Lira duduk di kursinya dengan khawatir. Dia sudah pulang ke Indonesia, namun kini dia kehilangan kontak dengan Radith. Dia tak tahu bagaimana keadaan Radith, Luna dan semua orang. Dia benar – benar tak bisa menghubungi mereka semua. Tentu saja Lira merasa bersalah karna dialah yang bertanggung jawab untuk keselamatan Luna, namun dia lalai dan akhirnya semua ini terjadi.
Sudah dua hari, dua hari dia tak mendapat kabar sama sekali. Dia bahkan tak tahu apakah mereka semua masih hidup atau tidak, hanya pikiran buruk yang kini berputar di kepalanya. Dia terus berdoa untuk keselamatan mereka semua, terutama Radith, entah mengapa dia lebih khawatir pada lelaki itu dibanding yang lain.
"Bahkan dia udah bilang bakal ngorbanin apapun, ngelepasin apapun buat nyelametin Luna. Gimana kalau dia benar – benar ngelakuin itu? Gimana kalau akhirnya dia benar – benar ngorbanin nyawa buat Luna? Gue gak akan bisa terima dan gak akan pernah maafin Luna kalau sampai itu terjadi. Radith, Gue mohon, Lo bertahan ya."
"Mba, mba gak usah terlalu khawatir kenapa sih? Dia kan bukan siapa – siapa mba, kalaupun dia mati, itu pilihan dia, gak usah terlalu pikirin itu, mba juga belum makan dari kemarin, yang ada malah mba yang mati kelaparan," ujar adik Lira saat melintas di depannya. Lira bahkan tak bisa mendengar suara adiknya.
"Mba, astaga, Mba udah benar – benar suka sama tuh orang ya? Mba kayak orang kerasukan tahu gak sih? Ngomel sendiri, nangis sendiri, ngomong sendiri, ngelamun, sadar mba," ujar adik Lir yang mengguncang tubuh Lira sampai akhirnya gadis itu tersadar. Lira menatap adiknya dengan mata yang berkaca – kaca.
"Aku tahu mba besok pasti dia udah ada kabar. Mba tunggu aja, tapi sambil nunggu, mending mba sambil makan es krim biar dingin tuh kepala, pusing aku lihat mba kayak gitu. Sana – sana." Adik Lira langsung menarik tangan kakaknya itu agar dia bisa pergi untuk mengisi perutnya yang kosong.
"Kenapa kamu yakin kalau besok bakal ada kabar? Kamu dikasih kabar? Kamu tahu darimana?" tanya Lira dengan acak, dia sudah kehilangan sebagian besar dari pikirannya karna perut kosongnya. Adik Lira pun tertawa ringan melihat kebingungan kakaknya itu. Dia sengaja melakukan itu agar kakaknya tidak terlalu kepikiran.
"Ini tuh kayak novel laga yang sering aku baca Mba. Jadi nanti tokoh utamanya bakal ditahan gitu jadi sandera, biasanya emang butuh waktu dua sampai tiga hari buat klimaksnya. Makanya mba tunggu aja deh, aku yakin pasti besok dia udah ada kabar," ujar Adik Lira yang membuat gadis itu mengangguk meski masih lemas dan antara percaya tak percaya dengan teori itu.
"Semoga aja kamu benar. Ya udah, mba mau makan dulu, mba udah lega jadi laparnya baru kerasa sekarang. Mana mba belum masak apa – apa lagi," ujar Lira sambil memegangi perutnya yang sudah berbunyi dan terasa nyeri. Hal itu tentu membuat adiknya memutar bola mata dengan malas, bagaimana bisa dia memiliki kakak yang seperti itu?
"Aku udah pesan makanan mba, tuh ada di meja. Buruan gih makan, keburu dingin juga," ujar adik Lira yang membuat Lira terharu sekaligus senang. Dia senang memiliki adik yang bisa dijadikan teman berkeluh kesah untuk sesuatu yang dia takuti atau dia khawatirkan.
"Kamu memang yang terbaik deh, mba sayang banget sama kamu. Gak sia – sia mba besarin kamu pakai keringat dan air mata," ujar Lira yang membuat adiknya merasa muak dan langsung pergi dari hadapan Lira karna dia sudah mual melihat tingkah Lir ayang berlebihan, makin membuatnya yakin kakaknya itu sudah benar – benar tidak waras hanya karna pria.
"Radith, Lo gak papa kan di sana? Lo makan dengan baik kan? Lo harus janji buat diri Lo sendiri kalau Lo bakal pulang dengan selamat. Gue di sini makan buat ngewakilin Lo Dith, semoga dengan Gue makan, Lo bisa kenyang juga di sana," ujar Lira dengan abstrak dan langsung memasukkan makan ke mulutnya dengan lahap.
"Ya Tuhan, ini enak banget. Pinter juga adik Gue nyari makanan yang begini. Apa jangan – jangan selama ini dia itu anak gaul yang suka ke resto – resto enak ya? Ah, gak mungkin gak mungkin, gak punya uang dia tuh." Lira mengedikkan bahunya dan berhenti berpikir agar kepalanya tak tambah pusing, dia memilih fokus pada makanannya agar cepat habis.
"Huh, Radith, Gue udah kenyang. Lo kenyang juga kan dimana pun Lo berada? Pokoknya Lo harus sehat, Gue percaya Lo pasti selamat dan kembali ke sini dengan utuh. Gue masih dan akan terus sayang sama Lo Dith."
*
*
*
Lira bangun agak siang, namun dia masih tak menemukan pesan apapun dari Radith, sepertinya lelaki itu masih belum bisa aman, atau mungkin dia sudah selamat namun melupakan Lira yang menunggunya? Bagaimana pun Lira harus mulai menggantikan tugas – tugas Radith, jadi dia harus pergi ke kantor meski sudah terlambat.
Gadis itu memakaai pakaian rapi dan langsung masuk ke dalam mobil, supir langsung mengantarnya ke kantor. Meski dia hanya karyawan biasa, kini dia sudah terlihat seperti bosnya. Terutama karna tugasnya sebagai asisten Radith, dia akan menggantikan semua pekerjaan Radith untuk sementara waktu, tentu saja dengan mendiskusikannya bersama wakil CEO di perusahaan ini.
Untung saja tidak ada sesuatu yang gawat hingga dia tak perlu bersusah payah. Mereka yang ada di kantor itu menanyakan padanya kemana dia pergi selama beberapa bulan ini dan kemana Radith pergi beberapa hari ini. Lira terpaksa berbohong pada mereka agar tidak menimbulkan kekacauan di perusahaan ini.
Lira menghabiskan waktu sehaian dengan berkas yang harus Radith tanda tangani. Dia merapikan berkas itu dan mempelajarinya, lalu meminta wakil CEO untuk memeriksanya. Wakil CEO itu sebenarnya merasa tak enak mengambil alih pekerjaan Radith, namun Lira mengatakan Radith ada keperluan di luar negeri dan beliau yang harus mengambil alih agar semua berjalan normal.
Pukul enam petang. Lira baru saja bangun dari tidurnya dan kini semua orang sudah pergi karna waktu kerja sudah habis. Lira merutuki kebodohannya dan bergegas untuk membereskan barang – barangnya agar bisa lekas pulang. Gadis itu kembali mengecek ponselnya dengan tak semangat karna dia tahu tak akan ada apapun.
Namun dengan iseng dia membuka aplikasi pesan dan membaca pesan dari sebuah nomor yang tidak dikenal. Dia membuka pesan itu dan langsung menutup mulutnya dengan tangan. Dia masih tak menyangka mendapat pesan yang sudah sejak tiga hari lalu dia tunggu.
'Gue baik – baik aja. Jangan balas ini, nanti Gue bakal kabarin lagi.' Meski tak menyebutkan pengirimnya, Lira tahu itu adalah Radith. Dia hanya perlu menunggu lelaki itu memberi kabar lagi padanya. Setidaknya dia tahu Radith baik – baik saja. Apalagi Radith menyempatkan waktu untuk mengabarinya, kini dia merasa sangat bahagia.
*
*
*
Keseokan harinya. Lira bangun lebih pagi dan perasaannya pun sudah berbeda. Dia sangat bersemangat dan berdandan rapi untuk berangkat ke tempat kerja. Dia melihat ada panggilan dari nomor tak dikenal, bahkan kode negara itu tampak asing. Lira langsung mengeluarkan ponsel dan mengecek kode negara itu, rupanya itu kode salah satu negara di Afrika.
"Dia sampai ke Afrika? Gila, ngapain juga dia ke sana? Luna diculik sampai sana?" tanya Lira yang tak sabar lalu melakukan panggilan video dengan nomor itu. Namun tak ada jawaban, mungkin pemilik nomor sedang tidur mengingat perbedaan waktu yang cukup lama antara keduanya.
Lira terus melihat jam dan mengira – ngira kapan Radith sudah bangun dan di sana sudah pagi. Benar saja, ponselnya berbunyi dan nomor yang sama kembali menghubunginya. Lira mengalihkan panggilan ke panggilan Video.
Baru saja Lira hendak menanyakan kabar lelaki itu, Lira dibuat panik dan kaget dengan lengan Radith yang sudah dibalut dan kepala lelaki itu yang terdapat Luka. Lira sampai memekik melihat keadaan Radith yang memprihatinkan, namun Radith langsung meminta Lira diam agar tidak menarik perhatian.
"Lo gaak usah heboh gitu. Ini udah diobatin dan bentar lagi Gue juga pulih. Apa kabar perusahan? Lo gak bikin Gue bangkrut kan?" tanya Radith dengan nada curiga.
"Untungnya enggak. Buruan baik ke Indonesia dan handle semua sebelum nanti akhirnya beneran bangkrut. Gue khawatir banget sama Lo," ujar Lira tanpa sadar. Ekspresi Lira membuat Radith menjadi salah tingkah, dia bisa melihat ketulusan dari mata Lira, dia tak menyangka jawab itu keluar dari mulut Lira.
"Iya, Gue bakal pulang. Gue tahu Lo kangen dan khawatir sama Gue. Lo udah beneran suka sama Gue ya? Resiko ditanggun sendiri, Lo tahu kan sampai kapanpun siapa yang Gue suka?" tanya Radith dengan alis yng terangkat sebelah. Lira menganggukkan kepalanya, dia sudah hafal dialog itu dan tak butuh Radith untuk menjelaskannya.
"Gue khawatir sebagai bawahan Lo, apalagi semua karna Gue yang lalai. Gak usah kepedean deh.gue tutup, di sini sibuk." Lira langsung mematikan panggilan telponnya dan mematikan benda itu dengan kesal.
"Bahkan Gue di sini nyaris gila, tapi Lo dengan baik hatinya ngingetin Gue fakta itu. Gak ada hati emang," ujar Lira lirih karna merasa sedih dengan dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
VanillaLatte
yang sabar lira.. hanya saja cinta dan penyesalan radith terlalu dlm pada luna.sampai dia tak pernah sadar akan cinta yang ada di depan mata nya
2020-06-24
0
Nur Fadilah Nasti
up tiap hari dong:)
2020-06-24
0