13. Jakarta

Memilah-milah lukisan yang akan diserahkan untuk seleksi pameran kampus membingungkan Hening. Membaca literasi tentang kritik sosial yang dijadikan tema pameran membuatnya bolak balik memelototi koleksi lukisan lamanya. 

Berkali-kali lukisan pertarungan ayam jago wiring kuning-nya dipisahkan. Tetapi masih ada sedikit keraguan untuk mengikutkannya dalam seleksi yang tinggal beberapa minggu lagi.

Lukisan itu mengalir begitu saja dari pikirannya. Tentang pertarungan si kuat melindungi si lemah. Cerita awal yang tak akan mudah begitu saja dilewatkannya. Selalu mengingatkan Seti yang melindungi Bening dan dirinya.

Suara ketukan pintu depan mengalihkan perhatian Hening dari alas narasi tema cerita lukisan yang sedang disusunnya.

Berdiri di pintu, tukang pos yang sudah dihapal Hening menyerahkan sepucuk surat  dari Seti. Surat-surat yang seperti air  menyiram kuncup bunga di hatinya. Menjaganya tak layu di  tengah kesibukan Jakarta.

Tak mau berlama membaca isinya, Hening beringsut ke kamar.

                             

...----------------...

Berharap dirinya baik-baik saja di Jakarta, Seti menanyakan pameran pertama yang akan coba diikuti Hening. Tentu saja  keseruan Jogja runtut diceritakan Seti setelahnya dalam suratnya.

Tentang kesibukan kampus, tentang kost Samirono, tentang lapak Malioboro, tentang Joe, dan lalu tentang kost Mantrijeron yang mulai menyinggung Asri.

Rencana Joe ke Jakarta jika lukisannya lolos seleksi pameran juga diceritakan Seti dalam suratnya. 

Barisan paragraf tulisan tangan Seti di surat dinikmati Hening, seperti kenikmatannya menatap foto Seti yang terbingkai di atas meja belajar. Mengingatkan kedekatan di SMA dan rumah jengki.

Jika saja Jakarta Jogja hanya sepelangkahan kaki, saat itu juga dirinya pasti akan melangkahkan kaki menemuinya melampiaskan ruang rindunya.

Memang ada sedikit rasa ingin tahu di hati Hening ketika Seti menyinggung Asri di surat itu. Teringat kata-kata Bening menjelang kepergiannya ke Jakarta, rasa itu tak terlalu merisaukannya lagi. Toh Seti berjanji akan mengatakan langsung kepada dirinya.

Kewanitaan Hening merasakan Seti sudah menjatuhkan pilihan. Dan dirinyapun sudah bersiap untuk tidak terjerambab dalam kepatah hatian berkepanjangan seperti Bening yang berdamai dengan masa lalunya. Bahkan jika Seti pun kelak mengatakan tentang pilihannya kepada Asri.

                             

...----------------...

Makan siang di jam yang sama butuh kesabaran untuk mengisi perut yang lapar. Warteg di sepanjang jalan Kali Pasir seperti biasa ramai di jam makan siang. Anak IKJ yang kost di sekitarnya biasanya makan siang di situ ramai-ramai.

Menengok kanan kiri, Hening masuk ke salah satu warteg yang sudah tidak terlalu berjubel bersama seorang teman kampusnya di siang panas agak berdebu itu.

Memesan nasi sayur ikan dan segelas es teh, kedua perempuan itu duduk di dekat pintu masuk mencari angin yang bertiup. Setidaknya mengurangi rasa pengap di warung sempit itu.

"Selamat Hen, lukisanmu lolos," obrolan  pameran yang akan dibuka terlontar di meja itu saat makan. 

"Makasih Yun. Lukisanmu juga lolos, " Hening menanggapi Yuni teman kampusnya. Tangannya sibuk memainkan sendok menyuapkan nasi.

Yuni asli Jakarta. Bapaknya seniman lukis di Ancol. Masuk IKJ bareng Hening. Keduanya akrab setelah perploncoan dan sama-sama di seni rupa. Cantik dengan dandanan yang seadanya.

"Kamu sengaja buat lukisan itu untuk seleksi ?" tanya Yuni.

"Sudah lama. Iseng saja kupilih. Tak kusangka  lolos." jawab Hening senang.

"Punyaku seminggu yang lalu kubuat. Tiba-tiba saja melintas saat kulihat teman Bapak ke sanggar meminta makan." Yuni menceritakan lukisan laki-laki kurus berkaos putih yang sedang makan di atas piring seng yang dilukisnya.

"Tapi kena banget menurutku," Hening mengomentari lukisan Yuni." Urban banget." lanjutnya lagi.

Yuni tertawa. " Begitulah pasar seni Bapak. Memilih membeli cat minyak atau kanvas daripada buat beli makan."

Pasar seni mengalihkan topik obrolan di sela makan siang. Tentang pelitnya teman Bapak untuk urusan makan sampai antrian panjang di hari Minggu memesan lukisan wajah. Yuni mengajak Hening ke sana kapan-kapan.

                                 

...----------------...

Kipas angin yang berputar  menyejukkan kamar yang terbuka pintunya. Hening dan Yuni mengeluarkan satu-satu lukisan yang ada di dalamnya. Memindahkan ke loteng atas hati-hati.

Setelah makan, Yuni singgah ke kost Kali Pasir. Membantu Hening membersihkan kamarnya dari tumpukan lukisan. 

"Banyak juga lukisanmu. Pajang saja di sanggar Bapak. Siapa tahu laku." Yuni menghitung lukisan yang tertumpuk rapi di loteng.

"Nantilah. Siapa tahu masih kubutuhkan jika ada pameran lagi." Hening menutup tumpukan lukisan itu dengan sprei. Menaruh bungkusan silica gell dan kapur barus di sela-sela kayu penopang.

"Benar juga katamu. Aku malah tidak punya koleksi sama sekali. Kebanyakan pesanan orang." Yuni tertawa. Mengelap keringat di lehernya. 

Seperti bapaknya. Melukis bagi Yuni adalah untuk mencari uang. Tak heran lukisan wajah menjadi hobi sekaligus profesinya. Dari SMA lukisan wajahnya lumayan menghasilkan. 

Turun dari loteng pandangan Yuni tertarik dengan foto di atas meja belajar Hening.

"Pacarmu Hen ?" Yuni menunjuk foto itu.

"Hahaha ... entahlah ... kami dekat saja." Wajah Hening terasa panas mendengar pertanyaan Yuni.

"Kalau bukan pacar kenapa kamu pajang ? Pasti lebih dari teman dekatlah."

"Bener  Yun, kami cuma berteman  dekat. Dia baik banget sama aku dan kakak-ku."

Yuni menyimak cerita Hening tentang Seti. Obrolan beralih ke laki-laki yang diharapkan masing-masing. Ada tawa kegembiraan di situ tentang perbedaan sudut pandang laki-laki yang menarik hati masing-masing.

Yuni seperti anak muda Jakarta. Bercelana jeans robek berkaos oblong. Ada tato mawar kecil di tangan putihnya. Penampilan cueknya tetap saja tak menyembunyikan kecantikannya.

Masih tentang laki-laki. Enteng saja Yuni bercerita tentang dua kali pacarannya yang bubar. Tertawa bangga bahwa dialah yang memutuskan hubungan.

"Aku sih gampang. Cowok bikin pusing kuputus saja." Yuni menyalakan rokok yang diambilnya dari tas kulitnya. " Rokok Hen ?" menawarkan ke Hening.

"Enak ?" Hening ragu tawaran rokok itu.

"Coba saja."

Tertarik tawaran Yuni, diambilnya sebatang. "Kok kayak permen ya." kata Hening setelah mencoba menghisap.

Yuni tertawa. "Iya. itu rokok menthol. Buat perempuan."

Sejak SMA setelah ibunya meninggal Yuni mengenal rokok. Suatu saat Bapak memergokinya merokok di kamar. Tapi Bapak tidak marah. Hanya menyuruhnya untuk tidak merokok diam-diam dan di sekolah.

Bapak Yuni dulu kuliah di Asri Jogja. Tapi tidak diselesaikannya. Pindah ke Jakarta menjual lukisan wajah dan menetap di pasar seni setelah menikah.

"Jadi sekarang kamu gak pacaran Yun ?"

"Gak ... males aja. Mending kayak gini. Gak ada yang nglarang dan ngatur ini itu ... Aku bebas..." Yuni tertawa lebar. "Tapi temenmu di foto itu boleh juga Hen."  terkekeh mengalihkan pembicaraan.

Tidak ada yang lebih menyenangkan jika dalam kesendirian ada yang menemani kekosongan hati. Keluh kesah Jakarta tidak harus melulu diratapi. Mengoloknya menjadi menyenangkan. Hening dan Yuni merasa tidak sendiri lagi.

...----------------...

                                 

Episodes
1 1. Jogja 1990
2 2. Cerita Baru Di Jogja
3 3. Teman Baru Jogja
4 4. Kedekatan di Jogja
5 5. Hangat Di Jogja
6 6. Lapak Malioboro
7 7. Melepas Jerat
8 8. Dari Tepus ke Banjarejo Tanjungsari
9 9. Dari Banjarejo ke Drini
10 10. Malioboro
11 11. Kost Mantrijeron
12 12. Ungkapan Rasa
13 13. Jakarta
14 14. Kesulitan Pertama
15 15. Pulang
16 16. Kesulitan Kedua
17 17. Lawan
18 18. Konsekuensi
19 19. Keluar Dari Kesulitan Pertama
20 20. Dari Jakarta Sampai Ke Jogja
21 21. Rumah Wirobrajan
22 22. Tentang Kejujuran
23 23. Tentang Cinta dan Kebencian
24 24. Persinggungan Lapak Malioboro dan Sanggar Seni Ancol
25 25. Tentang Kejujuran dan Kepercayaan
26 26. Sesuatu Yang Seharusnya Tak Perlu Diceritakan
27 27. Tentang Keterbukaan Hati
28 28. Kerinduan
29 29. Sebuah Lorong Waktu
30 30. Isi Hati
31 31. Tentang Suatu Masa
32 32. Kembali Ke Banjarejo
33 33. Dari Beringharjo Ke Pulau Drini
34 34. Jalinan Cerita Baru
35 35. Sanggar Taji
36 36. Awal Cobaan
37 37. Rangkaian Pertanda
38 38. Tentang Niatan
39 39. Tentang Cinta
40 40. Dari Baron Ke Drini
41 41. Noda Di Hari Minggu
42 42. Tentang Ruang Dan Waktu
43 43. Awal Sebuah Dendam
44 44. Naluri Dan Insting
45 45. Pelajaran Hidup Menjadi Dewasa
46 46. Jangan Mundur !
47 47. Perjalanan Selanjutnya
48 48. Awal Hari Baru
49 49. Harapan Baru
50 50. Kegundahan
51 51. Membuka Diri
52 52. Kembali Ke Wonosari
53 53. Awal Perlawanan
54 54. Singgah Di Rumah Banjarejo
55 55. Kedekatan Hati
56 56. Tentang Hati Yang Bersyukur
57 57. Sang Waktu Tak Pernah Kembali
58 58. Persinggungan Di Jogja
59 59. Rangkaian Awal Dilema
60 60. Rencana Pembalasan
61 61. Menjelang Pelepasan
62 62. Strategi Kawan dan Lawan
63 63. Tentang Cinta Dan Rencana Sesudahnya
64 64. Cerita Senja
65 65. Tentang Adab Dan Keberuntungan Pekerjaan
66 66. Kelegaan Perpisahan
67 67. Dunia Baru
68 68. Dari Kokap Ke Panjatan Kulon Progo
69 69. Penghujung 1998
70 70. Tanah Panjatan
71 71. Tentang Keinginan
72 72. Kedekatan Dan Perpisahan
73 Buat pengikut Seti dan Asri
Episodes

Updated 73 Episodes

1
1. Jogja 1990
2
2. Cerita Baru Di Jogja
3
3. Teman Baru Jogja
4
4. Kedekatan di Jogja
5
5. Hangat Di Jogja
6
6. Lapak Malioboro
7
7. Melepas Jerat
8
8. Dari Tepus ke Banjarejo Tanjungsari
9
9. Dari Banjarejo ke Drini
10
10. Malioboro
11
11. Kost Mantrijeron
12
12. Ungkapan Rasa
13
13. Jakarta
14
14. Kesulitan Pertama
15
15. Pulang
16
16. Kesulitan Kedua
17
17. Lawan
18
18. Konsekuensi
19
19. Keluar Dari Kesulitan Pertama
20
20. Dari Jakarta Sampai Ke Jogja
21
21. Rumah Wirobrajan
22
22. Tentang Kejujuran
23
23. Tentang Cinta dan Kebencian
24
24. Persinggungan Lapak Malioboro dan Sanggar Seni Ancol
25
25. Tentang Kejujuran dan Kepercayaan
26
26. Sesuatu Yang Seharusnya Tak Perlu Diceritakan
27
27. Tentang Keterbukaan Hati
28
28. Kerinduan
29
29. Sebuah Lorong Waktu
30
30. Isi Hati
31
31. Tentang Suatu Masa
32
32. Kembali Ke Banjarejo
33
33. Dari Beringharjo Ke Pulau Drini
34
34. Jalinan Cerita Baru
35
35. Sanggar Taji
36
36. Awal Cobaan
37
37. Rangkaian Pertanda
38
38. Tentang Niatan
39
39. Tentang Cinta
40
40. Dari Baron Ke Drini
41
41. Noda Di Hari Minggu
42
42. Tentang Ruang Dan Waktu
43
43. Awal Sebuah Dendam
44
44. Naluri Dan Insting
45
45. Pelajaran Hidup Menjadi Dewasa
46
46. Jangan Mundur !
47
47. Perjalanan Selanjutnya
48
48. Awal Hari Baru
49
49. Harapan Baru
50
50. Kegundahan
51
51. Membuka Diri
52
52. Kembali Ke Wonosari
53
53. Awal Perlawanan
54
54. Singgah Di Rumah Banjarejo
55
55. Kedekatan Hati
56
56. Tentang Hati Yang Bersyukur
57
57. Sang Waktu Tak Pernah Kembali
58
58. Persinggungan Di Jogja
59
59. Rangkaian Awal Dilema
60
60. Rencana Pembalasan
61
61. Menjelang Pelepasan
62
62. Strategi Kawan dan Lawan
63
63. Tentang Cinta Dan Rencana Sesudahnya
64
64. Cerita Senja
65
65. Tentang Adab Dan Keberuntungan Pekerjaan
66
66. Kelegaan Perpisahan
67
67. Dunia Baru
68
68. Dari Kokap Ke Panjatan Kulon Progo
69
69. Penghujung 1998
70
70. Tanah Panjatan
71
71. Tentang Keinginan
72
72. Kedekatan Dan Perpisahan
73
Buat pengikut Seti dan Asri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!