Menjelang tengah malam, Naomi baru berhasil meninabobokan bayi tampannya yang masih berusia dua bulan. Ia hampir tertidur, tapi jemari kokoh yang menyusup perlahan kedalam piamanya membuatnya kesadarannya tertarik. Ia lantas mengulas senyum. Jemari kokoh itu semakin liar, ia tahu Damar sedang tak bisa menahan. Setelah beberapa malam lalu selalu saja gagal. Karena bayi tampan itu selalu terjaga. Dan hari ini, seperti waktu yang tepat menurut Damar. Ia tak ingin menyia-nyiakan waktu.
Damar memeluk erat tubuh Naomi dari arah belakang seraya memejamkan mata, menghirup harum segar dari rambut halus sebahu itu. Menyesap leher jenjang itu berkali-kali, hingga Naomi meremang. Ia lalu menarik pelan tengkuk sang istri, detik itu wajah keduanya menjadi rapat, bibir keduanya bertautan menggebu.
Damar kini memposisikan diri, mengungkung tubuh Naomi tanpa melepas pertautan yang semakin panas. Posisinya saat ini membuatnya dengan mudah untuk menikmati. Keduanya menyalurkan kemanisan yang tertanam dibibir masing, tak ingin berhenti seiring nafas keduanya yang semakin bergerak tak beraturan.
Naomi merasakan Damar begitu memburu. Dirinya bahkan sedikit kewalahan hampir tak bisa mengimbangi. Namun dirinya memahami. Ini karena masa nifas yang ia jalani hampir dua bulan lamanya sejak usai melahirkan bayi tampan mereka. Selama itu juga Damar harus berusaha menahan diri, meski berat. Saat ini, suaminya itu bak terbakar api gairah yang berkali-kali lipat panasnya. Engah demi engahan saling bertautan didalam kamar itu. Bersama peluh yang terus membanjiri tubuh.
Dikamar lain, Maura berjalan menuju jendela kamar yang masih terbuka dibalik tirai. Netranya seperti sulit terpejam. Wajah Deva terus bermain dipikiran. Tanpa sengaja, kedua bola matanya yang bulat menatap langit gelap dengan pemandangan langka. Sepasang bulan dan bintang saling berdekatan memancarkan cahaya masing-masing dengan sangat jelas. Indah ... ini sangat indah Maura mengagumi dalam hati.
"Kata orang, kalau bulan dan bintang berada pada posisi seperti ini, itu tandanya sebentar lagi akan ada yang akan menikah."
Tiba-tiba pikirannya mendadak kemana-mana.
"Oppa ... apa itu artinya sebentar lagi kamu akan menikahi ku?." Maura terkikik-kikik pelan sambil memeluk, dan menggigiti tirai jendela.
"Ah ... andai cerita cintaku seindah kisah cinta drama Korea." Maura masih berkhayal tinggi diatas awan. Namun sayup-sayup suara aneh tiba-tiba tertangkap daun telinganya.
Suara apa itu?
Kadang jelas, tapi terkadang pelan. Membuat Maura kesulitan mencari pada sumber suara, meski sudah menajamkan telinga. Apa jangan-jangan itu suara hantu? ya, mungkin itu suara mbak kunti lagi meringis jatuh dari ayunan. Hiiiiii.
Maura mendadak merinding. Gegas menjulurkan tangan ingin menutup jendela kaca. Tapi mendadak tangannya berhenti, ketika suara aneh itu semakin jelas. Kini Maura tau, suara aneh itu bersumber dari mana. Ya, itu adalah desah kenikmatan dari pasangan suami istri yang ada di kamar utama.
Astaga!!
Maura mendadak geli. Ia gegas menutup jendela kamar."Enggak bisa pelan dikit apa? biasanya juga tidak pernah kedengaran?." gerutunya sambil berjalan cepat menuju ranjang, menghempaskan tubuh kurusnya dengan kesal disana.
Beberapa saat Maura mengomel sendiri karena mendengar suara yang membuatnya risih, ketika itu tak lama suasana mendadak tenang. Suara nikmat itu tak lagi terdengar. Oh tidak, itu bukan suara kenikmatan bagi Maura. Menurutnya itu adalah suara yang menjijikkan. Tapi, rupanya kesunyian itu cuma sementara. Malam yang semakin senyap, kembali mengusik Maura dengan suara yang serupa. Bahkan kali ini lebih jelas. Gadis yang tak kunjung terpejam itu, memilih menutup kedua telinganya dengan bantal. Berguling-guling tak tentu arah, demi agar bisa tenang. Tapi suara kenikmatan itu terus menggerayangi otaknya, dan tak kunjung menguap.
"Aaaa ... aku ternoda!." Maura berteriak tertahan seraya menerjang-nerjangkan kedua kakinya di udara.
____________
"Ara!!"
"Ara ... bangun sayang!."
Itu adalah panggilan sayang Naomi pada adiknya yang manja. Dering alarm terus berteriak dari dalam kamar. Namun seseorang didalam sana tak kunjung keluar padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.
"Ara!." teriak Naomi sekali lagi.
Gadis cantik berkaus kedodoran yang tengah tertidur dari dibalik selimut tebal berwarna merah muda itu menggeliat. Netranya hampir terbuka tapi kelihatannya berat terangkat seperti ada yang mengganjal.
Ara!!
Teriakan Naomi sekali lagi, dan juga alarm yang menggelepar diatas nakas berhasil membuat gadis itu membuka mata.
"Iya ... mbak!." sahut Maura dengan malas bergerak menjangkau jam weker yang terus menggelepar mengeluarkan bunyi nyaring. Detik itu Netranya masih sedikit kabur mendadak terbelalak melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan lewat.
Bangun sayang ... ini sudah pukul setengah delapan!
"Iya, mbak ... aku bangun!." sahut Maura seraya meletakkan jam weker dengan asal lalu melompat dari ranjang. Berlari secepat kilat masuk kedalam kamar mandi.
Buruan!
Maura masih sempat mendengar suara sang kakak dari luar. Didalam kamar mandi, sambil terus membersihkan tubuh, gadis cantik ini terus menggerutu menyalahkan suara-suara tadi malam yang menganggunya sepanjang malam. Bahkan pukul tiga pagi, suara kenikmatan itu masih terus berlanjut bersahutan. Maura sampai-sampai tak ingat kapan dirinya baru benar-benar terlelap.
Dengan sedikit terburu-buru Maura memakai satu persatu pakaian. Ia lalu beralih pada meja rias berniat ingin memoles make up dengan sentuhan tipis di wajah. Meski sekarang hampir telat menuju restoran, dirinya tak ingin terlihat tampil kacau didepan sang pujaan hati. Tapi alangkah terkejutnya Maura ketika mendapati lingkar hitam yang menghias dibawah mata.
"Astaga, kenapa menghitam begini?." Maura mengucek-ngucek bagian bawah matanya."Ini membuatku terlihat seperti mayat hidup." ia berdecak pelan.
Ara!
Lagi-lagi suara Naomi memanggil.
Buruan, sayang. Ini sudah siang!.
"Iya, mbak. Sebentar!." sahut Maura seraya menyempatkan diri memakai bedak dan alat make up seadanya. Meski tetap itu tak mampu menyembunyikan lingkar hitam yang terlanjur menempel di wajah pucatnya.
Beberapa saat kemudian Maura turun kedapaur. Di meja makan, sudah terlihat Naomi dan Damar menyantap sarapan. Pasangan suami itu juga sedikit tak segar seperti dirinya. Tapi tidak, dirinya bahkan terlihat lebih kacau dengan lingkar hitam dibawah mata.
"Kamu pasti tidak sempat sarapan. Ini mbak buatin bekal untuk kamu." Naomi menutup kotak nasi dan memberikannya pada Maura yang masih berdiri.
"Makasih, mbak." Maura mengambilnya.
"Kenapa dengan matamu? kamu kurang tidur?."lingkar hitam itu rupanya menyita perhatian Naomi.
"Em ... ini ..."
Maura menggigit bibir bawahnya. Tak mungkin rasanya iya katakan hal konyol apa yang membuatnya hampir tak bisa tidur sepanjang malam.
"Sakit perut kamu kambuh lagi?." tebak Naomi cemas.
Mendadak latah, Maura bergelang. Tapi detik kemudian mengangguk.
Melihat itu Damar yang selesai menyantap sarapan dibuat tergelak."Sayang ... jangan percaya. Dia pasti begadang karena kasmaran. Aku yakin semalaman dia hanya memikirkan wajah si oppa."
Maura menyipitkan mata geram. Kasmaran gundulmu!
"Oppa ... oppa .... saranghaeyo. Oppa ... oppa." Damar beranjak seraya menari-nari kecil.
"Mas ... kamu itu, ya. Pagi-pagi sudah cari gara-gara." Naomi mengentikan kelakuan suaminya karena melihat wajah Maura yang kini hampir memerah. Seperti banteng yang sudah mengeluarkan tanduk siap menyeruduk mangsa.
"Baiklah sayang ... aku pergi dulu."
Naomi menyambut tangan sang suami lalu menciumnya, sementara Damar memberikan kecupan lembut di dahi dan pipi sang istri.
"Bye, sayang .... saranghaeyo." Damar menyilangkan kedua jarinya berbentuk hati pada sang istri seraya berjalan keluar.
"Oppa ... oppa ... saranghaeyo. Oppa ..." Damar sempat kembali bernyanyi dengan gerakan ala-ala pemuda K-Pop kepada Maura. Sebelum akhirnya berlari ketika Maura mengejarnya keluar.
.
.
.
Jangan lupa like, komentar dan vote. terimakasih. 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Mirza Al Azzam
👍
2024-04-28
0