Bara terduduk di ruang dokter sambil membuka pesan yang masuk di ponselnya. Iwan telah melaporkan hasil investigasi. Bara pun akhirnya menghubungi Iwan, "Besok dia suruh datang ke Dirgantara menjelang makan siang" perintah Bara lagi. Bara beranjak dari duduk hendak ganti baju. "Pak Bagus aku duluan ya" pamit Bara. "Oh iya dok" tukasnya yang sedang sibuk melengkapi berkas pasien.
Bara berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang tampak ramai karena sekarang adalah jam jenguk pasien. Bara yang telah berganti setelan kemeja sedikit melipat bagian lengannya ke atas. Menambah aura ketampanan dokter Bara. Meski dia seorang dokter, sangat jarang Bara memakai snelli.
Bara berjalan menuju tempat di mana mobilnya terparkir. Tak sengaja dia juga berpapasan dengan pak Bambang yang sampai sekarang dipertahankan Bara untuk tetap menjadi direktur Rumah Sakit nya. "Loh, tumben pak Bambang baru pulang" sapa Bara. "Loh, dokter Bara kok juga baru keluar?" tanya pak Bambang menimpali. "He...he....biasalah pak, kan pak Bambang tau gimana situasi kalau sedang stanby di kamar operasi" gurau Bara. Bara yang sebetulnya adalah bos nya pak Bambang, tapi kalau di rumah sakit Bara lah yang menjadi bawahan pak Bambang. Bingung kan? Othor aja juga bingung bagaimana menjabarkan kalimatnya.
Mereka berjalan berdampingan menuju parkiran rumah sakit. "Belum dijawab loh pertanyaanku yang tadi??" ulang Bara. "He...he...ìya dok. Nungguin proyek pembangunan ruang hemodialisa itu loh. Aku nggak mau kecolongan lagi seperti dulu. Nggak enak juga sama tuan Mayong waktu itu" seloroh pak Bambang mengingatkan kembali waktu pengadaan alat MRI. Waktu itu Dirgantara masih dipegang oleh Mayong, kakak Bara. "He...he...jangan kuatir pak. Rekanan yang kupilih sekarang lebih terpercaya pemiliknya" Bara terkekeh. "Ya jelas saja terpercaya tuan, lha wong pengadaan alatnya saja dari Gayatri Grub perusahaan punya dokter Maya. Apalagi sekarang dipegang sendiri oleh tuan Mayong perusahaan itu" tukas pak Bambang. "Makanya pak, jangan sering lembur. Ingat usia...he...he..." gurau Bara lagi. "Tau aja dokter Bara ini, sudah sering encok ini badan" pak Bambang memegang pinggangnya. Mereka pun tertawa bersama.
Bara sampai mansion selepas jam tujuh malam. Sudah operasi yang kedua cukup sulit, ditambah kemacetan yang mengular akibat kecelakaan lalu lintas semakin menambah telat kepulangan Bara.
"Masih ingat rumah" celetuk mama Clara. Bara menengok ke asal suara dan terkekeh menyambut ucapan mama nya. Bara mendekat dan menciumi mama nya. "Haissssss....mandi dulu sana. Jangan kau ciumi istriku" larang papa Suryo. "Pelit...." tukas Bara. "Kalau mau cium-cium...sana cari istri" tandas papa Suryo dalem banget. Bara hanya mengerucutkan bibirnya.
"Anakku mana Mah?" tanya Bara yang tidak melihat keberadaan putrinya. "Masih ingat kalau punya anak???" sergah mama Clara. "Masih lah Mah. Putri cantik peninggalan my Queen. Yasmin Melati Sukma" jawab Bara. "Hmmmm....semua orang juga tau Bara, nama mamanya Agni" sela papa Suryo. "Iya...iya...terus di mana sekarang putriku?" tandas Bara.
"Di rumah Mayong" jawab singkat mama Clara.
Bara menepuk jidatnya, kalau sudah di sana pasti akan sangat sulit merayu putrinya untuk diajak balik mansion. "Makanya cari istri, terus buat adik buat Agni. Biar putrimu nantinya ada teman bermain" ledek papa Suryo. "Hhmmmmm...itu lagi yang dibahas" Bara melangkah menuju kamarnya. "Ha...ha..." papa Suryo dan mama Clara tertawa bersamaan melihat ekspresi Bara tadi. "Biarin Pah...jadi orang kok sibuk terus. Komporin terus aja dia" celetuk mama Clara. "Iya juga sih, hampir empat tahun Bara dengan kesendirian. Kadang kasihan dia juga Mah, hatinya terlalu dalam tertancap untuk Yasmin" tandas papa Suryo. "Mama punya usul Pah, seumpama Bara kita jodohin gimana?" kata mama Clara. "Hadech, mama kebanyakan baca novel online ya? Atau banyak ngedrakor? Biarlah menjadi urusan Bara, kita cuma bisa ngedukung dan berdoa yang terbaik untuknya" terang papa Suryo. "Siapapun jodohnya, doakan itu yang terbaik untuk Bara" lanjut papa Suryo.
Sesuai perintah Bara, keesokan hari Iwan menghadirkan wanita yang sudah berumur dan telah mengaku sebagai ibu nya Elis Melati, cewek pencopet itu.
Bara menyuruh Iwan masuk ke ruangannya bersama dengan wanita itu. "Selamat siang tuan" sapanya sopan. "Silahkan duduk nyonya" Bara beranjak dan duduk saling berhadapan dengan wanita itu. "Sekali lagi tuan Bara. Saya mohon cabut tuntutan anda untuk putri saya. Saya tau putri saya telah melakukan kesalahan hingga mencoreng nama baik perusahaan anda. Tapi seharusnya saya lah yang menjadi pihak paling bersalah karena salah mendidik putri saya. Saya juga tau anda orang baik tuan Bara. Pasti anda sudah tau juga alasan putri saya melakukan tindakan tak terpuji itu" ucap ibu itu dengan terbata dan berderai air mata. Bahkan ibu itu rela bersimpuh di hadapan Bara untuk meminta maaf.
"Jangan seperti ini bu" Bara berusaha mengangkat bahu ibu itu, tapi dia tetap tak bergeming.
"Sebelum anda memaafkan putri saya, saya tak akan berdiri tuan" sanggahnya. Bara menatap Iwan. Iwan mengangguk, seakan memberitahu kalau sebenarnya ibu itu adalah wanita yang baik. Seperti yang diiinfo Iwan sebelumnya.
"Baiklah bu, akan saya cabut laporannya. Dengan syarat ibu menjamin kalau putri ibu tidak akan melakukan perbuatan seperti itu lagi di masa mendatang" akhirnya Bara menyetujuinya. Melihat ketulusan cinta ibu itu untuk putrinya membuat Bara luluh dan tergerak hatinya.
Ponsel Bara berdering. IBS calling. "Ada cito tuan?" tanya Iwan. "Halah, kayak tau cito itu apa?" ledek Bara. "Tuan, terima kasih atas semuanya. Saya undur diri dulu" ibu itu pamit. Bara sampai lupa keberadaan ibu itu kala ada panggilan masuk. "Iya silahkan bu" tukas Iwan ramah. Dan ibu itu pun keluar dari ruangan Bara.
"Aku duluan ya Wan, mereka sudah mengirimiku pesan. Persalinan macet katanya. Jangan lupa sore ini kau ke kantor polisi. Cabut tuntutanmu" perintah Bara. "Eh, itu bukannya tuan Bara ya yang menuntut??" elak Iwan. "Sama aja" Bara berdiri dan hendak keluar dari ruangan. "Tuan, jangan pergi dulu. Tanda tangani surat kuasa untuk pembatalan laporan polisi" cegah Iwan. Bara pun menandatangani tanpa membacanya. "Awas saja kalau berani menipuku ha...ha..." gurau Bara mengancam Iwan. Iwan pun manyun menanggapi ucapan tuannya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading 😊🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments