..."Seperti kain putih, kau adalah noda yang ingin ku hapus."...
Waktu bergulir begitu singkat, hingga tanpa terasa pernikahan sudah didepan mata. Beberapa orang tampak berdatangan dan masuk kedalam sebuah rumah mewah bernuansa minimalis itu. Diantara dari mereka adalah para tetangga, beberapa karyawan Nara House dan juga karyawan Alga Karya. Semua siap menjadi saksi pernikahan yang akan dimulai sebentar lagi.
Maura turun dengan balutan kebaya modern berwarna putih gading, dipadu dengan kain jarik berwarna coklat, senada dengan warna pakaian yang dipakai oleh Damar saat ini. Gadis itu terlihat anggun dan sangat cantik, meski hanya dengan riasan sederhana di kepalanya. Berjalan pelan menuruni tangga, bersama Aina disisinya.
Damar memaku tak berkedip melihat Maura turun. Wajah gadis itu, senyum gadis itu, keanggunan gadis itu, membuat dirinya seolah sedang melihat kehadiran Naomi. Damar menelan ludah, tiba-tiba ia merasa cemas.
"Jangan salah sebut nama, nak. Berdoa lah, agar tetap tenang."bisik Amelia pelan, seraya mengusap punggung Damar. Seolah tahu apa yang ada didalam pikiran putranya itu, karena saat ini dirinya juga merasakan hal yang sama.
Tak lama, proses ijab kabul dimulai. Damar memang sempat gugup. Tapi Amelia selalu berada disisinya sambil mengucapkan kata-kata menenangkan. Hingga pada akhirnya ijab kabul berkumandang, dan seruan sah dari para saksi yang hadir terdengar memenuhi ruangan.
Tak seperti pengantin pada umumnya yang terlihat bahagia. Damar dan Maura justru hanya diam tak saling menyapa. Meski begitu, para tamu yang hadir tidak merasa heran. Kerena memang mereka sudah mengetahui alasan mengapa pernikahan ini diadakan.
Pukul setengah sepuluh malam, tamu-tamu sudah berpamitan. Rumah itu kembali sepi. Hanya bik Imah, sus Ana, sus Rita dan Pak Rudi yang saat ini sedang berlalu-lalang membersikan ruangan bekas ijab kabul diadakan.
Damar berjalan menuju lantai atas, sementara dibelakangnya Maura tengah berjalan dengan kain jarik sempit menghambat jalannya.
"Ampun, ribet banget sih." Maura mengangkat kain jariknya hingga sebatas betis seraya berjalan dengan santai menuju kamar.
"Kamu mau kemana?."
Suara berat dari belakang membuat langkah Maura berhenti dan menoleh."Ke kamar." ucapnya seraya menunjuk kearah kamarnya.
"Masuk ke kamarku!." ucap Damar tegas.
"Nikah kontrak memangnya harus tidur sekamar juga?."
Damar sontak menajamkan mata ketika bibir Maura dengan enteng berbicara."Jaga mulutmu! dirumah ini banyak orang, bagaimana kalau ada yang mendengar?!." ucapnya pelan dengan nada geram, kemudian menarik tangan kurus gadis itu memaksanya masuk kedalam kamar utama.
"Lepasin, Mas! iihh, suka banget sih, tarik tarik tangan orang!." Maura hampir terhuyung karena Damar mendorongnya."Sakit, tau!." ia mengusap pergelangan tangannya dengan wajah tertekuk melihat pria yang baru saja menjadi suami itu.
"Kamu bisa tidak kalau bicara itu hati-hati?! Kan aku sudah pernah bilang sama kamu, jangan sampai ada yang tau tentang kontrak pernikahan itu!."jelas Damar dengan nada geram.
"Iya, iya ... maaf. Tadi tidak sengaja."sahut Maura malas, saat itu kedua bola matanya tiba-tiba terbelalak dengan bibir ternganga ketika tanpa sengaja melihat keatas ranjang king size yang dilapisi seprai berwarna putih dikamar itu. Ada kelopak bunga mawar merah yang bertaburan diatasnya. Sementara diatas nakas juga ada satu buket bunga mawar merah yang masih utuh dan segar.
"Mawar merah?." Maura mengambil satu kelopak mawar merah itu, seraya memejamkan mata meraup keharumannya dalam-dalam."Wangi ..."ia membuka mata."Aku suka, hihihi."
"Menjauh dari tempat tidurku!." Damar mendorong tubuh Maura lalu menarik seprai dan menghempaskan kelopak-kelopak bunga mawar merah itu hingga berjatuhan dilantai. Ia merasa kesal dan marah. Dalam hati ia menduga, ini pasti ulah sang Mama.
"Loh, loh ... kenapa dibuang?." Maura terkejut saat Damar membuang membuang satu ikat bunga mawar merah yang masih utuh kedalam tempat sampah."Sayang bunganya, Mas. Bunganya tidak salah!."
"Jelas salah. Dia berada ditempat yang tidak seharusnya ada!." sahut Damar dengan tatapan tajam melihat Maura."Dan satu lagi." ia mengacungkan telunjuknya didepan wajah gadis itu."Jangan menyentuh ranjangku. Kalau mau tidur, tidur disana!." ia menunjuk sofa panjang disudut ruangan."Kita memang satu kamar. Tapi aku tidak sudi berbagi ranjang denganmu."
"Tidak perlu menegaskannya di depanku, Mas! aku juga tidak sudi tidur denganmu. Lagi pula aku tidak bisa jamin dirimu tidak melakukan poin pertama yang tertulis didalam kontrak pernikahan. Dikamar ini cuma ada kita berdua. Bisa saja, kan kamu tergoda bisikan setan?!."
"Kecuali ..." Maura menggantung kalimat melihat dengan tatapan mengejek pada bagian bawah Damar yang terapit."Milikmu itu tidak berfungsi lagi. Baru deh, aku bisa tenang."
"Befungsi atau tidak, aku tetap tidak akan tertarik denganmu. Lihat dadamu itu!."
Maura mengikuti gerak pandang Damar melihat bagian dadanya yang masih berada didalam balutan kebaya.
"Buah jeruk didapur bahkan lebih besar dari pada itu!." sarkas Damar dengan tatapan mengejek. Membuat bibir gadis itu seketika membulat menahan geram padanya.
Kurang ajar! seenaknya dia mengatai dadaku. umpat Maura dalam hati ketika Damar langsung berjalan santai ke kamar mandi. Masih merasa tak terima, ia menyentuh dada merasakan ukuran dengan kedua tangannya."Memang kecil, sih. Tapi kan dia tidak harus berkata begitu. Ini jelas-jelas penghinaan namanya. Dasar laki-laki menyebalkan!."
Maura terus mengumpat sembari mengambil bantal dan selimut dari atas ranjang."Sampai kapan aku akan tidur ditempat begini?." ia menghempaskan tubuh pada sandaran sofa."Ah, satu tahun ... cepatlah berlalu."
Beberapa saat membersihkan diri, Damar akhirnya selesai. Ia sudah memakai pakaian santai dan hendak naik keatas ranjang untuk segera tidur. Saat itu, tak sengaja mata elangnya tersita pada gadis memakai kebaya yang kini terlelap dengan gaya sembarang diatas sofa.
Satu kaki diatas, sementara satu kakinya lagi menggantung dilantai dengan kain jarik yang menyingkap sedikit membuat kaki putih gadis itu terekspos hingga sebatas betis.
Melihat itu tanpa sadar sudut bibir Damar tertarik tipis. Sangat tipis, bahkan hampir tak terlihat. Ia melempar pandangan pada jarum jam di dinding kamar yang kini sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Perlahan ia berbaring merebahkan diri. Baru beberapa saat terpejam, netranya kembali dibuat terbuka ketika tanpa sengaja daun telinganya menangkap sayup-sayup suara. Damar akhirnya duduk kembali. Pendengarannya menelisik tajam, rupanya suara itu berasal dari gadis yang saat ini tertidur diatas sofa.
Tanpa diminta, Damar beranjak dan perlahan mendekati.
Mbak ...
Mbak Naomi, jangan pergi, mbak.
Jangan tinggalkan aku, mbak.
Lirih gadis itu berulang-ulang dengan mata terpejam diiringi bulir bening yang mengalir disudut mata. Damar tertegun. Tampak sekali ketakutan dan trauma kecelakaan yang masih membekas di wajah gadis itu. Selama ini dirinya berpikir dia lah yang paling merasa terpukul atas kepergian Naomi. Mengabaikan perasaan Maura yang ternyata tak kalah hancur dari dirinya.
Mbak ....
Jangan pergi ...
Lirih Maura kembali dengan suara seperti menangis. Membuat jemari Damar perlahan bergerak menghapus peluh yang mengalir dipelipis gadis itu. Ia berniat mengambil selimut yang saat ini berada disudut sofa, tapi tertahan karena tiba-tiba saja Maura meraih tangannya dan langsung menggenggamnya erat. Gadis itu kembali mengigau seperti tadi.
Seperti menidurkan Zayn, Damar perlahan mengusap punggung tangan gadis itu dengan gerakan berulang-ulang. Tak lama, igauan itu tak lagi terdengar. Maura sepertinya sudah mulai tenang. Itu terbukti dari tangan gadis itu yang menggenggam tangannya perlahan mengendur, juga hembusan nafas yang mulai terdengar teratur.
Sambil terus mengusap, pelan-pelan Damar menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman gadis itu. Ia kemudian meraih kaki yang menjuntai diatas lantai. Memposisikan-nya lurus dengan sebelah kaki gadis itu yang sejak tadi berada diatas sofa. Kemudian meraih lalu membentangkan selimut, menutupi tubuh gadis itu hingga sebatas dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments