Bara dibantu oleh Anung yang merupakan perawat anesthesinya mempersiapkan pasien dengan anemia dan kehamilan letak lintang itu. "Mas Bro, monitor tolong dipasang semua seperti biasanya" perintah Bara sambil meneliti kembali nilai haemoglobin pasien yang tercatat di rekam medik. "Siap dokter" sahut Anung sang penata anesthesi, yang merupakan asisten Bara.
Saat dokter Budi masuk, "Kadar haemoglobinnya lumayan rendah lho dok" ucap Bara. "Iya dok, sebenarnya mau kujadwalkan operasi setelah transfusi paling nggak masuk dua kantong, tapi pasiennya keburu pembukaan duluan. Terus ini tadi ada laporan kalau denyut jantung janin di bawah garis normal" jelas dokter Budi. "Oke...tapi masih ambang batas aman kok dok kadar haemoglobinnya, semoga tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan" tukas Bara.
Dokter Budi melaksanakan perannya, setelah pembiusan telah berhasil dimasukkan. Saat respon nyeri di perut pasien sudah hilang, maka dokter Budi melakukan insisi di perut pasien. Awalnya tindakan itu lancar sampai bayi lahir. Nyatanya kadang prediksi seorang dokter bisa juga salah. Dokter juga hanyalah manusia. Tindakan yang diprediksi aman, ternyata pasien terjadi perdarahan hebat pasca bayi dilahirkan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana situasi kamar operasi saat itu. Semua sibuk dengan tugasnya masing-masing demi keselamatan pasiennya.
Bara meminta Anung untuk memasang infus di tangan sebelah. Berbagai cairan masuk untuk mengganti cairan darah yang hilang. Obat-obatan untuk membantu menghentikan perdarahan juga semua sudah dilakukan. "Dok, saya putuskan angkat rahim ini" ucap dokter Budi di tengah durante operasi. Karena berbagai upaya telah dilakukan, rahim tidak mau berkontraksi sama sekali. "Oke dok, usahakan secepatnya. Tekanan darah sudah drop ini. Darah yang tersedia akan langsung saya masukkan" Bara menimpali.
Hampir dua jam lebih mereka berkutat dengan tindakan operasi. Semua masih menampakkan wajah serius. "Kondisi stabil, perdarahan gimana?" tanya Bara. "Alhamdulillah teratasi, tinggal jahit lemak dan kulit dok" tukas dokter Budi. Semua kru kamar bedah bernafas lega. Hilang satu kekhawatiran, itu ucapan yang selalu di ucapkan oleh mereka yang ada di sana. Padahal akan datang lagi kekhawatiran baru menghadapi pasien-pasien yang lain.
Bara muncul di mansion dengan wajah lelahnya. Papa Suryo dan mama Clara sedang duduk bercanda dengan Agni. Bara sampai tidak menyadari kalau putrinya sudah bisa diajak bergurau. "Halo, papi pulang" ucap Bara. "Pa...pa..piiiiiii..." Agni yang sedang belajar berjalan itu menengok ke papi nya. "Cuci tangan kau Bar...jangan jadi kebiasaan" cegah mama Clara. Bara beranjak untuk mencuci tangannya. "Sampai kapan kau begini? Putrimu juga butuh perhatian" sela papa Suryo saat Bara merengkuh Agni dalam gendongannya. "He....he...jangan bilang begitu Pa, aku melakukan semua ini juga demi Agni" tukas Bara. Bara menciumi wajah putrinya, dan menggelitik sang putri. Meski tiap hari hanya sebentar bertemu putrinya, Bara tetap meminta laporan dari mba Rani tentang tumbuh kembang putrinya itu. Setiap malam Agni juga selalu tidur bersama dengan dirinya, agar bonding tetap terjaga.
"Agni jangan kau jadikan alasan. Bahkan tanpa kau kerja pun, hidupnya akan serba kecukupan sampai cucunya Agni nanti" sergah papa Suryo. "Haisssss, papa mikirnya jauh amat" Bara berkomentar. "Kan memang benar Bar, apa yang papamu bilang. Hartamu itu tak kan habis bahkan sampai cicitmu nanti" mama Clara membela suaminya. Bara hanya menggaruk kepalanya, percuma berdebat dengan papa dan mama. Endingnya pasti dia disuruh mencari pengganti Yasmin istrinya dengan Agni putrinya yang dijadikan alasan utama. "Bahkan mertuamu sudah merestui juga lho Bar" imbuh mama Clara. "Tidak akan Mah" tukas Bara dan berlalu ke kamar hendak membersihkan diri. Mama Clara hanya bisa menatap pasrah kepergian putra keduanya itu. Bahkan sampai sekarang kau masih sulit membuka hatimu, batin mama Clara.
Kesibukan Bara masih tetap sama, bahkan hal itu telah berlangsung hampir lima tahun. Agni sudah menjadi Balita yang super cantik, bahkan dia telah sekolah di sebuah taman kanak-kanak elit di kota J. Agni bersekolah yang sama dengan ke empat sepupunya. Agni bahkan sudah bisa protes kalau Bara tidak menjemput langsung putrinya itu. Agni bahkan tidak mau dijemput oleh sopir yang disediakan Bara. Kalau sudah begitu, Maya lah yang selalu direpotkan oleh Agni.
"Kak, Agni bersamaku. Sekarang aku menuju mall Dirgantara, Raja ingin beli buku di sana. Jadi semua kuajak sekalian" ucap Maya saat menghubungi Bara. "Oke May, nanti habis rapat aku susul ke sana" jawab Bara. Maya yang sekarang sudah menjadi konsultan onkologi, lebih bisa mengatur waktunya terutama dalam jadwal-jadwal operasi sehingga selalu menyempatkan menjemput putra putrinya di sekolah.
Kalau Mayong suami Maya jangan ditanya sibuknya. Mayong dan Bara adalah kakak adik yang kompaknya luar biasa. Kompak dalam hal kesibukan.
Saat Bara datang, Maya terlihat kewalahan mengurus Agni yang super aktif itu. Padahal ketiga putri kembar Maya yang hanya terpaut satu tahun dengan Agni telah duduk tenang di tempatnya masing-masing menunggu pesanan makanan datang. "Agni, hayo sini dipangku mama" ajak Maya. "Nggak mau, aku mau ke sana" tunjuk Agni ke arah play ground. "Iya, tapi makan dulu ya!!!" Maya mencoba mengalihkan perhatian Agni. "Nggak mau Ma" tolak Agni. "Ayo sama kakak aja, kakak sudah selesai makan nih" sela Raja turun dari kursinya. "Kakak temenin adik dulu. Tapi ingat jangan jauh-jauh ya" pesan Maya ke Raja putra sulungnya itu.
"Makasih ya May sudah ikut membantu merawat Agni" ucap Bara tiba-tiba di belakang Maya. Sebenarnya Bara yang datang sedari tadi tapi tidak langsung menghampiri mereka. "Agni juga putriku kak, jangan pernah bilang begitu lagi" tukas Maya. Tak berapa lama Mayong juga datang bersama Doni asistennya. "Om Doni..." teriak kompak Ghani, Ghalya dan Ghania. Mayong hanya bisa menepuk jidatnya, bagaimana asistennya yang malah disambut oleh ketiga putrinya itu.
Bara, Mayong dan Maya terlibat gurauan saat acara makan siang itu. Raja bersama Agni, sementara ketiga bocah kembar itu sangat antusias mendengar cerita dari Doni.
"Bar, lama tak ketemu kenapa ubanmu lebih banyak daripada ubanku?" gurau Mayong. "Yank, bener nggak?" lanjut Mayong minta persetujuan Maya. "Dia memang begitu sayang, sibuk kejar setoran" imbuh Maya.
Di tengah obrolan, mata Bara tak sengaja menangkap pergerakan seseorang berperawakan semampai yang memakai topi seolah sengaja menutup wajahnya sedang mengambil dompet seorang pengunjung di salah satu outlet yang ramai di foodcourt itu.
Bara berdiri tanpa menanggapi gurauan Mayong dan Maya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
to be continued
Ke pasar beli belanja, kalau suka jangan lupa like-nya 😊
Balik pasar lagi tuk beli cuka, kasih komen othor tambah suka 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Novita Sari
aq menikmati dulu kak..tanpa komen dulu gak pa2 ya🤗🙏✌️
2022-09-30
2