'Siapkan semua berkas yang diperlukan untuk perijinan perluasan pabrik. Saya tunggu satu jam.'
Pesan yang didapat oleh Lira membuat gadis itu masih merasa dia ada di perusahaan Wilkinson. Meski hari ini dia sama sekali tidak bersemangat seperti biasanya, dia terus memikirkan uang sekolah adiknya. Apakah dia bisa meminta pinjaman ke perusahaan ini? Tapi bagaimana mungkin? Dia bahkan belum bekerja lebih dari satu minggu.
" Gak tahu ah, mending kerja yang bener, terus nanti dipikir lagi solusinya," ujar Lira yang langsung menyiapkan segala berkas yang tadi sudah dia pelajari, dia sudah dibebas tugaskan dari tugas yang naeh dan kini dia sungguh menjadi ekretaris pribadi Radith.
" Pak, semua berkas ssudah siap," ujar Lira pada telpon yang dia genggam. Gadis itu menutup kembali telpon dan merenung. Dia membutuhkan uang tiga juta rupiah, mungkin bagi Radith dan sebagian orang di dunia ini, nominal itu sedikit, namun tidak bagi Lira, dia sangat bingung kemana harus mencari uang itu.
" Apa aku membayarmu untuk melamun? Mana berkas yang aku minta? Apa sudah kamu pelajari? Saya mau kamu yang mengurus semua, apa saya bisa mengandalkan kamu?" tanya Radith dengan dingin. Lira menganggukkan kepalanya dengan sopan, tidak kaget dengan sikap Radith yang seperti itu. di pagi hari dia sehangat matahari, namun menjelang siang, dia dingin seperti beruang kutub.
" Ah, kau masih punya waktu setengah jam sebelum kita berangkat. Panggilkan OB dan minta dia untuk membersihkan ruanganku," ujar Radith yang langsung berlalu dan kembali ke ruangannya. Lira mengepalkan tangan dan memejamkan mata untuk kali ini. Dia bisa menerima sikap dingin Radith, namun dia tidak bisa menerima Radith yang suka memerintah.
" Lira, saya mau minta tolong, tolong panggilkan OB untuk membersihkan ruangan saya, terima asih ya," ujar Lira pelan pada dirrinya sendiri. Dia tidak suka diperintah, dia lebih senang jika orang lain meminta tolong. Meski sebenarnya Radith memiliki hak penuh untuk memerintahnya.
' Lira, tolong panggilkan OB dan minta dia untuk datang ke ruanganku, terima kasih. (apa kau puas sekarang? Berhenti mengomel di belakangku, aku tahu semua)'
Lira langsung memelototkan matanya saat melihat pesan itu, dengan cepat Lira bergegas untuk memanggil OB, dia masih belum terbiasa dengan Radith dan sistem suara yang ad adi perusahaan ini, bahkan seperti Radith bisa mendengar apa yang ada di dalam hatinya.
Sementara itu Radith masuk ke dalam kamar yang ada di ruangannya dan mengunci piintu kamar itu dari dalam. Radith berjalan pelan di kamar itu, bahkan Radith masih bisa mencium aroma favorit Luna karna hanya Luna yang menggunakan ruangan ini. entah mengapa Radith sangat merindukan Luna.
" Hah, panggil gue si bodoh. Bahkan gue ganteng dan sekarang udah mapan, tapi gue masih aja suka sama Lo. Apa ada yang lebih buruk dari ini?" tanya Radith yang membuka sebuah laci dan terdapat foto Luna yang dia ambil tanpa permisi.
" Bahkan Lo tetap cantik padahal fotonya candid. Gimana gue gak suka sama Lo coba? Seandaianya waktu itu gak ada Blenda, apa kejadiannya bakal lain ya Lun?" tanya Radith pada dirinya sendiri. Lelaki itu merebahkan dirinya di kasur dan menghirup udara dengan intens, seakan merasakan kehadiran Lunetta di sana. Radith memejamkan mata sejenak sampai ponselnya berbunyi.
" Pak, sudah setengah jam, kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terjebak macet dan terlambat menemui pengacara serta pemilik tanah itu," ujar seseorang yang menelpon Radith dengan telpon kantor. Kemungkinan gadis itu sudah mengirim pesan ke Pcnya, namun dia tak melihat PC itu karna berada di dalam kamar.
" Baiklah, kamu tunggu di parkiran, saya bakal nyusul. Pastikan gak ada kesalahan dan gak ada yang ketinggalan. Saya gak mau," ujar Radith yang langsung mematikan sambungan telpon dan mengambil jasnya untuk menemui pemilik tanah itu, Radith berharap Lira bisa membujuk pemilik tanah itu dengan kecerdasannya.
*
*
*
" Terima kasih sudah mau menemui kami dan mendengar alasan kami ingin membeli tanah bapak. Saya harap bapak bisa mempertimbangkannya, karna investasi ini bagus untuk jangka panjang," ujar Radith yang menjabat tangan pria setengah tua yang ada di hadapannya.
" Aku kagum dengan gadis ini, jika bukan karna penyampaiannya yang bagus dan menyenangkan, aku tidak akan mau mempertimbangkan untuk menjual tanah warisan keluargaku. Kamu harus pertahankan dia jika kamu mau usaha kamu berkembang dengan pesat," ujar pria itu yang membuat Radith tersenyum, meski dalam hati dia agak sedikit dongkol, namun dia tetap memberikan senyum terbaiknya.
" Asal sesuai dengan perjanjian dan menguntungkan untukku, aku akan menyetujuinya. Tapi ingat, aku boleh membeli kembali tanah yang sudah kau beli jika kau melakukan pelanggaran kontrak, aku tahu banyak orang kaya yang picik dan licik, tidak menutup kemungkinan kamu adalah salah satunya."
" Anda bisa percayakan pada saya. Syarat apapun yang anda minta, jika memang itu wajar dan tidak berlebihan, saya akan berusaha yang terbaik untuk kerja sama ini," ujar Radith yang dijawab anggukan serta senyuman dari pria itu. Radith kembali menjabat tangannya, dan kali ini mereka membiarkan pria itu pergi dan Radith kembali duduk dengan wajah yang kesal.
" Lo lihat wajahnya? pria itu sangat mesum dan bahkan tak hanya fokus sama Mulut Lo yang berbicara. Melihatnya aja udah bikin gue kepiingin merontokkan giginya yang tak rapi itu. kenapa Lo masih bisa senyum dan gak protes sama sekali sih?" tanya Radith yang membuat Lira tertawa, bahkan dia sudah sering menemukan yang lebih buruk.
" Selama dia gak sentuh atau saya, saya tidak keberatan. Toh tidak terlalau merugikan saya, dan diamnya saya bisa membuat dia meluluhkan hatinya dan mempertimbangkan untuk menjual tanah yang strategis itu," ujar Lira dengan santai, namun masih tak membuat Radith merasa puas.
" Itu namanya dia pelecehan, pelecehan secara verbal. Bisa aja dia gue jeblosin ke penjara, taapi gue amsih mikir, dia kayanya nanggung, kalau dipenjara pasti keluarganya bakal jatuh," ujar Radith yang kembali membuat Lira terkekeh, dia tak menyangka Radith begitu mempermasalahkan hal itu, padahal Lira tidak begitu merasa keberatan.
" Sudah pak, yang penting kita sudah dapatkan lampu hijau dari orang itu, saya akan persiapkan surat kontrak sedetail mungkin agar tidak rancu dan prosesnya cepat," ujar Lira yang diangguki oleh Radith, namun lelaki itu langsung tersadar sesuatu dan menatap Lira dengan picingan mata. Dilihat seperti itu tentu membuat Lira merasa gugup.
" Apa peraturan dari gue aklau Lo lagi berdua sama gue di luar kantor? Coba ulangi perkataan Lo pakai peraturan ini," ujar Radith yang seperti biasa hanya memberi perintah pada Lira.
" Euum, udah, yang penting kita dapat lampu hijau dari dia. Gue bakal siapin semua dengan detail biar ga rancu dan prosesnya cepat," ujar Lira yang mengulangi perkataannya, meski sedikit beda, namun artinya tetap sama.
" Good girl. Sebagai tanda terima kasih gue karna Lo udah bantuin gue, gue baal traktir Lo kemana pun yang Lo mau, Lo tinggal sebut nama dan dimana Lo bakal makan," ujar Radith dengan senang karna moodnya membaik setelah orang itu mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan Radith.
" Eum, kalau boleh, gue mau minta gaji gue sedikit di awal ini, sisanya waktu gajian. Gue benar – benar lagi butuh uang. Eh tapi gue gak minta, anggap aja hutang dan dibayar pakai gaji gue," ujar Lira dengan gelagapan karna Radith mengerutkan keningnya saat gadis itu membahas uang.
" Lo butuh berapa dan buat apa?" tanya Radith penasaran.
" Gue butuh 3 juta, itu buat bayar sekolah adik gue, kalau gak dibayar dia gak bisa ikut ujian, kalau dia gak ikut ujian dia gak bakal naik kelas, otomatis bakal keluar uang sekolah lagi," ujar Lira dengan helaan napas berat dari dalam dirinya.
" Urusan sekolah adik Lo itu bukan urusan gue, gue kan mintanya Lo pilih mau ditraktir dimana, bukan ke yang lain – lain," ujar Radith dengan sewot. Lelaki itu langsung berjalan ke arah mobilnya, meninggalkan Lira yang langsung merasa pusing.
" Oke, karna Lo nolak, gue yang bkal pilih tempatnya," ujar Radith yang langsung masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Lira dari arah lain. Mereka duduk tenang dengan Lira yang hanya menunduk dan memikirkan nasib adiknya, dia harus mendapat pinjaman secepatnya jika memang perusahaan tak mau meminjaminya.
" Nah, udah sampai," ujr Radith yang membuyarkan lamunan Lira. Gadis itu menengok sekitar dan mendapati taman kota dengan banyak anak kecil yang sedang bermain. Lira langsung bingung kenpa Radith mengajaknya ke tempat ini, padahal leaki itu bilang mau menraktirnya, apakah di tempat yanag seperti ini?
" Lo gak mau turun? Kalau gak mau gue kunci pintunyaa dari depan, biar engap Lo di dalam sana," ujar Radith yang membuat Lira tersadar dan langsung bangkit dari duduknya, keluar dari mobil dan memebiarkan supir untuk mencari tempat parkir sementara Radith dan Lira berjalan menyisir setapak sambil melihat bunga yang ada di sana.
" Gue dulu pernah ke sini sama Lunetta. Kalau gak salah ingat, dia jatuh dan gue harus gendong dia, itu semua Cuma karna dia pingin makan sesuatu dan gue gak bisa nolak permintaan dia, padahal pesan juga bisa, tapi gue lebih suka gendong dia," ujar Radith tiba – tiba yang membuat Lira sedikit sedih, lelaki itu hanya memikirkan orang yang tak memikirkannya.
" Apa Lo gak capek berharap tiap hari? Apa Lo gak capek cinta sama dia padahal dia udah jadi pacar orang lain? Bahkan mereka mau menikah kan? Kalau mereka nikah, Lo siap patah hati?" tanya Lira yang membuat Radith menedongak dan menatap biji mata gadis itu dalam.
" Gue gak ada bilang mau ganggu hubungan mereka, gue gak ada bilang gue gak siap kalau dia nikah. Asalkan dia bahagia sama pilihannya, ya gue juga bahagia buat dia," ujar Radith yang secara spontan dijawab decihan oleh Lira.
" Klasik banget tahu gak sih? Lo terluka demi orang yang Lo sayang, seakan Lo gak berhak buat bahagia. Gue gak tahu apa yang terjadi sama kalian sampai dia punya pacar dan Lo masih stuck. Tapi yang gue tahu, kalau dia udah bersama kebahagiaannya, Lo harus cari kebahagiaan Lo, kemerdekaan buat hati Lo," ujar Lira yang diakhiri dengan senyum tipis.
Radith tersenyum saat Lira berjalan di depannya setelah mengatakan itu. mereka kembali berjalan sambil melihat beberapa anak yang sedang bermain kelereng, bermain bola, atau sekadar berlari larian, seolah mereka tak memiliki beban hidup samaa sekali. Apakah itu yang dirasakan semua orang saat mereka masih kecil?
Radith melihat penjual gula kapas. Lelaki itu langsung menarik tangan Lira dan mengajak gadis itu untuk membeli gula kapas, namun Lira tampak enggan menatap gumpalan gula yang ada di sebuah wadah itu. hal itu tentu membuat Radith kembali terdiam. Apakah Lira juga tak menyukai gula kapas?
" Gula kapas memang enak sih, tapi gue udah lama jadi musuhnya gula kapas, gue dilarang buat makan begini, perintah pelatih Gym gue kayak gitu," ujar Lira sambil mengedikkan bahunya. Jujur saja, Radith kecewa dengan respon Lira, namun dia tak bisa memaksa Lira untuk memakan sesuatu yang tidak dia suka.
Karna sudah ada di sana dan penjual sangat berharap Radith membeli dagangannya. Radith akhirnya memborong semua bungkusan yang ada di sana dan membagikannya pada supir serta penjaga yang ada di sekitar mereka, hal itu kembali membuat Lira tersenyum, Radith yang hangat telah kembali. Radith yang senyumnya bisa membuat siapapun meleleh hanya dengan melihat.
" Lo jangan lihat gue lama – lama, nanti Lo jatuh cinta," ujar Radith santai sambil melihat dan mencari sesuatu untuk dimakan. Lira langsung memalingkan wajahnya. Dia merasa pipinya bertambah panas, namun dia tak mau Radith tahu dan menjadikannya bahan bullyan. Lebih baik dia berpura – pura untuk melihat anak – anak yang bermain.
" Kalau Lo gak suka dan gak akan suka, atau paling enggak mau rahasiain dari gue kalau Lo suka sama gue, Lo harus bisa menghindari pertanyaan kayak gitu, Lo harus bisa jawab dengan lugas dan percaya diri, bagus lagi Lo gak bohong soal perasaan Lo sih," ujar Radith dengan santai.
" Gue, gue gak suka sama Lo. Mana mungkin gue suka sama Lo, Lo itu suka ngatur, galak, punya banyak sifat dan menyebalkan, bukan tipe gue banget," ujar Lira yang sudah mengumpulkan sisa – sisa keberanian yang dia punya. Radith langsung menhentikan langkahnya dan menatap Lira.
" Coba Lo ngomong kayak gitu, tapi kali ini lihat mata gue. Kalau Lo berhasil ngomong, gue anggap gue salah tentang persepsi gue," ujar Radith yang membuat Lira meneguk salivanya.
" Lo gak beranai? Lo beneran suka sama gue?" tanya Radith yang kini ikut terkejut, padahal dia hany bergurau saja
" Lo? Lo beneran suka sama gue? Gue?" Radith mengulangi pertanyaannya akrna Lira tak menjawabnya.
" Enggak kok, jangan salah paham, gue gak mau lihat karna gue tahu gak sopan kayak gitu ke bos sendiri," ujar Lira yang masih memalingkan wajahnya dari Radith dan menajwab dengan lancar.
" Baguslah, jangan pernah suka sama gue, udah cukup satu hati hancur karna gue. Gue gak mau lo menyesal dan berakhir seperti Luna," ujar radith pelan sambil memalingkan wajahnya agar Lira tak mendengar pertanyaannya.
*
*
*
Jangan Lupa Like, Comment, Favorit dan share ke teman – teman kalian agar kisah ini tersampaikan sampai penjuru dunia. ( hahaha, lebay deh Authornya)
See you and Love you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
nur.B 2890
gw suka karakter radith...
2020-12-14
0
🌸 S U C I A G N I A 🌸
Sumpah babang Radith sama gue aja sini
2020-12-10
0
💤💤💤
bagus kak teruskan.
aku menggalkn jejak
2020-05-20
0