Bukan perkara sulit, kalau hanya menginput data kedalam komputer.
Masha bisa melakukannya.
Saat ini tidak ada yang mendesak yang harus Masha lakukan, dan memang sebaiknya mencari kesibukan untuk mengalihkan pikirannya yang masih kacau.
Tidak ada salahnya membantu Doni dengan itu semua.
Setelah bergantian dengan Doni dikamar mandi, mencuci wajahnya dan menyikat giginya, Masha berniat untuk membantu pekerjaan Doni.
Layar komputer sudah menampilkan tabel-tabel data, setelah dinyalakan Doni beberapa saat yang lalu.
Untuk garis besarnya, tabel-tabel itu tentang nama barang dan jumlahnya, yang masuk dan keluar, lengkap dengan tanggal-tanggalnya.
Masha yang sudah duduk dikursi menghadap layar komputer, masih menatap benda itu, dan belum melakukan apa-apa disitu.
Doni yang duduk disofa, terlihat sibuk melihat-lihat lembaran kertas yang menumpuk satu persatu.
Masha menatap Doni, sambil menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan.
Dugaan dan gosip-gosip tetangga, termasuk ibu tiri Masha dan Kinan, belum terbukti.
Doni bukanlah pemuda pengangguran.
Tempat Masha berada sekarang adalah tempat Doni bekerja.
Kalau memang Doni seorang pengedar narkotika, dan mencoba menyembunyikan rahasia itu dari Masha, lama kelamaan pasti akan ketahuan, selama Masha sering menghabiskan waktu dengan pemuda itu untuk beberapa waktu kedepan.
Masha tersentak.
Apa yang akan dia lakukan kedepannya nanti?
Masha tidak bisa melanjutkan sekolah, tidak berniat kembali ke rumah, tidak ada tujuan pasti, tapi...
Apa itu memungkinkan, kalau Masha tetap bergantung kepada Doni?
"Doni...!" seru Masha pelan.
Doni mengangkat wajahnya, yang tadinya sedikit menunduk, lalu melihat kearah Masha.
"Ada apa?" tanya Doni.
"Apa kamu bisa membantuku?" tanya Masha.
"Apa yang kamu butuhkan?" Doni balik bertanya, dengan tetap melihat kearah Masha, meskipun masih ada beberapa lembar kertas yang dia pegang ditangannya.
"Aku tidak tahu..." jawab Masha.
"Aku tidak tahu, apa yang akan aku lakukan di hari-hari besok," lanjut Masha.
"Maksudmu apa?" tanya Doni, yang terlihat bingung.
"Aku tidak memiliki ijazahku...
Bagaimana aku nanti? Aku tidak bisa berkuliah, bekerja pun belum tentu ada yang mau menerimaku, kalau tidak ada ijazah...
Aku tidak bisa pulang kerumah ayahku, dan aku juga tidak tahu akan pergi kemana..." kata Masha.
Doni meletakkan lembaran kertas ditangannya, lalu menghampiri Masha, dan memegang kedua tangan Masha.
"Mungkin kamu tidak perlu memikirkan hal itu sekarang... Besok, teman sekaligus bosku akan datang kesini...
Kalau kamu mau, mungkin bisa kita berdua bicarakan dengannya...
Mana tahu, dia mau menerimamu bekerja dengannya," kata Doni.
"Kecuali kamu berubah pikiran, dan ingin pergi dari sini," lanjut Doni.
Bagaimana Masha bisa merubah pikirannya?
Apa Masha masih punya pilihan lain?
Kalau bisa diterima bekerja saja sudah lebih dari syukur, karena meski Masha memiliki otak yang encer, tapi tanpa ada lembaran kertas yang bisa membuktikan hal itu, maka Masha hanya akan terlihat seperti seorang pembohong, kalau mengatakan dia memang pintar dan bisa bekerja.
Doni sudah kembali menatap lembaran-lembaran kertas, dan membuat tumpukan baru yang terpisah.
"Kamu bisa menginput ini terlebih dahulu," kata Doni, lalu menyerahkan beberapa lembar kertas kepada Masha.
Masha lalu mengambil kertas-kertas itu, dan meletakkannya diatas meja.
"Terimakasih," kata Doni.
Masha mengangkat wajahnya dan melihat Doni, yang masih berdiri didekatnya.
"Terimakasih, sudah mau membantu pekerjaanku," kata Doni lagi.
"Tidak perlu berterimakasih. Kamu sudah terlebih dahulu membantuku," kata Masha datar.
Masha lalu mengalihkan pandangannya dari Doni, menatap layar komputer dan kertas dimeja bergantian, sambil mulai mengetikkan data-data yang perlu dimasukan kedalam komputer.
Hingga tumpukan lembaran kertas-kertas itu semakin tinggi, Masha masih terus mengetik dipapan tombol huruf komputer, tanpa henti.
Entah berapa lama, Masha menghadap layar komputer didepannya, hingga tiba-tiba Doni menyuruh Masha berhenti bekerja.
"Istirahat saja dulu sebentar! Aku juga mau keluar membeli makanan," kata Doni.
"Hmmm... Iya," jawab Masha, meski masih saja mengetikkan data-data di komputer itu.
Suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali, tidak mengganggu Masha hingga harus mengalihkan pandangannya dari kertas dan layar komputer.
Mengerjakan pekerjaan seperti itu tidak melelahkan, malahan bisa membuat Masha melupakan semua permasalahan hidupnya yang utama, yang sedang dia hadapi.
Kertas-kertas yang ada diatas meja sudah habis, tapi Masha masih mau mengalihkan pikirannya dengan tetap bekerja.
Dengan berpindah tempat duduk di sofa, Masha menggantikan Doni, memilah lembaran kertas-kertas, dan membuat kertas-kertas data itu tersusun sesuai dengan urutannya.
Tumpukan kertas yang tidak beraturan, akhirnya bisa disusun Masha, sebelum Doni kembali dari luar.
Masha melanjutkan memasukkan data-data kedalam komputer, hingga tidak berapa lama kemudian, pintu tempat itu terbuka dan kembali tertutup dengan suara yang berdecit.
Masha tidak melihat kearah pintu, dan tetap memperhatikan pekerjaannya didepan layar komputer.
Untuk beberapa waktu lamanya setelah Masha mendengar suara pintu, Doni tampaknya tidak berniat untuk mengatakan sesuatu ketika dia kembali.
Ruangan itu masih hening, dan entah apa yang sedang dilakukan Doni sekarang.
Masha tidak terlalu mau menghiraukannya.
Tapi, lama kelamaan, Masha merasa kalau ruangan itu terlalu sepi.
Masha lalu mengalihkan pandangannya dari layar komputer, dan berbalik untuk melihat dibelakangnya.
Betapa terkejutnya Masha.
Seseorang sedang berdiri tepat di belakangnya, dengan posisi sedikit menunduk, seolah-olah sedang memperhatikan layar komputer, dan akhirnya bertatap-tatapan dengan Masha disitu.
Laki-laki dengan perawakan blasteran, lengkap dengan wajah, dan warna kulitnya yang jauh berbeda di bandingkan dengan orang lokal, hanya terdiam menatap Masha.
Siapa orang ini?
Kenapa dia melihat layar komputer dan Masha seperti itu?
"Kamu siapa?" tanya laki-laki itu.
"Eh! Namaku Masha..." jawab Masha.
"Halo! Namaku Mike!" kata laki-laki yang ternyata bernama Mike, lalu berdiri tegap dan mengulurkan tangan kanannya kepada Masha.
Masha menyambut tangan laki-laki yang tampak sopan saat berjabat tangan dengan Masha.
"Dimana Doni?" tanya Mike.
"Eh! Tadi, dia pergi keluar membeli makanan," jawab Masha.
Mike kemudian berjalan pelan lalu duduk di sofa.
"Kelihatannya kamu orang yang pintar," kata Mike.
Masha tidak mengomentari perkataan Mike itu, dan memilih untuk berdiam diri.
"Tapi, kenapa kamu ada disini?" tanya Mike.
"Aku..." Masha bingung harus berkata apa.
Pertama, Masha tidak tahu siapa Mike.
Lalu, bagaimana caranya Masha menjelaskan keberadaannya disitu?
Mike terlihat memperhatikan Masha, atau lebih tepatnya menatap kedua tangan Masha.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Mike, dengan alis mengerut.
Masha masih tidak tahu harus berkata apa.
Mike pasti mempertanyakan luka-luka ditangan Masha saat ini, yang tidak bisa Masha tutupi dengan lengan kaus oblongnya yang pendek.
Untung saja, situasi canggung itu tidak berlangsung lama, Doni terlihat membuka pintu dan berjalan masuk, sebelum kembali menutup pintu itu.
Doni yang memegang kantong plastik, tampak terkejut saat melihat Mike yang sedang duduk di sofa.
"Mike?!" ujar Doni.
"Aku kira kamu akan kesini besok," lanjut Doni, kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Mike.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments