..."Jagalah cinta dalam hatimu. Hidup tanpa cinta bagai siang tanpa Matahari. Hingga semuanya gelap."...
Matahari mulai menampakkan sinarnya. Maura mengerjap-ngerjapkan mata, menghindari silau cahaya yang mengintip melalui celah jendela."Pedih sekali, kenapa leherku?."keluh Maura dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka sempurna seraya mengusap keseluruhan lehernya yang tiba-tiba terasa perih. Detik itu juga matanya terbuka lebar ketika menyadari ruangan yang berbeda. Ini bukan kamarku. Ya, Maura hampir lupa kalau dirinya tadi malam sudah menikah. Ia kemudian mengangkat selimut, demi menyaksikan kondisinya saat ini.
"Huh!." Maura membuang nafas lega mendapati pakaiannya yang masih lengkap dengan set kebaya. Ia memiringkan badan melihat keatas ranjang. Tidak ada pria itu disana. Hanya gemericik air yang terdengar dari dalam kamar mandi. Sepertinya saat ini, pria itu tengah membersihkan diri.
"Aku tidak bisa percaya begitu saja padanya." Maura mendudukkan diri, mengambil bantal lalu memangku, dan menumpukan kedua tangannya diatas sana."Satu tahun bukan waktu yang cepat. Apalagi kami harus tidur didalam satu kamar begini. Aku tidak bisa jamin dia bisa mematuhi perjanjian dalam kontrak pernikahan itu."
"Aku harus melakukan sesuatu."pungkasnya sambil memainkan ujung jari telunjuknya di pipi seperti sedang berpikir. Tak butuh waktu lama. Ketika sudah menemukan ide yang tepat, Maura beranjak dan langsung keluar dari kamar itu. Melangkah terburu-buru menuju kamarnya, sambil menaikkan kain jarik-nya hingga sebatas betis.
Hanya beberapa menit ia didalam kamarnya. Rencananya ia ingin mandi dan membersihkan dirinya lebih dulu. Karena sejak tadi ia merasakan tubuhnya gerah dan gatal. Mungkin itu karena semalaman dirinya tidur mengenakan pakaian kebaya hingga keringat nya yang mengalir tidak terserap sempurna. Tapi urung, karena Maura takut pria itu segera pergi ke kantor meninggalkannya. Ia akhirnya kembali ke kamar utama dengan membawa amplop coklat berukuran besar ditangannya.
Maura membuka handle pintu dan segera menutupnya kembali. Takut, takut jika ada yang melihat dirinya. Namun saat dirinya berbalik, ia dibuat terkejut dan panik melihat Damar sedang melepas handuk putih yang menutupi separuh badannya. Ah, Maura datang diwaktu yang tidak tepat. Pria itu sepertinya baru saja keluar dari kamar mandi dan hendak memakai pakaiannya.
"Aaaa!!!." teriak Maura kuat-kuat sambil menutup mata dengan sepuluh jarinya, hingga amplop yang dipegang terlepas jatuh kelantai. Anehnya, meski terkejut dan takut, seperti penasaran Maura melihat kembali melalui jari-jari nya yang tidak rapat, ketika Damar buru-buru memakai handuknya kembali. Hal itu membuat Maura kembali berteriak. Karena dirinya masih sempat melihat sesuatu yang berdiri terapit, dan membuatnya takut.
"Hentikan teriakanmu!." teriak Damar tertahan sambil menjepitkan lilitan terakhir handuk di pinggangnya. Namun Maura masih saja berteriak, saat itu dengan gerakan cepat ia membungkam mulut gadis itu hingga berhenti.
"Emmpp."
"Kamu tau tidak, teriakan mu ini bisa memanggil orang-orang datang kemari!."ucap Damar dengan geram. Benar saja, tak lama dari luar terdengar suara Amelia memanggil.
Damar, apa yang terjadi didalam, nak?
Mama dengar tadi ada suara teriakan.
Kalian baik-baik saja, kan?
"T-tidak ada, Ma! semua baik-baik saja." sahut Damar berbohong.
"Emmmp."
Maura berusaha melepaskan tangan pria itu yang masih membungkamnya. Namu sangat sulit, karena Damar benar-benar membungkam wajahnya dengan kuat.
Oh, begitu. Ya sudah, Mama tunggu dibawah.
Kita sarapan sama-sama.
"Iya, Ma!." seru Damar kembali. Tapi kemudian,
"Auu!!." teriak Damar tertahan ketika Maura menginjak kakinya kuat-kuat, seketika membuat tangannya yang sedang membungkam Maura terlepas."Apa yang kamu lakukan?."tanyanya sambil mengusap jari kakinya yang nyeri.
"Kamu membuat hampir mati kehabisan nafas, Mas." ucap Maura dengan suara terputus-putus.
Mendengar itu tawa Damar hampir lepas, tak hanya itu, ia juga merasa lucu dengan wajah Maura yang memerah bekas bungkaman tangannya."Sorry, aku tidak tau. Soal tadi tolong lupakan. Anggap kamu tidak pernah melihatnya."
Maura berdesis seraya membungkuk mengambil amplop yang teronggok dilantai."Tentu saja! aku tidak ingin melihatnya lagi." ia langsung menyodorkan amplop tersebut pada Damar.
"Untuk apa?." Damar mengambilnya.
"Aku menambahkan poin penting dalam kontrak pernikahan kita. Baca saja."
Damar langsung membuka, sorot matanya perlahan menyusuri penambahan tulisan yang ada didalamnya. Seperti tak terima, ia melihat Maura geram. Bagaimana tidak. Didalam kertas itu, Maura menambahkan poin perjanjian. Dimana poin kontrak pernikahan awalnya hanya ada tiga, kini bertambah dua. Dengan di poin ke 4 tertulis, 'Jika Damar Alga Zachni berani mencium bibir Maura Serillya Ayu, maka sebagai hukuman, Damar Alga Zachni harus bersedia dengan suka rela mengajari Maura Serillya Ayu memasak.'
Poin 5.'Jika berani melanggar poin pertama dalam kontrak pernikahan, maka Damar Alga Zachni harus rela membayar denda dengan mengubah kepemilikan Nara House menjadi atas nama, Maura Serillya Ayu.'
"Kenapa menatapku seperti itu? kamu tidak yakin dengan dirimu, Mas?."tanya Maura dengan nada mengejek."Sebenarnya aku melakukan ini, karena aku tidak ingin rugi. Setidaknya saat kita bercerai aku benar-benar masih perawan. Aku rasa hukuman ini sangat berat untukmu. Jadi dengan begitu, kamu akan berpikir seratus kali untuk melakukannya."
Damar seakan tertantang, seolah Maura menganggapnya tak bisa di percaya."Oke, terserah kamu saja! itu tidak masalah untukku."ucapnya memberikan kontrak pernikahan itu pada Maura kembali.
Maura tersenyum penuh kemenangan.
****
Damar turun kebawah, saat ini penampilannya terlihat rapi. Menggunakan setelan jas berwarna khaki untuk berangkat ke kantor. Diruang makan, sudah ada Amelia dan Razdan yang menunggu.
"Damar, dimana Maura? kenapa dia tidak turun?." tanya Amelia ketika Damar duduk.
"Masih mandi, Ma. Sebentar lagi turun."ucap Damar sekenanya.
Amelia sesaat memperhatikan sang putra. Lalu berdiri mengambil nasi goreng, kemudian menuangkan secukupnya diatas piring Damar."Kalian baik-baik saja, kan?."
"Maksud Mama?." Damar bingung.
"Teriakan tadi ...." ucap Amelia ragu.
"Tidak ada apa-apa, Ma." ucap Damar meyakinkan meski berbohong. Tidak mungkin ia katakan hal yang sebenarnya tentang Maura yang melihat pedangnya. Ah, itu akan sangat memalukan. Pikirnya.
"Kamu itu bertanya apa? kayak tidak pernah menikah saja."ucap Razdan pada Amelia. Amelia tersenyum malu pada suaminya.
Mendengar itu Damar hanya menghela nafas jengah, ketika itu Maura berjalan menuruni tangga. Melangkah ke dapur untuk segera memulai sarapan.
"Kamu mau apa? ada nasi goreng seafood, mi goreng, ada lontong sayur juga. Biar Mama ambilkan." kata Amelia lembut menyebut dirinya dengan sebutan Mama pada Maura.
Maura tersenyum."Tidak usah repot-repot, Ma. Aku bisa ambil sendiri." ucapnya masih canggung memanggil Amelia dengan kata itu.
"Ya sudah, sarapan yang banyak." Amelia tersenyum lembut. Sesaat ia memperhatikan Maura yang saat ini sedang makan. Tampak gadis itu menggaruk leher. Tak sengaja Amelia tersita perhatiannya. Kulit gadis itu yang memang putih bersih, membuat Amelia bisa dengan jelas melihat ada jejak kemerahan yang bahkan lebih dari satu.
Dalam hati Amelia merasa ragu. Apa benar Damar akan melakukannya secepat itu? Masih jelas betapa ia mengetahui keterpurukan sang putra beberapa saat lalu. Tapi tiba-tiba ia mengulum senyum. Mungkin seperti itu lah lelaki pada umumnya. Seperti kucing, kalau sudah dikasih ikan asin. Ya mana mungkin menolak. Pikirnya. Amelia terus tersenyum, dalam hati ia berdoa, semoga pernikahan atas perjodohan ini akan terus bahagia.
"Mama kenapa senyum-senyum?." suara Razdan membuat Amelia terkejut.
Begitu pun Damar dan Maura yang saat ini sedang menikmati sarapan langsung melemparkan pandangan padanya.
"Emm ... enggak, Mama enggak senyum."Amelia tergeragap."Cuma merasakan ini, lontongnya sedikit asin."ia memasang wajah asin yang dibuat-buat."Cobain deh, Pa. Kalau tidak percaya."sambung Amelia lagi seraya menyodorkan lontong sayur miliknya. Ia tau, Razdan tidak akan berani menyentuhnya.
"Ada-ada saja, kamu. Bisa-bisa stroke ku makin parah kalau aku cicipin itu."gerutu Razdan kesal.
.
.
.
.Tinggalkan jejak ya🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments