kalinya Gue harus pulang ke Indonesia Cuma karna masalah ini."
"Eh bang, tunggu deh. Darrel gak tahu ya kalau Luna ada di Korea?" tanya Radith saat Jordan sudah melangkah. Jordan berbalik dan langsung menggelengkan kepalanya. Darrel memang tidak tahu apapun tentang keberadaan Luna, namun dia juga tak yakin jika hal itu akan bertahan lama.
"Tapi Gue gak jamin selamanya dia gak akan tahu. Apalagi bokap Gue ada di pihak dia. Gue sih gak mau tahu urusan Luna yang tentang kalian berdua, kalaupun tahu, Gue gak ikut campur. Karna Gue greget sama Lo aja makanya Gue ke sini. Kalau Lo dengar bokap Gue ke Indonesia, berarti dia bakal kasih tahu Darrel, gitu aja sih," ujar Jordan yang langsung pergi tanpa dicegah lagi oleh Radith.
Radith duduk di kursinya dan meremas rubik yang ada di mejanya. Dia sangat kesal dan marah, dia bahkan tak pernah merasa semarah ini saat melihat Luna bersama dengan Darrel yang notabene adalah tunangannya. Nmaun mengetahui tuan Wikinson masih mendukungnya setelah hal yang dilakukan Darrel, apakah itu adil?
"Dua kali, Dua kali Darrel udah bikin Luna nangis karna cewek lain. Berkali – kali juga Darrel bikin Luna nangis dan selalu ada Gue di saat Luna ngerasa jatuh. Apa bokap Luna gak bisa lihat Gue yang bahkan berkorban nyawa buat anaknya?"
Radith meremas pelipisnya yang tiba – tiba merasa pusing. Dia tak mau menjadi kasar dan serakah. Dia sudah berjanji pada dirinya tak akan membenci Darrel atau Keluarga Wilkinson karna keputusannya. Kini dia lebih baik fokus dengan keselamatan dan kebahagiaan Luna, tujuan utamanya untuk saat ini.
~ting ting ting
Radith yang mendapat email pun langsung membuka email itu. Bibirnya tersenyum. Lira dan Luna sampai ke negara itu dengan selamat, meski dia juga kesal karna Lira mengatakan tak ingin diganggu dulu agar Luna tidak curiga. Berani sekali Lira memerintahnya yang sudah jelas merupakan Bos Lira.
"Dasar anak tengil," ujar Radith dengan senyum di sudut bibirnya. Setidaknya email dari asistennya itu menjadi satu – satunya penghibur di tengah pikiran kalutnya. Radith harus berterima kasih pada anak itu suatu hari nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments