Benar saja dugaan Masha.
Sebelum bel tanda istirahat berakhir itu berbunyi, Kinan menghadang Masha, sambil berkacak pinggang.
"Heh! Pel*cur! Kamu sengaja menggoda Jodi lagi ya?" bentak Kinan, tanpa memperdulikan banyaknya mata yang memandangi mereka sekarang.
Masha hanya menarik nafasnya dalam-dalam, lalu berjalan melewati Kinan, memasuki ruang kelas Masha, tanpa mau menanggapi perkataan buruk Kinan tadi.
Untuk apa melayani orang tidak berakal budi seperti Kinan?
Tidak perlu Masha membuang-buang energinya untuk gadis itu.
Masha hanya menertawakan Kinan didalam hati.
Masha menganggap Kinan adalah gadis idiot.
Jelas kalau Kinan bukan level Masha.
Masha yang selalu menjadi ranking kelas, bahkan menjadi ranking umum untuk siswa seangkatan dengannya di sekolah itu, berbanding terbalik dengan Kinan yang bodoh.
Seharusnya sekarang Kinan sudah lulus.
Tapi karena otaknya yang bodoh, Kinan yang tertinggal kelas sekali saat disekolah dasar, lalu sekali lagi di sekolah menengah pertama, membuat Kinan sekarang masih menjadi satu angkatan dengan Masha.
Tidak lama lagi Masha akan lulus sekolah, dan berkuliah, maka Masha tidak perlu lagi melihat wajah tolol Kinan dalam hidupnya.
Masha akan pergi berkuliah dikota yang jauh, dan tidak akan tinggal serumah dengan dua wanita yang selalu berusaha menyakitinya.
Oh iya, dan satu lagi calon manusia yang sebentar lagi akan lahir, dan harus dipanggil adik oleh Masha.
Membayangkan saat dia bisa pergi, lalu tinggal di tempat lain, menguatkan Masha agar tetap bisa mempertahankan kewarasannya.
Masha memang bertekad untuk lepas dari ikatan orang tua yang tidak becus merawatnya itu.
Ibu kandung Masha?
Kurang lebih sama saja.
Sama brengseknya.
Wanita itu lebih menyayangi suami baru, serta anak-anaknya yang dia lahirkan dari suami barunya itu.
Senyum Masha mengembang lebar, ketika tugas matematika yang dia kerjakan kemarin sore, mendapat nilai sempurna.
"Sekali-sekali bagi otakmu sedikit," celetuk Rina, yang duduk bersebelahan dengan Masha.
"Boleh! Silahkan diambil!" kata Masha dengan santainya.
Kalau Rina mau mengambil sisi gelap Masha juga akan lebih baik.
Masha tertawa terbahak-bahak, saat melihat Rina yang sekarang sedang merengut karena candaan Masha.
Jangan salah.
Bukan karena Rina terlihat lucu, ataupun candaannya yang lucu, tapi Masha menertawakan pikiran gila yang sempat terlintas dibenaknya tadi.
Pelajaran matematika yang diajarkan guru wanita dengan kacamata melorot dihidungnya, sambil mengetuk-ngetuk papan tulis dengan penggaris besar, menyadarkan Masha dari kegila'annya.
"Masha! Apa ada yang lucu?" tanya guru matematika, yang sekarang menatap Masha lekat-lekat.
"Maaf, Bu!" jawab Masha, sambil menundukkan wajahnya.
Guru wanita itu kemudian melanjutkan penjelasannya, di papan tulis.
Masha mengangkat wajahnya lagi, dan menaruh perhatian pada apa yang diajarkan gurunya didepan kelas itu.
Sampai semua jam mata pelajaran berakhir, Masha selalu berusaha terlihat santai, seolah-olah hidupnya tiada beban.
Dan semua orang tampaknya percaya, dengan kepalsuan yang ditampakkan Masha, karena Masha selalu mendapat nilai tertinggi dikelasnya.
Siapa yang mengira, kalau ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, saat dia bisa mengerjakan semua tugas sekolah dengan mudahnya.
Jam pulang sekolah adalah saat yang paling membahagiakan bagi teman-teman Masha.
Bagi Masha justru sebaliknya.
Kembali ke neraka kecil yang disebut rumah, adalah perjalanan hidupnya yang paling berat, dan kakinya bahkan hampir tidak bisa dia gerakkan lagi, untuk berjalan pulang ketempat tinggalnya itu.
Saat Masha sedang berjalan pelan, sambil menundukkan kepalanya, tiba-tiba dari sampingnya, berhenti sebuah kendaraan bermotor beroda dua.
"Masha! Mau aku antarkan kamu pulang?" suara bertanya seorang pemuda, yang serak dan dalam, membuat Masha mengangkat wajahnya, dan menoleh kesamping.
Doni.
"Tidak perlu. Sebaiknya, jangan pernah lagi kamu mencoba mendekat, dan menjaga jarak seratus meter dariku," kata Masha datar.
Pemuda itu mengerutkan keningnya, lalu mengerucutkan bibir, dan digerakkannya kesalah satu sisi wajahnya.
"Apa ada yang salah?" tanya Doni.
"Aku hanya menawarkan tumpangan," lanjut pemuda itu lagi.
"Tidak ada yang salah. Hanya saja, aku masih punya kaki untuk berjalan, dan tidak membutuhkan tumpangan," jawab Masha, lalu berjalan pergi meninggalkan Doni, yang mungkin sekarang sedang kebingungan.
Masha diantarkan Doni pulang?
Masha berarti sedang mengajak malaikat maut, untuk bercanda dengannya.
Tinggal beberapa hari.
Masha harus bertahan beberapa hari saja, dan dia tidak mau mengacaukan semuanya, hanya karena kakinya lelah berjalan.
Sebenarnya, Masha tidak pernah melihat ada keanehan dengan Doni.
Selain karena setahu Masha kalau pemuda itu pengangguran, tidak ada gelagat aneh yang ditampakkan pemuda itu, selama Masha mengetahui kalau dia bernama Doni.
Tapi, karena pemuda itu yang tidak bekerja, lalu tiba-tiba bisa memiliki sepeda motor, gosip yang berkembang diantara tetangga Masha, kalau Doni adalah pengedar narkotika.
Luar biasa kekuatan mulut yang bergosip, dan menghancurkan reputasi seseorang.
Tapi kembali lagi, memangnya Masha bisa apa, untuk membuktikan bahwa Doni bukan seorang pengedar narkotika seperti yang jadi bahan perbincangan ibu-ibu kurang kerjaan.
Apalagi, Masha memang tidak mengenal pemuda itu dengan baik.
Masha benar-benar hanya tahu namanya, dan gosip yang beredar tentang pemuda itu, hingga Kinan dan ibu tirinya juga sempat menggosipkan tentang hal itu didalam rumah.
Mungkin ibu tirinya tidak mengenal yang namanya karma buruk.
Sedang hamil tua, lalu asyik membicarakan keburukan orang lain, yang belum tentu kalau itu memang suatu kebenaran.
Masha mengucapkan salam, saat memasuki rumah itu, meskipun biar sekali belum pernah Masha mendapat balasan dari salam yang dia ucapkan.
Bertingkah masa bodoh, Masha masuk kedalam kamarnya, lalu berganti pakaian.
Masha sudah sangat lapar, dan dia sudah tahu kalau tidak akan ada apa-apa, yang tersedia didalam dapur untuk dia makan.
Buru-buru Masha berjalan ke dapur dan memasak bubur dari sedikit beras, yang ditambahkan garam dan kaldu bubuk untuk penyedap rasa.
Terkadang, ada rasa penasaran didalam hati Masha.
Kalau ayahnya sedang tidak ada dirumah, didalam lemari es yang ada didapur, pasti tidak akan berisi apa-apa, meski hanya sebutir telur.
Entah dimana semua bahan makanan itu disimpan.
Lalu, ibu tirinya dan Kinan, selalu makan di warung makan saat mereka merasa lapar, tanpa mengajak Masha, ataupun membelikan meski sedikit makanan untuknya, saat mereka pulang ke rumah.
Setega itu dengan sesamanya manusia.
Kalau mereka membenci Masha, masih bisa dimaklumi.
Tapi kalau sampai ke urusan perut, Masha sampai-sampai tidak diberi makan?
Sedangkan uang pemberian dari ayah Masha yang mereka pakai, itu masih ada hak Masha didalamnya.
Mungkin mereka lupa.
Sudahlah...
Percuma memikirkan hal-hal yang tidak berarti apa-apa, dan tidak bisa membuat perut Masha menjadi kenyang.
Lebih baik, berfokus pada bubur yang dia masak agar tidak gosong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
anggita
ng👍like yg baru.
2022-08-15
0