Seti sedang duduk dekat pintu masuk, memperhatikan gang kecil di depannya, saat Linda dan Tyas datang ke kost Mantrijeron membawa dus Sarimie entah darimana.
Linda mencolek Tyas, mengenali Seti yang sedang memperhatikan kedatangan mereka. Penasaran dengan cerita Linda semalam, Tyas menghampiri Seti. Mengenalkan diri diikuti Linda.
"Seti," uluran tangan dua perempuan muda itu disambut Seti.
"Sudah ketemu Asri ?" Tanya Linda.
"Sudah mbak. Lagi ganti baju. Kami mau mancing."
"Asik. Minta ya kalau dapat banyak." Kata Tyas. Masih memperhatikan sosok Seti, hati kecilnya membenarkan kata-kata Linda semalam tentang Seti.
"Pasti mbak Tyas. Moga-moga saja tidak hujan." Jawab Seti malu-malu.
Dua perempuan di depannya, yang sama-sama menarik membuat Seti merasa senang mulai mengenal sebagian penghuni kost Mantrijeron.
Kedua perempuan itu lalu masuk ke dalam setelah perkenalan ramah yang singkat.
...----------------...
"Tuh sudah ditunggu si ganteng," Tyas meledek Asri yang sedang menutup pintu kamarnya.
"Ah mbak Tyas," Asri tersipu malu.
"Cantiknya yang mau kencan pagi," Linda ikut meledek Asri yang bergegas keluar.
"Aku jalan dulu mbak."
"Ya, hati-hati." jawab Linda dan Tyas hampir berbarengan. Keduanya memperhatikan Asri.
Topi softball putih, dengan kaos putih dan bercelana jeans selutut serasi sekali dengan kecantikan Asri pagi itu.
Jaket katun putih yang dilingkarkan di pinggangnya membuat hati kecil Tyas dan Linda memuji kepintaran Asri berdandan.
...----------------...
Langit yang sedikit mendung sedikit menggelisahkan Seti saat sampai di pemancingan Timoho.
"Bisa mancing As ?" Tanya Seti.
"Gak bisa ...hihihi...." Tawa Asri. Topi softball dan rambut pendeknya membuat Seti ingin berlama-lama memandangi Asri.
"Sama. Aku juga gak tahu caranya," kata Seti jujur tentang pengalaman mancing pertamanya di kolam pemancingan.
Dulu memang Seti sering memancing di sungai dekat rumah nenek memakai cacing. Mancing di pemancingan dia tidak tahu umpan yang dipakai.
Untungnya kail dan umpan disediakan di pemancingan itu. Menyewa dua joran dan membeli umpan, Seti dan Asri memilih tempat yang dirasa nyaman.
"Gimana masang umpannya Set ?"
Merekatkan erat ke mata kailnya, umpan seperti gethuk coba dipasangkan Seti sebisanya. Menyuruh Asri melemparkan ke kolam dan memperhatikan pelampungnya.
Menunggu beberapa saat. Pelampung Asri bergerak. Terkejut melihat pelampung yang masuk ke dalam air. Asri menarik keras kailnya,
Sentakan keras Asri membuat Seti tertawa. Mata kail itu terpelanting ke atas, melewati kepala Asri dan nyangkut di atap daun kelapa gubug pemancingan.
"Dapat angin As." Seti menggoda Asri. Berdiri melepaskan mata kail yang nyangkut itu. Asri tertawa menanggapi godaan Seti.
"Dapat Set... dapat !!!" Teriak Asri kebingungan mengangkat joran yang tergenggam kencang beberapa saat kemudian. Tergopoh-gopoh tangan Seti meraih joran di tangan Asri yang hampir terlepas. Sedikit berteriak menyuruh Asri menggulung rol senar pancing.
"Tarik senarnya pelan-pelan As." Seti mengambil serok jaring, mendekatkan ke arah ikan lumayan besar yang mulai tertarik.
Asri berjingkrak melihat ikan sebesar dua telapak tangan dinaikkan Seti ke pinggiran kolam.
"Hampir satu kilo As," Seti menerka beratnya dan memasukkan ke dalam jaring kecil diikuti tatapan senang Asri yang masih tak percaya berhasil mendapatkan ikan
Ada satu jam Seti dan Asri memancing saat gerimis mulai turun. Seti mengangkat jaring pengumpul ikan. Beberapa ikan hasil memancing terlihat di jaring pengumpul ikan.
"Yuk balik sebelum hujan." Seti terburu-buru mengemasi ikan pancingan. Hampir enam kilo ikan yang dipancing Seti dan Asri saat ditimbang di kasir pemancingan.
Gerimis semakin deras di Timoho. Si Denok. bergegas menuju ke kost Samirono.
...----------------...
Hujan lebat turun tepat saat si Denok masuk Samirono. Tak sempat berteduh, Seti mengarahkan si Denok ke kost.
Basah kuyup Seti membuka pintu kamarnya. Menyuruh Asri masuk.
"Wah kamu basah semua As," kata Seti.
"Pakai handuk di lemari As. Ganti kaosmu dengan kaosku. Ada celana training juga."
Menutup pintu kamar, Seti meninggalkan Asri ke arah kamar mandi di belakang. Mengambil handuk yang tergantung dan melepas semua pakaian basahnya.
Untung dompet gunungnya berbahan waterproofing, surat-suratnya terlindung aman.
Memakai caping lebar yang ada di samping kost. Seti berbalik ke arah kamarnya. Tak menyangka hujan selebat ini akan turun.
Mengetuk pintu. Terkesiap kelelakian Seti memandang Asri yang berhadap-hadapan di depannya saat membuka pintu. Seti masuk ke dalam, membiarkan pintu tetap terbuka. Hujan bertambah lebat. Sesekali suara petir menyambar.
Asri memandang badan telanjang liat terlatih Seti yang mengambil kaos di lemari. Kotakan di dada Seti saat mengenakan kaosnya membuat aliran darah Asri serasa tak karuan.
"Mana pakaian basahmu ? biar kuangin-anginkan di belakang." Kata-kata Seti mengagetkan pandangan Asri. Malu-malu dia menyerahkan pakaian basahnya ke Seti.
Keluar kamar lagi Seti membawa pakaian basah Asri ke jemuran dekat kamar mandi. Agak terkejut, saat dilihatnya ada pakaian dalam Asri di antara baju basah yang akan dianginkan .... Pahamlah kenapa ada wajah malu Asri.
----------------
Duduk bersandar di dinding. Seti memandang Asri yang memakai kaos lengan panjang bertulisan *** pistol dan training miliknya.
Rasa bercampur aduk ada di pikiran Seti. Tak mengira hujan lebat membuat dirinya terdampar berdua dalam kamar dengan perempuan yang dikaguminya.
"Kamarku seperti ini." Suara Seti agak canggung.
"Asik kok. Gak terlalu ramai seperti kost-ku."
Lega hati Seti mendengar kata-kata Asri. Apalagi Asri mau mengganti pakaian basahnya dengan pakaiannya.
Seti berdiri membuatkan kopi susu buat Asri dan kopi buat dirinya. Lalu teringat ikan pancingan yang masih tergantung di sayap samping si Denok.
"Pakai selimut itu As jika masih dingin. Minum kopi susu itu biar hangat .... Aku mau bersihkan ikan sebentar." Seti berbalik keluar kamar.
...----------------...
Hujan mulai reda saat Seti menyelesaikan ikan terakhir yang dicuci bersih. Baru jam sebelas pagi, tapi terlihat seperti sore di Samirono. Mendung masih menggayut di langit.
Menaruh ember berisi ikan di depan pintu. Seti masuk lagi ke dalam kamar. Melirik Asri yang berselimut memegang gelas yang tinggal separoh isinya.
"Dah gak kedinginan As ?" Seti mengambil gelas kopi. Mendekat ke arah Asri, menemaninya minum.
"Gak... terimakasih Set," jawab Asri.
"Terimakasih apa ?"
"Pakaianmu ini," kata Asri. Tersenyum malu ke arah Seti, pipinya terasa terbakar menyadari dirinya tidak memakai pakaian dalam.
"Ahaha... daripada kamu sakit. Nanti malah aku bisa dilarang ke Mantrijeron sama mbak Yem."
"Tapi yang punya kost marah gak Set, aku ada di kamarmu," nada kuatir keluar dari mulut Asri.
"Marahlah kalau pintunya terkunci dan kamu nginap di sini berdua sama aku," Seti tertawa meledek Asri.
"Aku serius Set. Mending kamu antar pulang aku sekarang daripada kena marah."
"Gaklah. Lagipula hujan, dan kita toh gak ngapa-ngapain." Kata Seti menenangkan Asri, " Yuk kita masak ikannya." Ajak Seti ke Asri.
Asri berdiri mengikuti Seti yang lebih dulu keluar kamar. Untung saja kaos dan training Seti tebal, menutupi semua kegadisannya. Membuat nyaman Asri.
...----------------...
"Sopo iki le ?" Tanya mbah Jum saat Seti mengenalkan Asri.
"Teman mbah. Habis mancing kehujanan di jalan."
"Wah mesakke, ayu-ayu kudanen."
"Nih ikannya mbah. Kata Muji si mbah pintar buat mangut,"
"Banyak sekali ikannya ? Untung masih ada sisa kelapa buat santan," kata mbah Jum melihat ikan yang dibawa Seti. "Goreng di pawon le sampe kering pake minyak klentik,"
"Saya saja yang goreng mbah." Asri mengambil ember berisi ikan dari tangan Seti.
"Cah ayu bisa masak di pawon to ?" Mbah Jum terkekeh tak percaya Asri bisa memasak di pawon. "Warunge tunggoni Set. Mbah mau buat mangut pesenanmu."
"Ya mbah." Ada rasa senang Seti melihat keriangan Asri membaur di kesederhanaan kost Samirono.
...----------------...
Asri menuangkan minyak klentik ke dalam kuali besar yang ada di atas pawon. Harum minyak itu bercampur asap kayu bakar dari sela kuali.
Hati-hati tangan Asri memasukkan dua potong ikan besar ke kuali. Mbah Jum mengatur suluh menjaga api tetap kecil.
Perbedaan api suluh dan gas dirasakan Asri. Ada aroma enak di pawon itu saat memarut kelapa untuk dibuat santan menunggu ikan di kuali matang.
"Dah lama dolan dengan Seti nduk?" Tanya mbah Jum .... Tangannya sibuk menguleg bumbu.
"Sejak SMA mbah,"
"Oh sudah lama to," kata mbah Jum, " Cah bagus itu baik banget loh sama si mbah juga sama teman kostnya,"
Semakin tak tertahan kebungahan hati Asri mendengar kata-kata mbah Jum.
"Iya mbah. Banyak yang bercerita tentang Seti." Kata asri.
Menyelesaikan parutannya, Asri memeras kelapa dari dua gelas air yang disodorkan mbah Jum.
"Kamu biasa masak ya nduk. Nggak kaku di dapur." Puji mbah Jum.
Asri tersipu malu. Membalik ikan yang setengah matang di kuali pelan-pelan supaya tidak lengket.
Meniriskan ikan yang sudah setengah matang ke tampah. Asri mengurangi minyak yang ada di kuali. Memasukkan semua bumbu ulegan mbah Jum ke dalamnya.
Setelah wangi, mbah Jum menyuruh Asri memasukkan santan dan menambahkan air sampai mendidih di kuali.
Mbah Jum memasukkan Ikan yang sudah ditiriskan ke dalam rebusan santan bercampur bumbu dan rempah-rempah tadi satu persatu. Menambahkan beberapa lembar daun jeruk ke dalamnya.
...----------------...
Hujan turun lagi. Kali ini bertambah lebat. Asri meletakkan dua piring berisi ikan yang berkuah kemerahan di meja warung mbah Jum.
"Dah mateng le mangutnya. Ndang makan sama Asri, mumpung masih panas dan hujan." Mbah Jum menyuruh Seti makan.
"Ya mbah." Jawab Seti. Duduk di hadapan Asri yang sudah lebih dahulu menunggunya.
"Kelihatannya enak Set." Asri mencicip kuahnya. Entah kenapa dia menyendok kuahnya lagi, lalu meyodorkan ke arah Seti yang tak menyangka Asri menyuruhnya mencicip dari tangannya.
Mencicip kuah di sendok dari tangan Asri dan memgecap rasanya, Seti membenarkan kata Muji tentang enaknya mangut ikan buatan mbah Jum.
Mata Asri berkilat seperti gelang monel di tangannya ketika mendengar Seti memuji rasa kuah mangut yang dicicip. Hari Minggu pertamanya di kost Samirono sangat mengesankan perasaannya.
"Enak mbah." Seti melirik ke arah mbah Jum yang memperhatikan dirinya dan Asri.
"Asri yang masak le. Pinter ...." Mbah Jum memuji Asri lagi dari duduknya di kejauhan.
Suapan lembut Asri di hadapannya menenangkan hati Seti. Kelihatannya Asri menikmati suasana baru kost Samirono. Tidak ada lagi kecanggungannya.
Mengambil piring yang kotor setelah makan. Seperti biasa Seti membawa dan memisahkan sisa makanan ke kresek di dekat ember cucian piring. Asri terlihat mengelap meja dari sisa makan yang tercecer.
Mbah Jum memperhatikan dengan rasa suka terhadap Seti dan Asri yang pandai membawa diri. Seolah berharap mereka semakin sering menemaninya.
"Asri numpang berteduh mbah di kamar sampai hujan reda." Seti meminta ijin ke mbah Jum.
"Ya, tapi jaga diri le ...mbok ada setan yang lewat," mbah Jum terkekeh. Menasehati adab yang harus dijaga dengan bahasa yang menyejukkan.
"Pastilah mbah." Jawab Seti .... Lega mbah Jum mengijinkan Asri masuk ke kamarnya.
"Itu nanti Dibyo sama Muji suruh makan mangutnya di sini, sekalian rantang gulenya dibawa." Seru mbah Jum ke arah Seti dan Asri yang meninggalkan warung.
"Ya mbah. Suwun gule ayamnya semalam." Balas Seti sambil melangkah ke arah kamar kost-nya.
...----------------...
Memandang cucuran hujan yang jatuh dari tritis genteng kamar. Seti membiarkan Asri berbaring di sebelahnya duduk.
Dari pintu kamar yang terbuka pohon sawo dan pisang yang terlihat menari gemulai tersapu angin seakan memancing Seti untuk mengungkapkan tarian hatinya.
Menggenggam erat tangan Asri. Akhirnya rangkaian kata Seti terucap lembut.
"Kamu ingat pertanyaanmu dulu As ?" Seti mulai menata kata.
"Tentang apa ?" Menengok ke arah Seti. Genggaman erat tangan keras Seti dibalas Asri dengan lembut. Perlahan kewanitaannya merasakan hal yang lebih.
"Hening ...." Jawab Seti tenang.
"Maksudmu ?"
"Aku menganggapnya sebagai adik .... Tak mau aku membebani diriku dengan rasa yang lebih terhadapnya .... Entah dia ..... Karena itu jangan kamu bebani aku juga dengan persangkaanmu tentangnya,"
"Lalu ?" Kali ini Asri merasakan tatapan lembut Seti ke arahya.
"Tentang kamu .... " Suara Seti terdiam sejenak. Mengharap Asri menanggapinya.
"Katakan dulu tentang aku Set," jawab Asri pelan. Ingin tahu lagi lanjutan rangkaian kata-kata Seti tentangnya... Jantungnya semakin berdebar kencang.
"Kamu mimpiku. Sejak awal aku melihat dan mengenal dirimu. Aku tak mau mimpi itu berakhir." Ucapan Seti meneduhkan Asri. "Maukah kamu menemani mimpiku dan saat aku terbangun kamu ada di sisiku ?" Lanjut Seti lagi.
Terdiam sejenak. Akhirnya kata yang diharapkan Asri keluar dari mulutnya. "Aku menyayangimu As..."
"Akupun menyayangimu Set ..... Jangan pernah tinggalkan aku lagi tanpa sebab."
Keduanya tersenyum saling menatap .... Kali ini dengan senyum gandrung yang sedang hangat-hangatnya. Asri bersandar ke bahu Seti. Cerita roman Seti dan Asri terpatri di Jogja.
-----------------
*Mesakke ayu-ayu kudanen : kasihan cantik-cantik kehujanan dalam bahasa Jawa.
*Pawon : tungku perapian dari batu cadas.
*Minyak klentik : minyak kelapa.
*Suluh : kayu bakar.
*Dolan : main.
*Ndang : cepat dalam bahasa Jawa.
*Gandrung : kasmaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Nikfyni
Ah akhirnya
2023-09-06
1