Asri menggosok gigi. Mengambil segelas air putih di dapur. Berjalan ke arah ruang tivi. Menghampiri Linda dan Tyas yang dilihatnya sedang menonton bola di RCTI.
Penghuni kost yang lain sudah asik di kamar masing-masing.
"Cieeee ... yang baru jalan sama idaman-nya," Linda menggoda Asri lagi.
Asri merasakan pipinya panas mendengar godaan Linda.
"Mbek Sigit po Lin ?" Tyas yang tahu Sigit sedang mendekati Asri menyela ingin tahu, menengok ke arah Asri.
"Ah sok tahu kamu Yas. Jauh banget-lah sama Sigit." potong Linda. "Tadi aku lihat teman Asri datang. Masih malu-malu anaknya... sumpah ganteng banget Yas."
Semakin melayang hati Asri mendengar kata-mata Linda.
"Asal jangan sama Sigit saja. Aku gak seneng sama Sigit." imbuh Tyas.
"Bukan Sigit Yas. Aku juga gak setuju Asri sama Sigit. Semua perempuan dirayu-nya," nada sengit keluar dari mulut Linda.
Asri tertawa kecil mendengar perdebatan mereka. Kesalnya kepada Sigit rupanya sama dengan kekesalan Linda dan Tyas.
Linda dan Tyas bergantian bercerita, bahwa mereka juga pernah dirayu Sigit. Tapi jelas rayuan itu lebih ke rayuan kedekatan tubuh saja. Bukan kedekatan hati.
"Siapa nama teman-mu tadi As ?" tanya Linda mengalihkan perdebatan tentang Sigit.
"Seti. Dulu satu SMA." jawab Asri pendek. Masih malu-malu menceritakan tentang Seti kepada Linda dan Tyas.
"Oh dah pacaran ya," Linda tertawa ingin tahu.
"Kami dekat saja mbak." tersipu malu. Merindukan kata yang sangat diharapkan-nya keluar dari mulut Seti kelak supaya dapat menjawab tegas kata-kata Linda.
"Jangan kamu lepas As. Kelihatannya dia baik. Cocok buat kamu yang tinggi dan cantik." kata Linda lagi.
Hati kecil Asri serasa terbang. Membenarkan kata-kata Linda. Dia tak akan mudah meninggalkan Seti lagi sebab kebodohan persangkaannya. Berharap Setipun demikian.
...----------------...
Asri masuk kamar setelah menanyakan Sri ke mbak Yem. Ingin mengajak bocah itu tidur di kamarnya.
Tapi rupanya bocah itu sudah tertidur dari tadi. Kata mbak Yem lelah seharian diajak Tyas ke Shoping cari buku.
Sering mendengar kata itu. Asri ingin mengajak Seti ke sana. Dari teman kampusnya, banyak buku text book yang murah disana.
Membuka diary seperti biasanya. Asri mulai menuliskan tentang Malioboro, Joe, Seti dan tentu saja Kost Mantrijeron yang semakin hangat.
Mulai akrab dengan Linda dan Tyas dan tentu saja mbak Yem serta Sri membuat Asri tidak sungkan berbagi perasaan perempuan kepada mereka.
Merasa mulai mengantuk. Asri mematikan lampu. Tak sabar menunggu Seti menjemputnya besok.
...----------------...
Di kamarnya Seti menyimpan baik-baik surat-surat Hening. Menyembunyikan rapi di sela-sela buku-buku tebalnya. Memastikan tidak ada yang mengetahuinya.
Entahlah, sejak Joe mengajaknya ke kost Asri. Kost Mantrijeron itu memikat hati Seti.
Semakin mengenal Asri di Jogja, semakin secepatnya dia ingin menyampaikan kata hatinya. Hanya masalah waktu yang tepat saja yang ditunggu Seti. Tak mau keterburuan di saung dulu terulang.
Kedekatan terhadap Hening mencoba pelan-pelan disusunnya menjadi jalinan kedekatan kakak dan adik. Kebingungan Seti adalah kebutuhannya akan sosok yang bisa membantu menyusunnya tanpa ada luka.
Surat-surat Hening setiap bulan yang dibacanya memang kadang menggoda Seti untuk mengungkapkan kata kedekatan yang lain.
Tetapi setelah kedekatan berulang bersama Asri di Jogja, untaian kata-kata di balasan surat Hening lebih mengungkap sayang-nya terhadap Hening seperti perasaan Hans kepada Grettel. Dongeng masa kecil yang pernah dibacanya.
Dongeng tentang anak laki-laki yang mati-matian melindungi adik perempuannya dari kejamnya ibu tiri yang membuang mereka ke hutan dan nenek sihir kanibal yang ingin memakannya.
Entah Hening memahaminya atau tidak. Ada keistimewaan masing-masing dari dua perempuan itu. Asri dan Hening seperti dua keping sisi mata uang logam yang melekat di hati Seti.
...----------------...
Suara langkah Muji yang masuk ke kamar Seti membawa rantang besar di tangannya. Mengalihkan Asri dan Hening dari kepala Seti.
"Gule ayam Set dari mbah Jum," Muji meletakkan rantang itu di sebelah Seti.
"Acara apa Ji ? Tumben." Seti membuka tutup rantang itu. Heran dengan isinya yang penuh. "Buat aku atau berdua ini ?" masih heran Seti bertanya lagi. Mencicip sepotong daging.
"Buat kamu." jawab Muji. "Katanya sih acara slametan nglarung pusakanya mbah lanang. Iya isinya banyak betul. Punyaku saja masih separoh. Sudah kuhangatkan buat Dibyo besok."
"Pusaka apa ?"
"Katanya keris. Waktu minggu kemarin Dibyo ngantar semangka, mbah Jum ngobrol tentang suara gemlodag di lemarinya setiap malam. Lalu Dibyo menengoknya. Menyuruh keris peninggalan mbah lanang dilarung."
"Paslah sama kuliah Dibyo ... sastra Jawa." Seti menanggapi.
"Moga-moga aja gak balik lagi keris itu."
"Emang bisa Ji ?"
"Bisa kalau ube rampenya kurang."
Seti mengenal hal-hal mistis seperti itu saat di kampung Dibyo. Sempat terheran melihat pohon jati besar yang dibungkus kain mori. Gua-gua alam yang ada taburan kembang dan kemenyan.
Mungkin karena kerasnya alam Gunung Kidul atau mitos Nyi Roro Kidul versi Dibyo maka ada sebab mistis yang Seti tidak paham. Seperti masangin yang dicobanya bersama Asri.
Ada yang percaya Gusti Pangeran menciptakan semesta dengan keunikannya masing-masing kata Dibyo waktu itu. Wujud, logika, dan sesudahnya.
"Ah sudahlah yang penting gule ayamnya enak Ji. Sayangnya aku sudah terlalu kenyang. Biar nanti kuhangatkan buat besok." Seti mengalihkan pembicaraan mistisnya dengan Muji.
"Dari mana saja tadi Set ?" tanya Muji kemudian. Mengambil gelas di lemari lalu membuat kopi seperti kebiasaannya.
"Main ke tempat jualan teman di Malioboro."
"Rame ?" tanya Muji sambil mengaduk kopi yang sudah diseduh.
"Tadi lumayan sih. Kapan-kapan kuajak kamu ke sana."
"Sip." kata Muji, "Aku besok seharian ngasih les tambahan ke asrama Stella Duce. Titip jemuran kalau hujan ya."
"Wah aku besok mancing Ji. Tapi kalau dapat ikan ya balik masak di sini. Moga-moga saja besok tidak hujan."
"Mancing di mana ?"
Seti lalu menceritakan tentang kolam pemancingan di dekat kampus APMD di Timoho. Pemancingan ikan tombro. Yang kalau dapat, bayar setelah ditimbang.
Seti tahu tempat itu saat makan siang di kost Joe dan Doni. Katanya habis mancing rame-rame di kolam pemancingan itu buat lauk makan siang. Harganya lebih murah daripada sengaja beli ikan ke Beringharjo.
Dan tiba-tiba saja tempat itu entah kenapa melintas di benak Seti saat Asri ingin tahu kost Samirono.
"Besok kalau dapat banyak. Masak saja di tempat mbah Jum Set. Minta tolong dimasakkan mangut,"
"Apa itu mangut ?" Seti ingin tahu. Baru mendengar masakan itu dari Muji.
"Pokoknya enak. Coba saja besok. Moga-moga dapat banyak." kata Muji. "Dah aku mau ngetik lagi. Kopinya aku bawa ya." lanjut Muji sambil melangkah keluar kamar menenteng gelas kopi.
Seti menutup rantang gulai ayam-nya. Membawanya ke dapur lalu memanaskannya. Berharap Dibyo besok senang.
---------------
*Mbek : dengan dalam bahasa Jawa.
*Nglarung : menghanyutkan benda peninggalan orang meninggal ke laut.
*Gemlodag : suara berisik kayu dalam bahasa Jawa.
*Ubo rampe : syarat dalam bahasa Jawa.
*Gusti Pangeran : Sang Khalik dalam bahasa Jawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
susan
bagus ceritanya. beda dari cerita2 ceo. natural. berasa di antara tokoh2. ngebayangin Jogja 30 an thn yg lalu. jdi kangen ke jogja.
2023-03-27
1