Sinar matahari yang menyilaukan membuat Radith meggeliat. Lelaki itu membuka matanya dan terkejut dengan kondisinya sendiri. Lelaki itu memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia tak ingt kenapa dia ada di ruangan ini. dia hanya mengingat saat dia pergi ke sebuah club malam, dan digoda oleh wanita yang ada di sana, lalu dia tak ingat lagi.
Lelaki itu berjalan pelan ke arah meja dan mengambil dua butir aspirin untuk meredakan sakit di kepalanya. Lelaki itu meminum obat dengan bantuan air mineral dan mendudukan diri di kursinya. Sudah pukul sebelas siang, namun dia bahkan belum membilas dirinya. Dia merasa tak bersemangat untuk bekerja hari ini.
Saat sedang memejamkan matanya, lelaki itu tiba -tiba teringat sesuatu. Dia langsung memelototkan mata dan segera mengetikkan sesuatu di laptopnya lalu mengirim pesan tersebut ke salah satu pegawainya. Radith terus memegang kepalanya dan berdecak kesal saat dia mengingat apa yang sudah dia lakukan. Pasti orang itu sudah puas menertawainya saat ini.
" Permisi pak Radith, apa Pak Radith memanggil saya?" tanya orang itu yang sudah mengetuk dan masuk ke ruangan Radith. Radith memicingkan matanya saat orang itu menatap Radith dengan bingung, padahal Radith sudah berekspetasi orang itu mengejeknya sampai puas dan dia tak bisa membalas ejekan itu.
" Tentang apa yang kamu lihat dan apa yang saya bilang ke kamu, kamu gak usah pikirkan itu. saya Cuma mengigau karna efek alkohol, kamu gak ussah ceritain apa yang kamu lihat di sini. Jika berita itu menyebar, kamu orang pertama yang akan bertanggung jawab untuk hal itu," ujar Radith yang dijawab ekspresi wajah terkejut dari Lira, namun Lira memainkan matanya dengan bingung.
" Maaf pak, tapi saya tidak mengerti apa yang bapak katakan. Saya pikir saya diberi tugas, tapi saya benar – benar tidak mengerti pak," ujar Lira yang kini membuat Radith bingung. Lelaki itu ingat meski samar, Lira datang ke ruangannya dan Radith mengigau tentang Luna. Seharusnya bukan seperti ini respon yang Lira berikan.
" Kamu sedang merencanakan apa? Apapun yang kamu rencanakan, saya tidak akan biarkan kamu mengerjai atau menghancurkan saya," ujar Radith yang malah membuat Lira tersenyum, namun Lira segera mengubah air mukanya menjadi serius lagi, dia menatap Radith dengan serius.
" Saya tidak pernah ada niat untuk mengerjai atau menghancurkan pak Radith, bagaimanapun bapak adalah atasan yang saya hormati, saya tidak mengerti apa yang bapak katakan, tapi kalau tidak ada yang perlu saya kerjakan, saya mohon ijin untuk melanjutkan pekerjaan saya pak," ujar Lira dengan sopan.
Radith mengernyitkan matanya, menelisik gerak – gerik Lira dan mencari kebohongan yang ada di sana. Namun dia hanya mendapati raut yang santai dan jujru. Radith langsung mengangguk dan mempersilakan Lira untuk keluar. Lelaki itu bingung, dia yakin jika Lira ada di sini, namun kenapa gadis itu tampak tak mengetahui apapun?
" Duh, jadi **** kan gue, kenapa gue gak kepikiran ngecek cctv sih?" tanya Radith yang langsung bangun dari duduknya dan berjalan menuju sebuah ruangan yang merupakan kontrol utama keamanan yang ada di perusahaan ini. Radith langsung membuka laptop dan mengecek cctv pada hari ini. lelaki itu tak salah ingat, Lira amemang di sini tadi pagi.
" Kalau dia memang niat buat ngebales semua perlakuan jahat gue, kenapa dia gak ledekin gue? Kenapa gue gak ngelihat mata yang jahat tadi? Apa yang dia rencanakan sebenarnya?" tanya Radith pada dirinya sendiri. Radith mematikan laptop yang ada di hadapannya dan berjalan keluar dari ruangan itu.
Radith melihat kembali jam dan langsung berjalan ke dalam kamar yang ada di ruangan itu. Radith mengambil baju dan handuk, Radith memilih untuk menyegarkan dirinya agar dia bisa menghilangkan rasa pusing yang ada di kepalanya. Guyuran kepala yang ada di kepala Radith membuat lelaki itu merasa segar. Lelaki itu menghela napas berkali – kali untuk mengendalikan dirinya.
" Kenapa gue harus bertindak gila karna Lo sih Lun? Gue bahkan ngerusak diri gue sendiri karna Lo. Gue kasih nyawa gue buat Lo. Semudah itu Lo jadi suka sama Darrel? Lo gak tahu kalau gue suka sama Lo? Tega banget Lo," ujar Radith tanpa membuka matanya.
Saat merasa cukup, Radith keluar dari kamar mandi dan memakai baju yang sudah dia siapkan. Lelaki itu keluar dari ruangannya setelah merasa segar dan bersih, dia berjalan menuju ruangan karyawan inti, membuat semua karyawan yang ada di sana terkejut, lelaki itu jarang menampakkan diri secara sengaja di hadapan mereka.
Bahkan jika bukan karna rapat, hanya merea yang melihat Radith, namun Radith tak melihat mereka. Radith hanya memberikan intruksi melalui PC, bahkan mungkin Radith hanya tahu nama – nama mereka tanpa tahu wajah mereka. Hal itu memudahkan mereka karna Radith tak akan memihak jika menghukum ataupun memberi hadiah.
" kenapa kalian kaget lihat saya? Saya masih bos kalian kan? Gak ada satupun dari kalian yang mau menyapa saya kah?" tanya Radith yang membuat mereka tergagap dan langsung menyapa Radith dengan bersautan. Radith tersenyum melihat karyawan – karyawannya yang tampak begitu kagum padanya. Lelaki itu langsung kembali dari ruangan itu ke ruangannya sendiri.
' datang ke ruangan saya, sekarang.' Lira mendapat pesan itu beberapa menit setelah Radith masuk ke dalam ruangannya. Lira langsung bangkit kembali dari duduknya dan masuk ke ruangan Radith. Lelaki itu tak mempersilakan Lira untuk duduk ataupun mendekat. Hal itu tentu membuat Lira menjadi gugup, sepertinya Radith mengira dia memiliki niat yang jahat.
" Pak saya…"
" Ikut saya, kita makan siang di luar, banyak hal yang perlu saya bicarakan sama kamu," ujar Radith memotong pembicaraan Lira dan menanggalkan jas yang dia pakai. Lira tak menjawab, dia hanya mengikuti Radith keluar dari ruangan itu dan mengatakan pada teman – temannya jika dia baik – baik saja.
Radith meminta Lira untuk masuk ke dalam mobil, ini bukan pertama kalinya, Lira tidak merasa takut atau kaku kali ini. namun ada hal yang membuat Lira terkejut. Radith memintanya untuk bergeser dan dia duduk di sebelah Lira. Sontak saja hal itu membuat Lira menjadi bingung sekaligus takut.
" Kenapa sih? Ini mobil saya loh, terserah saya kan mau duduk dimana. Bahkan kalau saya minta kamu duduk di bagasi pun terserah saya," ujar Radith yang membuat Lira mengangguk dan terdiam. Gadis itu malas untuk bertengkar dengan Radith, sehingga dia hanya membiarkan saja Radith mengatakan hal sesukanya.
Mereka menuju restoran keluarga yang sudah menjadi langganan Radith, Radith turun dan menunggu Lira untuk keleuar dengan menahan pintu mobil itu, namun Lira malah keluar dari pintu yang lain, membuat Radith sedikit melongo dan langsung menjadi kesal. Dia sudah berbaik hati ingin menjadi lelaki sejati, namun Lira malah mengabaikannya.
Dengan keras Radith membanting pintu mobil itu, tak peduli pintu itu akan menjadi rusak atau apapun. Radith langsung berjalan masuk dan meninggalkan Lira begitu saja, sementara Lira mengikuti Radith untuk masuk ke restoran itu. Lira melihat Radith yang sedang meemilih menu, dengan iseng Lira juga melihat apa saja yang dijual di restoran ini.
" Pak, apa tidak salah makan di tempat seperti ini? Harga makanannya tidak lazim loh pak, lebih baik cari tempat makan yang lain saja," ujar Lira merasa tak enak dan langsung meletakkan buku menu itu. Radith menhentikan kegiatannya dan menatap Lira dengan pandangan malas, namun tak dipungkiri dia menahan diri untuk tidak tersenyum karna sikap Lira.
" Panggil saya Radith kalau kita lagi berdua atau kalau kita lagi di luar kantor. Saya tidak tua, bahkan mungkin hanya berjarak beberapa tahun dari kamu. Jangan kaku, saya bukan orang jahat," ujar Radith dengantenang dan kembali pada aktivitasnya. Lira tak merasa puas karna pertanyaannya belum dijawab dan Radith menyadari kegelisahan itu.
" Ah, satu lagi, ayo panggil pakai Lo- Gue kalau lagi di luar kantor, itu lebih nyaman. Ini restoran langganan Gue. Tapi gue gak begitu sering ke sini sih, Lo tenang aja, semua gue yang bayar," ujar Radith dengan santai, namun bukan itu yang ingin Lira dengar.
" Pak, eh Dith. Kita bisa buka usaha baru kalau uang yang dipakai buat makan di sini kita pakai buat hal lain. Ini tuh buang – buang uang banget, banyak orang yang susah buat makan, kenapa anda, eh, Lo malah hambur – hamburin uang?" tanya Lira yang membuat Raddith terkekeh.
" Kalau semua orang berpikiran kayak Lo. Pemilik restoran ini bakal bangkrut gak lama lagi. Mereka harus bayar pajak yang tinggi. Mereka harus bayar sewa tempat dan gak ada orang yang mau makan di sini karna kasihan sama penjual lain," ujar Radith yang kini membuat Lira terdiam.
" Gue udah punya cara sendiri buat nolong orang – orang yang Lo maksud, dan ini cara gue buat nolong mereka yang bangun usaha resto menengah ke atas. Lo gak bisa Cuma kasihan ke satu pihak dan mengabaikan pihak lain, itu gak masuk akal," ujar Radith yang tak bisa dibantah lagi oleh Lira.
Lira jadi berpikir jika kemarin mereka juag meneghabiskan banyak uang untuk sekali makan, entah mengapa hal itu membuat Lira menjadi sedih. Jika Lira tahu, Lira akan menolak untuk makan makanan itu. Lira langsung teringat pada adik dan orang di sekitarnya yang kesulitan untuk makan.
" Lo mikir apa? Gak usah mikir yang aneh – aneh. Gue bisa baca ekspresi wajah Lo. Kalau ada hal yang mau Lo sampaikan atau proteskan, Lo protesnya nanti aja, sekarang Lo pilih Lo mau makan apa," ujar Radith yang dijawab gelengan kepala oleh Lira. Hal itu langsung diangguki oleh Radith.
" Kalau Lo gak mau pesan, Lo cukup lihatin gue makan. Di sini gue gak minta Lo buat makan bareng kok, gue Cuma mau tanya dan pastiin beberapa hal," ujar Radith dengan teganya. Lelaki itu memesan beberapa makanan untuknya dan minuman untuk mereka berdua. Sambil menunggu pesanan datang, Radith menatap serius ke arah Lira.
" Gue tahu Lo ada di ruangan gue, kenapa Lo pura – pura buat gak tahu apa – apa?" tanya Radith yang langsung pada intinya. Lira bingung ahrus menjawab apa, namun dia mencoba untuk jujur dengan niatnya, toh kejujurannya akan menghindarkan dia dari masalah. Lira menatap Radith dengan yakin.
" Gue Cuma tahu kalau Lo sakit, dan makin dibahas, Lo bakal makin sakit. Apalagi sampai Lo takut gue kasih tahu ini ke orang lain, gue tahu ini bukan ranah gue dan gue lebih milih buat pura – pura gak tahu apa – apa," ujar Lira yang membuat Radith terkejut. Dia sudah 'jahat' pada Lira, namun gadis itu malah mmebantunya.
" Baru pertama kali gue lihat orang benar – benar hancur Cuma karna cewek, dan lihat sosok dingin kayak Lo gini sampai mabuk dan ngigau gak jelas karna cewek, gue gak tega pakai itu sebagai senjata buat bales lo," ujar Lira yang diakhiri dengan senyum yang manis.
" Lo tahu juga ya kalau gue ssampai sehancur ini? karna Lo udah tahu, gue cerita sekalian ke Lo. Dia itu Luna, cewek yang bener – bener gue suka selama beberapa tahun ini, ah, bahkan sejak gue masuk sekolah. sampai sekarang gue gak bisa lupain dia," ujar Radith sambil memainkan buku menu di hadapannya.
" Dia gak suka sama Lo? Atau dia tolak Lo?" tanya Lira yang malah jadi penasaran tanpa sadar. Biasanya dia tak tertarik dengan masalah orang lain, namun entah mengapa hatinya tergerak mengenai masalah Radith ini. Lira ingin tahu masalah yang dialami bos kejamnya.
" Dia suka sama gue, tapi waktu itu sikonnya gak dukung dan gue bikin dia patah hati. Gue terlalu pengecut buat ngaku ke dia sejak awal gue satu kelas dan gue selamtein nyawa dia, ada dorongan dari diri gue buat selalu jagain dia. Gue terlalu pengecut buat bilang gue suka sama dia."
" Kenapa sekarang Lo gak ngakuin ke dia? Kalau dia pernah jatuh cinta sama Lo, dia pasti gak bakal susah buat jatuh cinta lagi, atau bahkan dia masih jatuh cinta sama Lo, siapa yang tahu?" tanya Lira dengan antusias, namun Radith tersenyum miris dan menggelengkan kepalanya.
" Telat, waktu gue mau minta maaf, gue tahu dia udah punya pacar, bahkan dia ngaku ke gue dia masih suka sama gue, tapi karna pacarnya itu, dia bakal berusaha lupain gue. Lo jangan slaah paham, cowoknya yang maksa Luna buat jadi pacarnya, dan cowoknya bersedia dijadikan pelampiasan," ujar Radith yang tak ingin nama Luna jadi jelek bagi Lira.
" Di situ juga mulai benar – benar coba lupain dia dan anggap dia teman biasa, gue harus hormati hubungan mereka dan gak bikin hubungan mereka hancur karna gue. Tapi takdir itu lucu, gue malah kayak selalu ada di situasi sebagai penolong dia di saat dia punya pacar," ujar Radith sambil mengawang, memandang ke arah luar restoran.
" Awalnya gue kira hubungan mereka gak lama. Ternyata malah bertahan bertahun – tahun, dan sekarang mereka mau menikah. Tinggalkan gue di sini, sendirian dan berdiri kayak orang bodoh sambil tepuk tangan untuk pernikahan mereka," ujar Radith dengan santai, namun membuat Lira merasa kasihan.
Dibalik sikap dingin dan menyebalkan serta sikap suka mengatur CEOnya ini, terdapat luka sayatan yang panjang dan lebar. Mungkin semua sikap itu hanya tameng untuk melindungi hatinya agar tak semakin terluka. Lira mulai paham sedikit banyak tentang Radith melalui kisah ini.
" Gue percaya sama Lo, jangan kecewain gue," ujar Radith sebelum akhirnya berdiri dan pergi ke kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
little bunny
yang sabar babang radith, sini aku pelukk
2020-05-18
1
Alvi Danis
Ayoo obatin hati Radith dengan cintu Lira
2020-05-16
1
Debby Gorgious
ada gw dith....eh lira....hahahaha
2020-05-16
1