"Lo tahu, kalau ada satu hal yang pengen banget gue lakiun, gue Cuma pingin menghabiskan sisa hidup gue sama Luna," ujar Radith yang sudah menurunkan posisi kursinya hingga dia memejamkan mata dengan posisi tertidur di kursi itu. Lira hanya terdiam mendengar perkataan Radith. Lelaki itu tak henti membicarakan Luna sepanjang hari.
"Lo tahu juga gak? Gue gak pernah cerita hal kayak gini ke siapapun, gue gak percaya sama siapapun, tapi ternyata cerita sama orang itu enak, hati rasanya lega banget. Kalau tahu gitu, gue bakal milih buat cerita semua ke orang," ujar Radith tanpa membuka matanya. Jantung Lira mulai berdebar tak normal mendengar apa yang dikatakan oleh Radith.
"Padahal gue gak tahu siapa Lo dan bahkan Lo belum genap satu minggu sama gue, tapi Lo udah bisa dengar banyak cerita tenntang Luna," ujar Radith yang mulai membuka matanya dan menatap ke arah Lira. Lira yang ditatap masih bingung untuk menjawab apa dan memilih untuk diam.
"Lo pasti guna – guna gue kan? Lo bikin gue percaya sama Lo, dan nantinya Gue jatuh cinta sama Lo, jadi cowok alay yang bucin berat ke ceweknya. Iya kan?" tanya Radith dengan tengil dan sengaja merusak suasana agar tidak ada kecanggungan di antara mereka. Radith bahkan sudah melihat wajah Lira menegang.
"Maaf pak Radith, saya tidak tahu apa yang pak Radith maksud dan saya tidak tertarik dengan kehidupan pribadi pak Radith, jadi saya mohon ijin untuk kembali bekerja," ujar Lira yang membuat Radith terkekeh, namun lelaki itu tak mencegah Lira pergi, toh Radith tahu pekerjaan Lira masih banyak karna dirinya.
"Luna, jahat gak sih kalau gue berharap terjadi sesuatu sama Darrel? Misal dia kenapa gitu Lun? Tapi gue emang gak bisa jahat Lun, gue gak bisa berdoa hal yang buruk tentang tunangan Lo itu," ujar Radith yang tak ditujukan oleh siapapun. Lelaki itu menghela napasnya berkali – kali untuk menghilangakn semua pikiran tentang Luna.
Di saat Luna hanya menganggapnya sahabat yang dia gunakan untuk membunuh waktu selagi Darrel tak ada di tempat ini, Radith malah menganggap Luna sebagai batu permata berharga yang harus dia lindungi. Radith sangat membenci fakta dia tak bisa melakukan apapun untuk berhenti menyukai Luna.
"Lo itu terlalu bodoh untuk menyadari Luna bukan buat Lo. Lo terlalu baik karna Lo mau asang badan untuk setiap panah yang ditembakkan ke Luna. Lo sendiri yang pilih buat jadi malaikat pelindung buat Luna, kenapa sekarang Lo ngerasa gak adil?" tanya Radith pada dirinya sendiri saat dia merasa sesak karena memikirkan Luna.
"Pak Radith, saya sudah menyiapkan berkas dan bahan presentasi untuk meeting jam satu siang nanti, karna tempat meeting cukup jauh, kita harus mempersiapkan diri dan berangkat lebih awal. Apa ada hal yang perlu saya siapkan?" Radith menengok ke arah telpon yang otomatis akan mengeluarkan suara jika karyawan di gedung ini memberinya pesan.
"Meeting, kerja, proyek, perluasan, untung, rugi, di umur gue yang masih dua puluh dua tahun, gue harus menjalani hidup stuck kayak gini. Haaahh," ujar Radith yang mengacak rambutnya dan segera mengambil jas miliknya. Radith bukanlah tipe pria yang tahan dengan kehidupan monoton. Namun dia tahu dia membutuhkan banyak uang untuk memulai hidup dan mengangkat keluarganya.
"Lo gak boleh ngeluh, ngeluh gak bikin hidup Lo jadi kaya dan Lo gak bisa ngejalanin semua dnegan beban. Ayo Dith, Lo pasti bisa hadapin semua, semangat, semangat," ujar Radith yang berjalan ke arah kaca dan merapikan rambutnya, lalu keluar dari ruangannya dengan wajah yang sangat menawan.
Radith tak tersenyum pada siapapun dan bahkan dia tak menengok sedikitpun pada kaaryawan – karyawan itu. Mereka langsung tahu jika Radith sedang tidak dalam mood yang baik, mereka memilih untuk tak menatap atau menyapa Radith karna jika Radith 'kumat' tersenyum pun akan membuat mereka pergi meninggalkan tempat ini.
"Emang tempatnya jauh ya? Kemana sih? Kenapa harus jam 1 coba?" tanya Radith yang sudah duduk di dalam mobil dan memposisikan kursi yang dia duduki menjadi kasur. Radith ingin tidur dengan nyenyak selama dia ada di perjalanan agar dia bisa menghadapi klien dengan otak yang fresh.
"Yang saya tahu, orang ini juga merupakan orangnya tuan Wilkinson, sama seperti perusahaan pak Radith, dia juga anak perusahaan keluarga Wilkinson. Bisa dibilang ini sangat penting karna dia berminat untuk menanam saham jika kita bisa mengambil hatinya saat nanti presentasi produk yang akan diluncurkan," ujar Lira yang diangguki oleh Radith.
"Lo hafalin semua isinya ya, nanti Gue presentasi, tapi Lo harus bantu backkup kalau gue bingung atau Lupa apa yang gue omongin," ujar Radith sambil mengulurkan sebuah berkas di tangannya. Lira mengambil berkas itu dan menyetujui. Asal bukan Lira yang harus presentasi, Lira tak mau menambah pekerjaan dengan tugas yang harusnya dilakukan oleh Radith.
"Lo kenapa semangat banget sih? Sampai Lo udah siapin semua dan gue tinggal berangkat. Memang sejauh apa? Gue bahkan gak thu loh soal itu," ujar Radith yang menggulingkan tubuhnya dan membelakangi Lira, Lira sendiri membuka ponsel dan memastikan adiknya tidak mencarinya, sekaligus mengabari pada anak itu jika Lira mungkin pulang terlambat.
"Kita harus pergi ke kota B, maka dari itu saya sudah memperhitungkan waktu yang kita perlukan agar kita tidak membuat orang – orang itu menunggu dan malah mengacaukan kerja samanya. Kita membutuhkan uang saham itu untuk mengembangkan perusahaan dan mulai membuka cabang di kota lain," ujar Lira yang seperti sudah menguasahi hal seperti ini.
"Lo pernah kerja bagian kayak gini kah? Kok Lo udah ahli banget? Jangan – jangan Lo Spy yang menyelinap di perusahaan gue buat ambil sesuatu yang penting di sini?" tanya Radith yang membuat Lira menghela napas dan memutar bola matanya. Teori macam apa itu?
"Ini kali pertama saya bekerja sebagai asisten bos besar sebuah perusahaan, saya sudah menyerap banyak pelajaran dari Karyawan dan asisten pribadi pak Radith yang selalu mengikuti pak Radith kemanapun," ujar Lira yang membuat Radith mangut – mangut dan memilih untuk mengakhiri percakapan yang sama sekali tidak penting ini.
*
*
Rapat berlangsung sangat lama akrna Radith susah untuk meyakinkan orang – orang itu, namun karna dia butuh suntikan dana lagi untuk memperluas sektor usaha, Radith harus mengeluarkan segala kecerdasannya dan meyakinkan mereka. Kali ini Radith bersyukur karna Lira sangat membantu dan bahkan bisa dibilang gadis itu menyelamatkannya dari kegagalan kali ini.
"makasih karna Lo udah bantu gue kali ini. Udah mau malam, mungkin sampai di kota nanti udah malam. Mau makan malam di sini atau nanti aja?" tanya Radith dengan perasaan yang bagus. Mereka hanya perlu merevisi sedikit isi surat dan mereka akan menandatanganinya. Tak ada yang lebih bagus dari hal itu.
"Kalau boleh, saya mau ditturunkan di dekat kantor saja pak, tidak usah makan malam karna adik saya di rumah juga sudah menunggu, saya takut membiarkan adik saya di rumah sendirian," ujar Lira yang menatap ke arah Radith. Radith baru tahu jika Lira memiliki seorang adik, Radith menyadari dia terlalu gegabah mengambil Lira begitu cepat dan tak mengecek latar belaang gadis itu.
"Udah malam, gue antar Lo ke rumah aja. Luamyan kan hemat uang bensin, Lo gak mungkin juga baik nagkot jam segini, sampa rumah engga, kebegal malah iya," ujar Radith dengan tampang serius. Lira pun mengangguk setuju dan kembali diam.
"Di rumah Lo gak ada makanan kan tapi? Kita mampir dulu buat beli makan dan nanti langsung pulang, bukan buat Lo makanannya, tapi buat adik Lo," ujar radith tanpa melihat ke arah Lira. Apa yang dilakukan oleh Radith membuatnya terpana, bahkan mungkin terpesona, lelaki itu tak menatapnya, namun kalimat yang dilontarkan sangat hangat.
"Es lilin itu enak, dingin, tapi banayk rasanya, dan menyenangkan waktu dimakan, sama kayak Lo, dingin, tapi selalu perhatian," ujar Lira pelan agar Radith tak mendengar suaranya. Namun Radith masih bisa mendengar hal itu, meski dia tak merespon, Radith tersenyum mendengar pengakuan itu, tapi Lira tak tahu karna mereka saling membelakangi.
Mobil Radith memasuki sebuah gang yang cukup sempit, bahkan mereka tak bisa berpapasan sama sekali jika sudah masuk ke gang ini, untung saja ta ada kendaraan lain yang melintas saat mereka masuk ke gang kecil sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Lira. Sampai akhirnya mereka berhenti di sebuh rumah sederhana yang sangat biasa.
"Ini rumah Lo?" tanya Radith dengan reflek saat melihat rumah tersebut. Radith sama sekali tak menyangka Lira bukan anak orang yang berada. Entah bagaimana sekretarisnya mengenal Lira dan gadis itu berani mendaftar sebagai asistennya. Mungkinkah semua ini adalah takdir?
"Iya, ini rumah gue. Gak paapa kan 'Lo – Gue'an? Ini udah di luar jam kantor. Ah ya, maaf kalau gak sesuai ekspetasi Lo, gue bukan anak orang kaya, makanya gue terima aja kerja di tempat Lo, asal gue punya gaji besar buat memulai hidup, gue bakal lakuin apapun," ujar Lira yang tak ragu apalagi takut.
"Iya, gue kira Lo anak berada dan gabut, terus pengen jadi istri gue, makanya Lo daftar. Udah banyak yang kayak gitu, sorry gue udah salah sangka sama Lo," ujar Radith yang membuat Lira terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
Radith melihat jam yang ada di tangannya dan memilih untuk pamit, dia tak enak dengan tetangga yang mengintip dibalik jendela yang tertutup. Hal itu akan membawa masalah untuk Lira jika dia mampir atau berdiri di sini lebih lama. Mulut tetangga jauh lebih pedas dari cabai setan, itu lah yang Radith percaya.
"Gue balik dulu, besok Lo datang agak siang aja, gue juga gak mau ke kantor kepagian, semua juga bakal gue suruh gitu. Sampaikan salam sama dik Lo dan bilang sama – sama ke adik Lo karna udah beliin dia makanan. Gue balik," ujar Radith yang langsung masuk ke dalam mobil tanpa mendengar jawaban Lira.
"Tuh orang aneh banget. Tapi kenapa jantung gue gak berhenti dangdutan waktu ada di sebelah dia? Gak mungkin gue suka sama dia kan? Hahaha, bercenda Lo Lira, gak mungkin Lo suka sama dia," ujar Lira yang memukul pelan pipinya dan masuk ke dalam ruamh dengan bungkusan penuh dengan makanan dan bahan makanan yang tadi mereka beli di jalan.
Sementara itu di dalam mobil, Radith terdiam dengan wajah dinginnya, sangat berbeda dari wajahnya saat menatap ke arah Lira. Lelaki itu mengambil Ipad pribadinya dan menuliskan sesuatu di sana. Dia memegang Ipad itu sampai sebuah nomor menghubunginya.
"Selidiki latar belakang Lira dan keluarganya. Berikan secara detail dan laporkan pada saya besok pagi. Saya tidak mau hal sekecil apapun terlewat."
Radith menghela napasnya dan menatap Ipad miliknya dengan diam, lalu menyimpan benda itu di sebuah tempat yang ada di mobil itu.
" Siapa Lo? Siapa keluarga Lo? Bagaimana Lo berakhir kayak gini?" tanya Radith pada seseorang yang tak ada di sini. Radith akan menunggu sampai besok dan akan mengetahui semua jawaban atas pertanyaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
VanillaLatte
aku pada mu radith. always..
2020-05-22
2
Pipitfi99554952
hayu donk..up lagi...
2020-05-22
0
Alvi Danis
Gue suka cowok model Radith gini
2020-05-21
2