Masha menatap luka-luka ditangannya, dan sekarang dia merasa yakin kalau bagian punggungnya juga tidak kalah parah, melihat reaksi yang ditampakkan Doni tadi.
Itu belum seberapa.
Belum lagi bagian kaki Masha yang mendapat cambukan yang sama kerasnya.
Masha menggulung kaki celana panjangnya yang berbahan kain wollycrepe, sampai ke bagian lutut, dan melihat bekas luka yang ada disana.
Mengerikan, benar-benar terlihat mengerikan.
Kalau begitu, kecuali paha bagian depan, sampai ke dada, keseluruhan sisa bagian tubuhnya mungkin memiliki bekas luka yang sama.
Tidak lama berselang, Doni kembali dengan membawa air didalam sebuah baskom, kemudian duduk didekat Masha.
Doni makin tampak terkejut dan gelisah, ketika melihat kaki Masha yang terbuka sampai ke bagian lututnya.
"Laki-laki macam apa ayahmu itu?" suara Doni terdengar meninggi dan bergetar.
Pemuda itu tampak menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil tetap menatap luka-luka ditubuh Masha yang bisa dia lihat.
"Aku bersihkan lukanya dulu. Baru nanti aku oleskan obatnya," kata Doni.
Dengan meneteskan sedikit antiseptik kedalam air di baskom, Doni kemudian membersihkan luka-luka Masha, menggunakan kapas yang dia celupkan kedalam air bercampur antiseptik itu.
Masha meringis kesakitan, ketika kapas basah menyentuh luka-luka dibagian tangannya.
Doni menghentikan gerakannya, dan menatap Masha lekat-lekat.
"Maafkan aku... Aku tahu kalau itu pasti terasa sangat sakit. Tapi, sebelum aku bisa mengobatinya, mau tidak mau aku harus membersihkannya dulu," kata Doni, dengan raut wajah sedih.
Masha menganggukkan kepalanya.
Perlahan-lahan, Doni lanjut membersihkan bekas darah kering yang terlanjur mengeras dikulit Masha.
Tangan Doni terlihat gemetar, saat menggosok-gosok perlahan luka-luka Masha.
Sakitnya tidak tertahankan lagi.
Pedih yang menjadi-jadi, membuat Masha tidak mampu membendung air matanya.
Masha menangis, sambil menahan tangannya agar tidak bergerak saat masih dibersihkan Doni.
Tidak disangka, Doni mendekat, memegang bagian belakang kepala Masha, dan mengecup kening Masha dengan lembut.
"Maafkan aku... Tolong ditahan sakitnya dulu...!" kata Doni pelan.
Masha tidak berkata apa-apa, dan hanya terus menangis, tanpa mengeluarkan suara tangisannya.
Gerakan tangan Doni benar-benar perlahan saat membersihkan luka-luka Masha, tapi tetap saja terasa sakit dan pedih, hingga membuat Masha tidak bisa berhenti menangis.
Setelah kedua tangan Masha sudah cukup bersih, Doni meneteskan beberapa obat merah, dibagian luka yang kulitnya menganga.
Semakin pedih rasanya, dan Masha ingin berteriak saja saat itu, tapi dia menahan sekuatnya rasa pedihnya, sampai tangannya gemetaran.
Doni berdiri dari situ, dan berjalan keluar lagi sambil membawa baskom berisi air, yang sudah berwarna kemerahan, karena bercampur bekas darah Masha.
Masha meniup luka-luka ditangannya, dengan sedikit harapan agar rasa pedihnya bisa cepat menghilang.
Doni lalu kembali kedalam kamar dengan membawa air bersih, dan sama seperti tadi dengan tambahan beberapa tetes antiseptik, Doni kembali membersihkan luka-luka dibagian kaki Masha.
Masha masih tahan dengan rasa sakit dan pedihnya ketika kakinya dibersihkan Doni.
Tapi, tidak begitu saat Doni membersihkan luka di bagian punggung Masha.
Tubuh kurus Masha kali ini gemetar hebat, menahan rasa sakitnya, meski kini dia tidak lagi menangis.
"Kalau aku melihat sekilas, tampaknya sampai bagian bokong dan paha belakang masih ada luka. Apa kamu ijinkan aku mengobatinya?" tanya Doni pelan.
Masha menggelengkan kepalanya.
"Tidak usah. Biarkan saja... Aku juga sudah tidak tahan lagi dengan rasa pedihnya..." kata Masha, yang masih gemetar hebat.
Doni membawa keluar semua sampah kapas, dan baskom berisi air kotor, keluar dari kamar.
Masha tidak terlalu memperhatikan lagi apa yang dilakukan Doni selanjutnya, karena dia memejamkan matanya, agar benar-benar bisa berhenti menangis.
Untuk beberapa lama Masha menahan rasa sakitnya, akhirnya pedih luka-lukanya mulai berkurang dan hampir menghilang.
Doni masih belum kembali kedalam kamar, dengan membiarkan pintu kamar itu tetap terbuka.
Hingga beberapa waktu selanjutnya, Doni masih tidak terlihat atau terdengar suaranya diluar kamar.
Seolah-olah pemuda itu memang sedang keluar dari bangunan itu, meninggalkan Masha sendirian.
Tidak banyak yang bisa dilakukan Masha, selain berharap kalau Doni benar-benar berniat membantunya, dan kalau sampai Doni membocorkan kepada keluarga Masha tempat Masha berada sekarang, dia hanya bisa pasrah.
Masha berdiri dari lantai, dan berjalan keluar, dan terus berjalan kearah toilet yang ditunjuk Doni tadi.
Saat Masha melihat kebagian depan, ruangan itu memang kosong, begitu juga dibagian belakang.
Berarti, Doni memang pergi dari tempat itu.
Masha masuk kedalam toilet untuk buang air kecil, yang sejak tadi dia menahannya sampai hampir mengompol, saat kesakitan waktu luka-lukanya dibersihkan dan diobati.
Ketika Masha selesai membersihkan diri didalam toilet, dan berjalan keluar dari sana, saat itu juga pintu depan terbuka, dan Doni terlihat masuk melewati pintu, sambil membawa bungkusan kantong plastik ditangannya.
"Sudah merasa lebih baik?" tanya Doni, sambil berjalan mendekat menghampiri Masha.
"Iya," jawab Masha sambil terus berjalan, menuju ke kamar.
"Maaf aku tidak memberitahumu waktu aku pergi tadi. Aku membeli makanan dan tambahan obat salep, kalau-kalau lukamu tidak bisa sembuh dengan cepat," kata Doni.
Masha tidak berkomentar apa-apa, dan masuk kedalam kamar lalu duduk dilantai, disusul Doni yang juga ikut duduk disitu.
"Makan bersamaku, ya?!" kata Doni, lalu mengeluarkan dua bungkus makanan dan beberapa botol air mineral, sedangkan sisa barang didalam kantong plastik itu, diletakkan Doni didekat lemari.
Doni lalu berdiri dan berjalan keluar.
Tidak lama, Doni kembali kedalam kamar, sambil membawa dua sendok makan.
"Aku hanya membeli sate. Itu saja makanan yang pedagangnya tidak terlalu jauh dari tempat ini," celetuk Doni.
Masha menatap Doni lekat-lekat.
Pemuda itu terlihat sibuk membuka bungkusan makanan untuk Masha, dan untuk dirinya sendiri, lalu menggeser makanan itu mendekat kepada Masha.
Doni lalu mengangkat wajahnya, dan melihat Masha yang masih menatapnya.
"Kenapa?" tanya Doni.
"Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Doni lagi buru-buru, sambil mengelap wajahnya dengan lengannya.
"Terimakasih..." kata Masha pelan.
Doni berhenti mengelap wajahnya, lalu menatap Masha.
"Terimakasih," kata Masha.
"Sama-sama... Maafkan aku, kalau tidak bisa banyak membantumu..." ujar Doni.
"Bantuanmu sudah lebih dari cukup," kata Masha.
"Dimakan makanannya, nanti keburu dingin. Aku tidak tahu enak apa tidak, karena ini pertama kalinya aku membelinya disitu," kata Doni, lalu tersenyum.
Masha lalu memakan sate yang dibelikan Doni.
Sesekali, Masha melirik Doni yang sedang makan didepannya.
"Kamu keberatan kalau aku bertanya usiamu?" tanya Masha.
"Hmmm... Tidak. Tahun ini aku dua puluh dua tahun," jawab Doni, lalu tersenyum, kemudian lanjut memakan makanannya.
Masha juga lanjut memakan makanannya, meski sesekali masih mencuri-curi kesempatan, untuk melihat wajah Doni.
Berarti, Doni lebih tua tiga tahun, jika dibandingkan dengan usia Masha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments