Bara seolah-olah sudah menutup hatinya. Aura datar dan dingin semakin terpancar di wajah Bara.
Bara turun dari mobil mewahnya, dan berjalan ke ruang instalasi bedah sentral. Selama di rumah sakit, atribut sebagai CEO Dirgantara grub untuk sejenak dia lepaskan. Bara kembali ke dunianya semula, sebagai seorang dokter spesialis anesthesi. Dunia yang sangat dicintainya.
"Halo semuanya" sapa Bara memasuki ruang operasi. Tim semua sudah siap. "Dok, ijin menyampaikan. Ada perubahan jadwal. Ini dokter Bagus yang maju duluan, karena pasien dengan appendicitis mengeluh nyeri perut hebat. Tapi tanda vital semua baik" jelas perawat anesthesi asistennya di kamar operasi. "Oke, siapkan saja" perintah Bara sambil menelisik rekam medis pasien.
"Dok, kira-kira butuh lama nggak untuk tindakannya?" Bara memastikan ke dokter Bagus untuk memutuskan jenis anesthesi apa yang akan diberikan ke pasien itu. "Seperti biasanya dok, paling perlu sedikit waktu untuk membersihkan rongga perut akibat pecahnya sumber infeksi utama" tukas dokter Bagus. "Baiklah..siap" celetuk Bara. Dan dengan cekatan dia memberikan suntikan anesthesi lewat tulang belakang pasien. Pasien yang sebelumnya meringis karena menahan nyeri yang sangat, sekarang bisa tersenyum karena nyeri nya mulai mereda dan hilang. "Yang tenang Tuan, berdoa semoga operasinya lancar" ucap Bara ke pasien yang telah berhasil dibiusnya. "Dokter Bagus, silahkan cuci tangan" seloroh dokter Bara yang melihat dokter Bagus belum bergerak dari tempatnya. "Siap bosssss" tukas dokter Bagus dengan bercanda kepada sejawat sekaligus bos besarnya sekarang.
Saat durante operasi, jangan dibayangkan suasana yang mencekam. Malah yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak gurauan yang terjadi di sana, tanpa mengesampingkan penanganan serius pasien. Belum lagi banyak ulah konyol para perawat yang menjadi tim operasi di rumah sakit Suryo Husada. Seperti contohnya kali ini, saat serius menangani pasien dengan kasus bedah, tiba-tiba terdengar suara kentut seperti sirine dari salah satu penduduk dari kamar operasi itu. Semua mengumpat serempak karena tidak bisa menutup hidungnya karena tangan masing-masing sedang memakai sarung tangan steril yang sudah belepotan dengan darah. Bara yang mengetahui siapa dalangnya dan kebetulan dokter anesthesi sudah tidak perlu lagi tindakan steril setelah membius, menimpuk dengan remot AC yang berada di sebelahnya. Hal-hal kecil seperti itulah yang membuat Bara enggan meninggalkan pekerjaan utamanya. Sesibuk apapun di Dirgantara, Bara selalu menyempatkan datang langsung ke Suryo Husada.
"Dokter Bara, tambah sibuk aja" celetuk dokter Bagus tanpa mengalihkan pandangan dari lapangan operasi didepannya. "Sibuk apanya dok, datang duduk di kursi rapat selesai. Gitu kok dibilang sibuk...he...he... Malah enakan di kamar operasi gini kelihatan jelas kerjanya" seloroh dokter Bara. Menjadi seorang CEO adalah pengalihan Bara untuk mengalihkan kesedihannya, sejawatnya tentu sudah tau semua.
Saat operasi dokter Bagus mau selesai, datang perawat sirkuler dari ruang operasi sebelah. "Ijin dokter Bara, pasien dokter Alex sudah disiapkan" celetuknya. "Oke mba, bentar lagi aku nyusul" tukas Bara. "Tinggal aja dok, ini juga tinggal kulit aja yang belum dijahit. Pasien stabil kan???" seloroh dokter Bagus. "Aman terkendali" tukas Bara dan bergegas ke ruang operasi sebelah.
Seperti sebelumnya Bara selalu meneliti kembali berkas rekam medik pasien, meski sebelumnya dia sudah menerima laporan dari perawat jaga dan juga kadang memeriksanya sendiri. "Kak, nggak capek memangnya. CEO kok selalu kejar tayang???" gurau Alex tiba-tiba. "Hmmmm...dibius nggak nih pasienmu????" tukas Bara. "Siap juragan, hamba mengikuti perintah" masih berlanjut gurauan Alex sang dokter kandungan itu. Alhasil sebuah tonjokan kecil di lengan didapat Alex. "Lex, General Anesthesi aja ya..Pasti operasimu lama kali ini. Tumor aja apa semua yang kau babat?" ujar Bara. "Nggak usah nanya, kau pasti lebih tau kak bius apa yang diperlukan. Aku mah tinggal mengangkat tumornya selesai.Tapi kalau sulit terpaksa ya kuambil sekalian rahimnya" tandas Alex. Memang benar apa yang dibilang dokter Alex, urusan pembiusan dokter anesthesi ranahnya. Pengangkatan tumor menjadi ranah operator operasi sekaligus yang menjadi dokter penanggung jawab.
Saat durante operasi, Alex sedikit kesulitan mengambil tumor karena lokasinya sedikit sulit dijamah, ditambah dengan kondisi pasien dengan berat di atas rata-rata. "Lex gimana? Masih sulit dijangkau?" tanya Bara ikut melihat lapangan operasi dari belakang posisi Alex sang operator tindakan. "Iya nih kak. Bisa ditambahin obat apa kek, biar lemas otot perutnya. Kaku banget nih" celetuk Alex menjawab pertanyaan Bara. "Seperti menggali sumur ya dok, dalem banget perut ibu ini" celetuk perawat asisten bedah yang membantu Alex mengoperasi. Alex mengiyakan, karena memang benar adanya. Setelah Bara memberikan obat tambahan yang diminta Alex, "Gimana?" tanya Bara. "Sudah lumayan, nggak kaku-kaku amat" tukas Alex.
"Klem...potong...jahit..." terdengar kata-kata rutin seorang dokter kandungan saat menangani operasi gynecologi (hanya sebatas pemahaman author yaaaa....). Operasi telah berlangsung hampir satu jam, Alex belum berhasil mengeluarkan tumornya. "Sori kak, lama nih. Perlengketan di mana-mana" ucap Alex. "Santai aja, fokuslah" jawab Bara sambil menikmati musik yang diputar di ruangan itu. Bara hanya mengikuti saja selera musik yang diputar oleh kru kamar bedah di sana.
Masih ada satu antrian lagi, pasien dokter Budi yang dielektifkan sectio caesaria. "Mba, tolong dicek pasien dokter Budi sudah dipindahkan ke sini belum?" tanya dokter Bara ke perawat sirkuler. "Oke dokter, saya cek dulu" jawabnya sambil bergegas keluar dari ruangan operasi dokter Alex itu. "Akhirnya dapat juga" celetuk Alex mengeluarkan tumor sebesar kepala bayi itu. "Gedhe banget Lex???" ucap Bara melihatnya. "Iya nih kak. Malah pasien mengira ini kehamilan pertamanya karena perut yang membesar. Tapi tak dinyana, ternyata setelah ku USG terdapat tumor yang bersarang di rahimnya" cerita Alex. "Jadi ibu ini belum pernah punya anak?" tanya Bara penasaran. Dan Alex mengangguk. Dan hal itu membuat Bara semakin bersyukur, meski telah kehilangan istri tapi dirinya masih diberi amanah seorang putri cantik. Alex segera menyelesaikan operasinya, karena pasien dokter Budi sudah menunggu giliran berikutnya. "Kak, aku pamit duluan. Makasih bantuannya" ucap Alex saat sudah melengkapi berkas rekam medik pasiennya.
Kali ini pasien dokter Budi lah yang terakhir mengantri jadwal operasi hari ini. "Dok, pasien dengan hamil letak lintang. Barusan di lakukan cross cek ulang pemeriksaan laborat, ternyata kadar hemoglobinnya lumayan rendah" jelas bidan yang mengantarkan pasien itu. "Sudah order darah?" tanya Bara. "Sementara dua kantong whole blood dokter, sudah dibawakan sekalian bersamaan pasien masuk tadi" jelas bidan itu. "Oke, makasih. Dokter Budi belum datang?" celetuk Bara. "Lima menit lagi, sudah sampai parkiran" imbuh bidan itu.
Bara dibantu oleh Anung yang merupakan perawat anesthesinya mempersiapkan pasien dengan anemia dan kehamilan letak lintang itu.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
***to be continued
Pergi ke rumah sakit untuk periksa
Periksa kesehatan lah tentunya
Kalau kalian suka novelnya
Jangan lupa tuk tinggalin jejaknya***
*Jejak like, komen, hadiah bunga sekebun pun boleh..he..he...😊😊🤗
Lope u pullll 💝💝💝💝💝*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Rohad™
Izin nenda thor. ⛺ 😄
11-10-2023 | 07.57
2023-10-11
1