Elis keluar kamar mandi dengan handuk masih melilit rambut basahnya. Asap masih mengepul dari meja makan. "Wah, jadi lapar Mah" seruku. "Makanlah...pasti makanan penjara tidak enak" ucap mama. "Enak Mah, malah di sana tinggal makan nggak usah pakai kerja" ujarku. Mama menjitakku karena asal ngomong. "Mana ada di penjara kok malah senang, ya baru kamu itu" seloroh mama. Meski hanya dengan semangkok mie kuah instan, bagiku rasanya sudah wow banget. Apalagi mama memilihkan rasa soto kesukaanku...menu sederhana jadi istimewa. Aku tidak menanyakan kebaradaan ayah tiriku, karena tidak ingin merusak momen kebahagiaan ini.
🌻🌻🌻
Beberapa hari sebelumnya, Bara yang buru-buru pergi ke rumah sakit dicegat oleh karyawan bagian customer service di lobi. "Siang tuan Bara, maaf mengganggu waktunya sebentar. Ada ibu-ibu yang sedang mencari anda. Sudah coba saya tolak, tapi ibu itu memaksa. Malah sedari pagi ibu itu menunggu anda" dengan rasa takut karyawan wanita yang berdandan sedikit m3nor itu bilang ke Bara.
"Di mana? Ada keperluan apa?" tanya Bara yang memang sedang tergesa-gesa karena jadwal cito operasinya. "Bilangnya ingin bilang tentang putrinya yang tuan penjarakan, dia ada di sebelah sana" tunjuknya ke arah wanita setengah tua yang duduk melamun di kursi yang disediakan di lobi itu. "Baiklah, aku akan menemuinya sebentar" jawab Bara.
Bara berjalan menghampiri wanita yang mungkin usianya di bawah mama Clara. Meski dengan pakaian sederhana masih menampakkan guratan kecantikan di wajahnya. "Siang bu, saya Bara. Tadi karyawan saya bilang kalau anda ingin menemui saya. Maaf saya juga sedang buru-buru ini" sapa Bara sambil melihat jam tangan mewahnya. "Selamat siang tuan. Maaf mengganggu waktu istirahat anda" kata ibu itu dengan sopan. Detik berikutnya dia mengulurkan tangan, "Saya mama nya Elis". Elis...Elis....Bara masih berusaha mengingat nama itu. Tapi belum sampai mengingatnya, ibu itu nyeletuk. "Elis Melati, cewek pencopet itu Tuan" jelasnya. "Hmmmm...." Bara manggut-manggut karena saat itu tidak begitu memperhatikan nama cewek itu.
"Maaf, kemarin saya datang ke mall Dirgantara dan memaksa petugas di sana untuk memberitahu keberadaan anda" tambahnya. Ih payah mereka, kok bisa dipaksa dengan wanita seperti ini. Apa karena iba, jadi mereka terpaksa melakukannya. Tapi kalau lihat penampilannya, sepertinya dia wanita baik-baik. Pikiran Bara mulai menyelidik.
Ponsel Bara berdering kembali. "Iya, halo" sapa Bara. "Tuan sudah ditunggu dokter Budi. Sudah otewe belum??" ternyata yang menelpon adalah Anung, perawat anesthesi asistennya. "Siapkan aja Nung, tiga puluh menitan aku sampai. Sampaikan maafku ke dokter Budi" tukas Bara. "Baik dokter" jawab Anung dan panggilan itu pun berakhir. "Maaf bu, saya harus secepatnya pergi. Ada hal urgen yang mesthi kukerjakan" pamit Bara saat itu. "Maaf....maaf sudah mengganggu waktunya tuan" wanita itu menangkupkan kedua tangannya dengan wajah terlihat kecewa.
Bara hanya bisa menggaruk kepala saja saat wanita itu berbalik arah pergi menjauh dari tempat duduknya.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit Bara menelpon Iwan. "Iwan, hari ini juga tolong kau selidiki latar belakang wanita yang kujebloskan ke penjara beberapa hari yang lalu" perintah Bara. "Hah, wanita pencopet itu maksud tuan???" ada nada tak percaya dari ucapan Iwan asisten Bara. "Iya" singkat Bara. "Jangan bilang anda tertarik dengannya tuan. Banyak wanita yang lebih baik dari cewek itu" Iwan menasehati. "Haisss...siapa juga yang tertarik dengannya. Tadi ada wanita yang mengaku ibu dari cewek itu menunggu ku di lobi. Seperti ada yang mau disampaikan olehnya" jelas Bara. "Siap bosque. Tapi kalau tertarik juga nggak papa kok, biar duren juga lekas laku" canda Iwan. "Iwan!!!!!" teriak Bara sambil menyetir. "Siap Tuan, saya masih di sini. Nggak usah kenceng-kenceng teriaknya. Buang-buang energi" celetuk Iwan tanpa rasa bersalah. Bara menutup panggilan telponnya sepihak. Sementara Iwan yang berada di Dirgantara terbahak karena berhasil menggoda tuannya. Tapi Iwan beranjak juga, untuk melaksanakan perintah Bara.
"Sori dokter Budi, telat nih" ucap Bara begitu memasuki ruang operasi. "Nggak papa dok, pasti bos besar ini sangat sibuk. Aku sangat memaklumi. Bisa datang saja alhamdulillah" tukas dokter Budi tertawa. "Aku yang sungkan dok, kalau seperti ini" tukas Bara tertawa. "Biasa dok, kita semua sudah memaklumi" Anung menimpali. "Ha...ha..." terdengar tawa bersamaan di ruang operasi itu. Suasana kebersamaan seperti ini lah yang sering dirindukan oleh Bara.
Operasi cito kali ini berjalan tanpa hambatan berarti. "Dokter Budi, masih ada cadangan pasien lagi nggak? Ntar di jalan sudah suruh putar balik" canda Bara saat koleganya itu sedang melengkapi berkas rekam medik. "Ha...ha...masih ada dok. Baru pembukaan lima di ruang bersalin. Tapi biar lahir spontan saja" jawabnya.
Anung datang tergopoh menghampiri Bara. "Jangan pergi dulu dok, barusan IGD nelpon. Ada pasien pneumothorax, pasca KLL (Kecelakaan Lalu Lintas)" lapor Anung. Bara menepuk jidatnya, "Gak jadi pulang" selorohnya. Bahkan tawa dokter Budi terdengar semakin keras. "Maaf ye bossss, aku duluan. Syemangatttttt" tandasnya dengan masih tertawa menuju ruang ganti. Bara tersenyum menimpali kolega nya itu.
Selama menunggu persiapan pasien yang masih di IGD, Bara mencoba menghubungi mama Clara. "Husttt...putrimu sedang tidur. Ntar aja nelpon lagi" mama Clara langsung menutup panggilan Bara. "Hmmmmm...padahal ku cuma bilang kalau pulang telat" gumam Bara. Bara hanya mengirimi pesan ke mama Clara.
Tak lupa Bara juga mengirimi pesan Iwan untuk segera bergerak. Padahal saat itu Iwan sudah berada di lokasi penyelidikan..he..he...
Kali ini operasi lumayan berlangsung lama. Lokasi sumber perdarahan dan tambahan beberapa fraktur os costae (patah tulang rusuk) menjadikan operasi bertambah sulit. Doktes Bagus sebagai operator sampai keringatan, meski AC sentral cukup dirasakan dingin oleh Bara. Perawat sirkuler membantu mengelap keringat di kening dokter Bagus. "Lap lagi mba" pinta doktee Bagus. "Mesra amat dok" goda Bara untuk mengurangi ketegangan operator itu. "He..he...takutnya keringat jatuh di lapangan operasi dok" tukas dokter Bagus. "Iya lah aku tau, bisa jadi sumber infeksi tambahan tuh. Makanya santai aja dok, pasien juga stabil kok" beritahu Bara. "Siap laksanakan" tutur doktee Bagus dengan pandangan fokus ke lapangan operasi. Operasi selesai tepat menjelang maghrib.
Bara terduduk di ruang dokter sambil membuka pesan yang masuk di ponselnya. Iwan telah melaporkan hasil investigasi. Bara pun akhirnya menghubungi Iwan, "Besok dia suruh datang ke Dirgantara menjelang makan siang" perintah Bara lagi. Bara beranjak dari duduk hendak ganti baju. "Pak Bagus aku duluan ya" pamit Bara. "Oh iya dok" tukasnya yang sedang sibuk melengkapi berkas pasien.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading
Hari sabtu hari Minggu, semoga sehat selalu
Like komen vote favoritnya yaahhhhhh...makacih 😊🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments