Jika naik gunung dan jrang jring jreng nge-band jadi favorit pelepasan penat rutinitas masa muda. Seti memilih lapak Malioboro jadi pilihan pelepasan rutinitasnya setiap malam Minggu.
Bukan tidak suka dengan cerita sun rise gunung Semeru, Slamet, Merapi atau teriakan rock G n R dan Metallica. Entah kenapa setiap nongkrong membantu Joe dan Doni di lapak itu membuat Seti tenang. Selain tentu saja mendapatkan tambahan uang saku dan bertemu dengan Asri.
Sudah hampir satu tahun ini Seti dan Asri merangkai jalinan cintanya. Kost Samirono, Mantrijeron dan lapak Malioboro terbingkai kisah kasih mereka.
"Mas Joko sakit Set. Mbak Ning tadi menelepon," kata Asri di tengah kesibukan lapak Malioboro.
"Sakit apa ?" Seti melepaskan benang yang sedang dianyamnya. Mengalihkan perhatiannya ke arah Asri.
"Entahlah. Tapi sudah dirawat di rumah sakit."
"Kamu mau pulang menengoknya ?"
"Entahlah. Moga-moga cepat sembuh. Kasihan mbak Ning sendirian."
"Atau besok saja kita pulang pagi-pagi naik motor ?" Seti tahu Asri pasti memikirkan Joko.
"Nanti kupikirkan," jawab Asri pendek.
"Ke kost Samirono saja yuk, kita pikirkan di sana."
Mengangguk pelan, Asri mengiyakan ajakan Seti.
"Don, kami ke kost dulu. Kakak Asri sakit." Seti menghampiri Doni yang sedang mengobrol dengan tukang becak di depan lapak.
"Mampir ke kost-ku Set. Kalau Joe sudah pulang dari kampus, suruh dia ke sini sekalian bawa nasi bungkus," Doni berteriak ke arah Seti dan Asri yang berjalan meninggalkan lapak.
"Ya." Seti menggandeng Asri meninggalkan Malioboro.
...----------------...
Mampir sebentar ke Demangan tempat kost Joe. Kamarnya terlihat gelap. Seti menulis pesan untuk Joe di pintu kamar. Lalu lanjut ke Samirono.
Kost Samirono terlihat sepi saat Seti dan Asri sampai. Dibyo pulang kampung, Muji entah ke mana.
Membuka pintu kamar dan menyalakan lampu. Seti membiarkan Asri berbaring di kasur setelah keduanya masuk ke kamar.
"Mas Joko pernah sakit As ?" Seti duduk bersandar di dinding menyebelahi Asri yang menelungkup memeluk bantal.
"Paling flu biasa. Baru kali ini dia sakit sampai masuk rumah sakit."
"Kalau kamu tetap ingin pulang. Besok kuantar. Tapi malamnya aku balik lagi. Hari Senin aku ada praktikum."
"Masih kupikirkan. Hari Senin aku juga mesti ke kampus."
"Ya sudah. Tiduran dulu aku mau ke warung Mbah Jum. Kamu mau kubawakan makan malam atau mau nyusul nanti ?"
"Aku nyusul aja."
"Kalau pingin buat teh atau susu coklat, rebus air dulu. Aku lupa isi termos." Seti meninggalkan Asri, beranjak ke warung mbah Jum.
...----------------...
"Kok di kost le. Nggak malem mingguan ngapel pacarmu ?" mbah Jum heran melihat Seti yang baru jam setengah tujuh malam sudah di warung.
"Itu Asri ada di kamar. Mas-nya sakit. Mungkin besok kami pulang dulu menengoknya mbah," Seti mendekat ke arah meja saji. Seperti biasa duduk menyebelahi mbah Jum.
"Nggak diajak ke sini ?" mbah Jum menanyakan Asri.
"Nanti nyusul ke sini. Masih tiduran kepikiran mas-nya."
"Sakit opo to mas-e Asri ?"
"Entahlah mbah. Katanya sih di rumah sakit."
"Kalau berangkat pagi-pagi. Suruh Asri tidur sini saja sama si mbah. Jadi kamu tidak gugup jauh-jauh menjemputnya ke Mantrijeron."
Mbah Jum sudah menganggap Seti dan Asri seperti keluarganya. Apalagi setelah tahu Seti dan Asri berpacaran. Kedekatannya kepada Asri bertambah. Menganggapnya seperti anak sendiri. Sudah sering Asri diminta menginap menemaninya.
"Ya mbah. Tergantung Asri nanti mau bagaimana."
Warung mulai ramai. Seti berdiri. Mengambil ceret air dan menyiapkan ember cucian piring membantu mbah Jum.
...----------------...
Asri menghabiskan susu coklat yang sudah mendingin setelah terbangun. Berbaring sambil menunggu susu coklat panas itu dingin malah membuatnya tertidur lumayan lama.
Setelah merapikan bantal dan sprei kasur, Asri berkaca merapikan riasan. Menyisir rambut pendeknya lalu keluar kamar menyusul Seti di warung mbah Jum.
Menyapa beberapa pelanggan warung mbah Jum yang sudah dikenalnya, Asri mengambil lap, mulai membersihkan meja yang kosong.
"Mas-mu sakit nduk ?" mbah Jum mendekat ke arah Asri. "Biar Seti saja yang beresin. Ngobrol di sini saja sama si mbah," lanjutnya sambil menyuruh Asri berhenti membersihkan meja.
"Nggih mbah," jawab Asri.
"Ambil makan saja dulu nduk. Jangan terlalu memikirkan mas-mu."
Menuruti mbah Jum. Asri mengambil piring di meja saji. "Makan Set," ajaknya ke arah Seti yang sedang mencuci piring dan gelas di belakang.
"Makanlah dulu, sebentar kususul." Seti menengok ke arah Asri.
Selesai mencuci, Seti mengambil nasi, urap, dan telur dadar. Bergabung ke arah Asri yang sedang makan ditemani mbah Jum.
"Kok nggak pake ayam le ?" tanya mbah Jum.
"Ayam larang mbah," Seti tertawa menggoda mbah Jum.
Mbah Jum terkekeh. Tahu Seti menggodanya. "Kamu ini kayak makan di mana to le.... bareng Asri mau makan di sini sama nemenin ... si mbah sudah seneng banget loh."
Perdebatan mbah Jum dan Seti membuat Asri tersenyum. Joko terlupakan sejenak.
...----------------...
Muji tiba-tiba masuk ke warung membawa bungkusan. "Weladalah kok ngumpul di sini. Tumben gak ke lapak Set ?" Muji ikut bergabung mengobrol dalam warung yang sudah sepi pembeli.
"Nggak Ji. Besok mau ke Purwokerto dulu," Seti melirik bungkusan yang ditaruh Muji di meja. "Apa isinya Ji ?" lanjutnya ingin tahu.
"Kue basah made in Stella Duce." Muji tertawa sambil membuka bungkusan.
Mbah Jum tertawa senang. Paham Muji pasti habis dapat uang les.
"Makan dulu le," kata mbah Jum ke arah Muji.
"Sori mbah. Aku dah nyate sama nongseng di Gejayan," pamer Muji.
Mbah Jum terkekeh lagi. "Kemaki..."
"Iya. Mas Muji senengnya pamer," Asri ikut nimbrung. Tawanya lepas.
"Wah cah ayu kok pacaran di warung. Mbok sekali-kali suruh mas-mu ngajak nonton di Regent apa Empire," kali ini Muji mengolok Asri dan Seti.
"Royal wae Ji... Eva Arnaz..." Seti menimpali.
Olok olok akrab kost Samirono semakin ramai dan menyenangkan. Satu persatu kue bawaan Muji dicicip.
"Nginep sini aja nduk," kata mbah Jum ke arah Asri setelah saling olok mereda.
"Ya mbah," Asri melirik ke arah Seti meminta persetujuan.
"Terserah kamu As. Sudah kamu putuskan besok jadi pulang atau tidak ?" Seti menjawab lirikan Asri.
"Jadi ... jam berapa kita berangkat ?"
"Jam empat. Biar sempat istirahat."
"Ya sudah. Kamu istirahat dulu le. Biar nggak keselen." Mbah Jum menyuruh Seti menyiapkan keberangkatannya.
Melanjutkan obrolan sebentar. Seti dan Muji menutup pintu warung lalu berjalan ke arah kamar kost.
...----------------...
"Gimana skripsimu Ji ?" tanya Seti ke arah Muji yang menemaninya di kamar.
"Jalan. Tapi ya masih revisi bab dua,"
"Yang penting gak macet,"
"Moga-moga bisa wisuda semester depan Set,"
"Amin," Seti mendoakan Muji.
"Suwun," jawab Muji. "Tampaknya Asri jodohmu Set. Moga-moga kalian lancar sampai nikah," Muji balas mendoakan. Mengalihkan pembicaraan skripsinya.
"Amin," Seti menjawab senang.
"Cantik dan pintar membawa diri," Muji memuji Asri lagi.
Sejak mengetahui Seti berpacaran dengan Asri. Muji sering menasehati Seti supaya gak main-main dengan kuliahnya. Paling tidak bisa membagi waktunya.
Menganggap Muji sebagai kakak di perantauan, apalagi jika ada tugas terjemahan pasti Muji membantunya, tak heran semua nasehat Muji tentang urusan kuliah dituruti Seti. Tak mau menunda setiap urusan kuliah yang harus dikerjakan.
---------------------
*Larang : mahal dalam bahasa Jawa.
*Kemaki : sombong dalam bahasa Jawa.
*Keselen : kecapaian dalam bahasa Jawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments