Sembari memakan makanan yang dibelikan Doni, sesekali Masha melihat gerak-gerik Mike yang duduk dikursi didepan meja komputer.
Mike tampak sedang memeriksa data yang di masukkan Masha tadi, dengan menggerakkan layar turun sesekali, sambil tetap menatap benda itu.
Tak lama berselang, Mike lalu bersandar lemas dikursi, dan tampak seolah-olah sedang bersantai, menopang dagu dengan salah satu tangannya, dengan sikutnya yang bersandar di tangan kursi.
Apa ada yang salah dari hasil kerja Masha tadi?
Karena perasaannya yang sedikit cemas, Masha hampir kehilangan selera makannya.
Dengan terpaksa, karena tidak mau membuang-buang makanan, Masha berusaha menghabiskan sisa makanannya, lalu buru-buru meminum air, untuk mendorong makanan agar cepat tenggelam kedalam lambungnya.
Doni yang sudah selesai makan lebih dulu, dibandingkan dengan Masha, tampak kebingungan melihat gerak-gerik Masha, lalu bertanya,
"Kamu tidak apa-apa?"
Doni menatap Masha lekat-lekat.
"Tidak apa-apa... Tapi, apa mungkin ada yang salah?" tanya Masha, berbisik-bisik kepada Doni, sambil menunjuk Mike dengan matanya.
"Tenang saja... Dia memang selalu begitu, kalau sedang memeriksa data-data barang," jawab Doni santai.
Masha menarik nafas lega.
Kalau begitu, berarti belum tentu ada yang salah dengan hasil kerja Masha.
"Apa dia seumuran denganmu?" tanya Masha penasaran, masih dengan suara pelan tertahan.
"Iya. Aku mengenalnya waktu kelas dua SMA. Dia murid pindahan dari sekolah lain," jawab Doni.
Hmmm...
Ternyata, benar dugaan Masha.
"Bagaimana dia bisa memiliki bisnis seperti ini? Diusianya yang masih tergolong muda," tanya Masha lagi.
Mike tiba-tiba berbalik, dengan posisi duduknya yang masih sama seperti tadi, dan menatap Masha.
"Aku bisa mendengar perbincangan kalian. Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan?" tanya Mike.
"Santai saja, kawan... Wajar 'kan, kalau dia ingin tahu tentang bosnya?" ujar Doni.
Mike hanya melirik Doni dengan ujung matanya sebentar, lalu kembali melihat Masha dengan raut wajahnya yang dingin.
"Ini salah satu dari bisnis Papaku. Aku hanya melanjutkannya saja," kata Mike datar.
"Masih ada lagi yang ingin kamu ketahui?" tanya Mike.
"Hmmm... Apa kamu tidak lapar?" tanya Masha asal-asalan, dan tidak mengharapkan jawaban dari Mike.
"Aku sudah makan siang sebelum pergi kesini," jawab Mike.
Aura Mike yang misterius, mampu membuat Masha terdiam dengan sejuta pertanyaan didalam kepalanya, meskipun dia tidak tahu apa yang ingin dia tanyakan kepada Mike.
"Sudah puas bertanya?" tanya Mike.
Masha menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, sekarang ikut denganku!" kata Mike, sambil berdiri dari tempat duduknya.
Masha dengan terburu-buru, berusaha merapikan meja sebelum dia berjalan menyusul Mike, tapi Doni menahannya.
"Tidak usah... Biar aku saja yang bersihkan meja ini. Kamu pergi saja menyusulnya! Obati dulu luka-lukamu," kata Doni, lalu mencium kening Masha.
"Kalau diobati dengan baik, kamu tidak akan demam lagi seperti semalam," lanjut Doni.
Masha lalu berjalan keluar menyusul Mike, yang sudah keluar dari tempat itu lebih dulu.
Diluar terlihat sebuah mobil sedan yang terparkir, dan Mike tampak sudah duduk didalamnya.
Masha lalu membuka pintu mobil, kemudian duduk di jok disamping Mike.
Dengan kecepatan sedang, Mike mengemudikan mobilnya dijalan raya.
Tidak ada yang mereka bicarakan disepanjang perjalanan.
Mike yang terdiam dan hanya fokus menyetir dengan matanya yang menatap lurus dijalanan, membuat Masha juga tidak tertarik untuk mengajaknya berbicara.
Mike mengendarai mobilnya, hingga mereka tiba disebuah gedung tinggi, yang tampaknya berlantai lebih dari dua.
Ketika Mike berjalan masuk ke gedung itu, dengan Masha yang menyusulnya dari belakang, terlihat petugas keamanan yang berjaga didepan pintu, membungkukkan badannya, seolah-olah sedang memberi hormat kepada Mike.
Mike berdiri didepan lift, dan membawa Masha masuk kedalam situ, setelah pintu lift itu terbuka.
Masha hanya menurut, dan mengikuti Mike, tanpa berkomentar apa-apa, hingga Mike menekan tombol lift di angka delapan belas, Masha masih tetap terdiam.
Ketika pintu lift kembali terbuka, Mike berjalan menuju salah satu pintu yang terlihat dilorong itu, lalu membukanya, dan menahan daun pintu, agar tetap terbuka.
"Masuk! Nanti aku hubungi dokter untuk datang kesini," kata Mike, sambil tetap menahan helaian pintu hingga Masha melewatinya, dan berjalan masuk kedalam ruangan itu.
Tempat itu terlihat seperti kamar, namun lengkap dengan dapur mini, meja makan dan sofa untuk menonton televisi.
Bagian balkon, cukup menarik perhatian Masha, dan membuatnya berjalan mendekati pintu kaca yang mengarah ke balkon itu.
"Kamu mau melihat-lihat keluar?" tanya Mike tiba-tiba.
"Iya. Tidak apa-apa?" tanya Masha.
"Asalkan kamu tidak berniat untuk meloncat, kamu bisa pergi keluar situ," jawab Mike.
Mata Masha terbelalak.
Memangnya Masha terlihat seperti orang yang mau bunuh diri?
Mike lalu berjalan menghampiri Masha, dan membukakan pintu kaca itu.
"Ingat! Kalau kamu ingin mati, jangan pernah terpikirkan untuk melakukannya disini," kata Mike tegas.
"Ada apa denganmu? Aku hanya ingin melihat-lihat saja. Apa aku terlihat seperti orang yang ingin mati?" tanya Masha, dengan suara hampir meninggi.
"Iya. Kamu terlihat seperti itu. Tapi, jangan coba-coba untuk mempersulit hidupku," jawab Mike datar, seakan-akan tidak terganggu dengan kekesalan Masha.
Rasanya, Masha ingin mengurungkan niatnya untuk melihat-lihat dari balkon itu.
Tapi, daripada harus berdiam didalam ruangan, dan menjadi semakin kesal karena melihat Mike, lebih baik Masha tetap pergi ke balkon.
Masha berjalan pelan hingga mencapai pagar balkon, ketika angin yang cukup kencang berhembus, dan mengacaukan rambut panjangnya yang dia gerai.
Sambil bersandar di pagar balkon, Masha berusaha merapikan rambutnya, tapi tampaknya semua usahanya sia-sia, dan dia tidak bisa menahan kibaran rambutnya yang mengacaukan pandangannya.
Masha lalu berbalik dan berniat kembali kedalam, menjauh dari balkon.
Karena penglihatannya yang terhalang oleh rambutnya, Masha tidak bisa melihat dengan baik apa yang berada didepannya.
Betapa terkejutnya Masha, ketika menabrak tubuh seseorang yang dia duga itu adalah Mike.
"Maaf!" ujar Masha.
Ketika Masha bergeser sedikit agar bisa melewati pemuda itu, Masha merasakan kalau tubuhnya sekarang sedang dipeluk dengan erat, oleh tangan-tangan yang keras seperti cabang pohon, dan Masha seolah-olah sedang bersandar di dinding beton yang hangat.
"Kenapa kamu bisa seceroboh ini? Kamu bisa tersandung kursi, atau pot tanaman dan membuatmu terjatuh."
Suara Mike terdengar seolah-olah dia sedang kesal dengan Masha.
Tapi, meski terdengar kesal, dengan merangkul pundak Masha, Mike membawa Masha berjalan masuk kedalam kamar.
Ketika hembusan sudah berkurang banyak, dan rambutnya tidak lagi menutupi penglihatannya, Masha lalu menyingkirkan sisa rambutnya dari wajahnya, dan melepaskan rangkulan Mike dari pundaknya.
Masha lalu berjalan menjauh dari pemuda itu, sebelum dia berbalik dan melihat mike, yang masih berdiri terpaku ditempatnya tadi.
Mike yang memang berwajah datar dan dingin, kini ditambah dengan raut wajah kesal, menatap Masha dengan sorot matanya yang tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments