Jalan kaki menyusuri Ketandan ke arah Malioboro. Panas yang terik membakar kepala tak terlalu dirasakan Seti setelah kuliah Geomorfologi-nya Ir. Surato.
Penjelaskan struktur alam gumuk pasir di pantai Parangtritis sampai terangkatnya patahan pantai Selatan Jogja di Gunung Kidul menarik keingin tahuan Seti. Gaya bahasa Ir. Surato yang mudah dicerna memudahkan siapa saja yang mendengarkan kuliahnya memahaminya.
Kuliah Lapangan I di Pantai Parangtritis selama tiga hari di akhir semester, yang disampaikan Ir. Surato di akhir kuliah tadi membuat Seti semakin ingin tahu dunia laki-laki di jurusan Pertambangan-nya.
Tidak seperti SMA dulu. Kuliah yang lebih individu dengan segala macam urusan kampus yang diurus masing-masing membatasi kedekatan yang lebih pribadi.
Seti merasakan kedekatan yang berbeda dengan Muji, Dibyo, Joe dan Doni dibandingkan dengan teman sekampus-nya jika itu menyangkut persoalan anak kost sehari-hari di Jogja ... Dengan mereka, Seti merasa lebih terikat suka dukanya.
Sampai di depan Apotik Kimia Farma di ujung Malioboro, Seti menengok kanan kiri. Mencari lapak Doni teman Purwokerto-nya yang satu kost dengan Joe.
Tadi pagi Joe meminjam si Denok dan mengantarnya ke Ketandan. Menyuruh Seti menunggunya di lapak pernik-pernik cinderamata Doni.
...----------------...
Tak lama celingukan di ujung Malioboro, Seti melihat Doni yang sedang menganyam gelang dari benang.
Motif etnik grompol mirip bentuk buah kawung dibelah menjadi empat menunjuk ke empat arah mata angin yang sedang dianyam Doni dengan serius membuatnya tak menyadari Seti yang sedang mendekat.
Seti teringat obrolan dengan Dibyo saat membicarakan motif grompol yang tak sengaja dipesannya di Kota Gede saat membelikan gelang perak untuk Asri.
Motif grompol biasa ditemukan di acara pernikahan atau pertunangan yang mana motif ini menyampaikan segala harapan baik dari orang tua agar berkumpul dan senantiasa mengisi kehidupan rumah tangga anak-anak mereka kelak.
Doni mendongak dan tersenyum saat tepukan akrab Seti menepuk punggungnya.
"Oh kamu Set ... Duduklah." Sapa Doni, lalu menyorongkan dingklik ke arah Seti.
Duduk menyebelahinya, Seti membiarkan keasikan Doni menyelesaikan pekerjaannya. Dua bule perempuan yang ada di depan lapak itu kelihatan menikmati pesanan pernak-pernik di lapak Doni.
Doni membuka lapak di situ dua tahun lalu saat kebutuhan uang untuk membeli kanvas dan cat lukis-nya membengkak tak tertutup uang saku bulanannya.
Doni dulu kakak kelas Seti dan Joe. Tinggal di perumahan yang sama dengan Joe. Kedekatan itu yang memutuskan Joe dan Doni berbagi kamar kost untuk mengurangi pengeluaran.
Lima menit kemudian tangan cekatan Doni menyerahkan dua gelang tadi. Membantu memasangkan ke dua perempuan bule itu.
"How much it ?" Tanya perempuan bule bermata hijau.
"Two thousand rupiahs," jawab Doni.
"OK ... thank you,"
"You are welcome. Have a nice day." Doni melambaikan tangan ke arah dua bule perempuan itu yang meninggalkan lapak, berjalan ke arah stasiun Tugu.
Doni lalu menyuruh Seti membeli kopi dan sebungkus rokok sambil menyerahkan satu lembar seribuan ke Seti.
...----------------...
Menyalakan rokok yang barusan dibelikan Seti, Doni mengulurkan bungkusan rokok itu ke arah Seti ... Sungkan menolak, Seti menerima rokok itu walau sudah lama dia tidak merokok.
Lalu lalang pelancong bule atau domestik memadati trotoar sepanjang Malioboro yang penuh dengan lapak kaki lima. Beberapa diantaranya sejenak berhenti mengamati dompet kulit, gelang, dan kalung monel di lapak Doni.
"Nunggu Joe Set ?" Tanya Doni di sela-sela tawar menawar harga dengan pengunjung lapak-nya lagi.
Jangan kaget jika dari harga sepuluh ribu rupiah di awal, suatu barang akhirnya dilepas saja dengan harga seribu rupiah jika ada yang menawar. Itulah seni berjualan dan membeli di lapak malioboro. Masing-masing mencari keuntungan dengan versinya.
"Iya Don. Tadi pagi dia mengantarku ke Ketandan. Menyuruhku menunggu di sini." Jawab Seti kemudian.
"Anaknya lagi kusuruh beli kulit di dekat Shoping. Stok dompetku habis." Kata Doni, "Tunggu saja sambil ngrokok-ngrokok. Paling sebentar lagi dia datang." Lanjut Doni lagi ... Kopi di depannya diminum pelan-pelan.
Seti mengamati keramaian di depan duduknya. Waktu tak terasa lama menunggu Joe. Sepertinya menyenangkan duduk berlama-lama di lapak itu.
...----------------...
"Tuh Joe datang." Doni menunjuk ke arah seberang jalan.
Seti mengikuti jari tangan Doni yang menunjuk ke depan. Terlihat Joe cengar cengir memandang Seti setelah memarkir si Denok. Segulung ikatan kulit samakan terlihat terikat di punggungnya saat menyeberang Malioboro yang seperti biasa macet.
"Dah lama Set," Joe menyapa Seti setelah sampai ke lapak. Gulungan kulit itu diberikan ke arah Doni.
"Lumayan. Tapi gak masalah. Full kopi dan rokok di sini ... hehehe ..." Seti menjawab sambil tertawa.
"Seket ewu sekarang Don," percakapan Joe beralih ke arah Doni.
"Wah payah... Naik lagi," Doni mengeluhkan harga kulit samak yang terus naik per feet-nya.
"Ya gimana lagi. Kita juga butuh." Kata Joe.
"Iya sih. Tapi masih belum perlu ikut-ikutan naikkan harga dompet kulit kita. Toh masih ada untung," sambung Doni.
"Sudah makan ? Aku mau ke warung Sarkem beli makan. Lapar seharian antri beli kulit."
"Belum... Ajak Seti juga Joe. Bungkuskan nasi telor buatku." Kata Doni sambil menyerahkan selembar ribuan lagi ke Joe.
"Yuk Set kita makan." Ajak Joe.
Seti lalu berjalan mengikuti Joe ke arah Sarkem dekat stasiun Tugu. Banyak warung murah di sepanjang jalan itu.
Sarkem singkatan dari jalan Pasar Kembang yang ada di kampung Sosrowijayan di Selatan stasiun Tugu. Dulu banyak yang berjualan kembang di situ sebelum pindah ke Kotabaru.
Joe terkekeh saat Seti terheran heran dengan bule laki-laki yang merangkul dua perempuan di salah satu gang di antara kafe-kafe dan penginapan di situ.
"Tempat apaan tuh Joe ?"
"Tlembuk ... hahaha ... kapan-kapan kita ke situ Set. Makin malam makin hot," Joe semakin terkekeh.
"Ah sialan kamu," Seti ikut tertawa.
Rupanya Joe sengaja mengajak Seti ke salah satu gang di jalan itu. Sebelum masuk ke sebuah warung makan yang ada di depan salah satu penginapan.
...----------------...
Sepiring nasi gudeg dan telor dadar dinikmati Seti dan Joe. Siang itu warung yang disinggahinya lumayan penuh. Kebanyakan tukang becak yang ngetem di sepanjang Sarkem dan Stasiun.
Menghabiskan makan siang dan membungkus nasi rames pesanan Doni, Seti dan Joe berbalik lagi ke arah Malioboro. Dua ratus lima puluh rupiah kembalian makan tadi dibelikan sebungkus rokok Bentoel biru oleh Joe.
...----------------...
Menjelang sore Seti berpamitan pulang. Meninggalkan Joe dan Doni di lapak dagangannya.
Biasanya sampai jam sepuluh malam Joe dan Doni ada di sana. Bergantian jika salah satunya kuliah, atau tutup jika keduanya sibuk di kampus.
Menyalakan si Denok, Seti menyusur jalan Malioboro ke Selatan. Berniat mampir di Shoping yang nanti dilewati, mencari buku bajakan sebelum balik ke arah kost Samirono.
-----------------------------
*Gumuk : tumpukan
*Grompol : kumpulan dalam bahasa Jawa.
*Kawung : buah kolang kaling.
*Dingklik : kursi kecil dari kayu tanpa sandaran tangan dan punggung.
*Seket ewu : lima puluh ribu dalam bahasa Jawa.
*Tlembuk : pelacur dalam bahasa Jawa Banyumas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments