Portal jalan pulang langsung terhubung ke rumah Valdes. Dengan langkah ragu karena takut dimarahi Valdes, Yuka menghentikan langkah kakinya di samping gerbang. Yuka mengintip dari cela-cela besi, melihat Valdes sedang berjalan mondar-mandir di depan teras.
"Pergilah, habiskan sisa waktu kamu buat dirinya, sebelum kamu pergi untuk membalaskan dendam kepada Bangsawan itu!” ucap Adair tanpa menampakkan wujud aslinya.
Yuka menatap ke langit gelap bertabur bintang, “Berisik! Tidak perlu kamu kasih tahu, aku juga akan pergi.”
“Lantas kenapa kamu bersembunyi?” tanya Adair tanpa menampakkan wujudnya.
“Si-siapa juga yang….” Yuka menghalau angin bebas, “Ah..dasar Kakek tua.”
Merasa kesal karena di pantau oleh Adair, Yuka memberanikan diri untuk berjalan masuk. Kedua tangan memegang pinggiran baju bagian depan, wajah dipasang sepolos mungkin dengan penuh penyesalan agar Valdes tidak memarahi dirinya.
“Maaf” ucap Yuka sambil berjalan mendekati teras rumah.
Valdes menghentikan langkahnya, kecemasan di raut wajah perlahan reda saat melihat Yuka kembali dengan utuh. Namun tubuh, baju sekolah, dan rambut sangat kotor. Valdes menarik nafas dalam-dalam, kedua kakinya perlahan menuruni tangga teras, “Sepertinya kamu sangat lelah. Apa kamu masih sanggup untuk berjalan?” tanya Valdes lembut.
Bobby, penjaga rumah, dan ketiga pelayan saling menatap satu-sama lain saat mendengar ucapan Valdes begitu lembut tanpa tersimpan amarah di dalamnya. Mereka juga serentak menatap kedatangan Yuka dari depan pintu.
“Apa Iklim di Indonesia sudah berganti? Kenapa aku merasa tiba-tiba udara di sini sangat sejuk,” ucap Bobby berbisik.
“Kalian salah. Aku melihat ada bongkahan Kutub Utara pindah ke atas kepala tuan Valdes, menutupi lahar panas yang tadi hampir membakar seluruh tubuh,” sahut penjaga rumah satu ikut berbisik.
“Kalau di mataku, aku tadi melihat sebuah bola api kecemburuan menyala-nyala seluruh tubuh tuan Valdes. Dan ketika melihat nona muda berjalan ke arahnya, bola itu berubah menjadi bunga-bunga cinta,” sahut pelayan satu ikut berbisik.
Bobby dan lainnya segera berhenti berbicara setelah melihat Valdes mengajak Yuka ingin masuk ke dalam rumah.
Yuka menengadah, “Apa kamu marah?” tanya Yuka polos kepada Valdes.
Valdes menghentikan langkah kakinya di depan Bobby, beberapa pelayan dan penjaga rumah. Senyum manis ia pancarkan ke Yuka sambil berkata, “Aku tidak marah. Tadinya aku sempat berpikir ingin memakan sesuatu yang keras. Tapi melihat kamu sudah kembali pulang, aku berinisiatif untuk makan yang bergizi bersama dengan kamu. Kamu pasti lapar ‘kan?”
Glek!
Bobby, beberapa pelayan, dan penjaga rumah menelan saliva dengan susah payah. Mereka tahu maksud dari ucapan Valdes.
Pelayan pertama mengarahkan tangan kanannya ke arah dapur, “Ka-kami akan siapkan makan buat tuan dan nona muda,” ucap pelayan satu mewakili kedua pelayan lainnya. Dengan langkah cepat ketiga pelayan berjalan menuju dapur.
Sedangkan Bobby berpura-pura menghalau ke wajahnya, seolah ada nyamuk ingin menggigit wajah mulusnya.
“Aku permisi ke atas dulu,” tangan kanan mengibas keras kemeja baju sekolahnya, “Mau mandi, biar tubuh ini segar kembali,” Yuka pamit pergi dengan senyum manis ia tunjukkan buat Valdes.
.
.
✨✨Hari Kedua✨✨
Yuka memutar sekali tubuhnya, membuat lingkaran bulat dari ujung kaki kanannya, kedua tangan mengulur ke depan. Tatapan lurus ke depan, “Terciptalah angin topan!”
Wuusshh!!!
Wuuusshhhh!!!
Angin topan begitu kencangnya langsung keluar dari kedua telapak tangan Yuka, membuat pohon di depannya tumbang.
Kreekk kreekk!!!
Bam!!
Prok! Prok!
Adair bertepuk tangan, bukan hanya pohon saja ikut tumbang. Bajunya juga ikut robek, dan beberapa daun hijau hinggap di rambut Adair. Adair mengulurkan kedua jempol tangannya, “Sangat berbakat untuk menghancurkan seisi alam Dunia ini. Tapi sayang, kamu memberi mantra yang hebat ini dengan mantra biasa.”
“Tidak perlu nama hebat buat mantra nya. Yang perlu itu hasil dari kekuatannya.”
.
.
💫💫Tepat Tiga hari💫💫
“Kamu memang perusak segalanya Yuka!” teriak Adair berlari dengan cepat karena Yuka memanggil semua hewan buas di dalam hutan untuk mengejar Adair.
Bukannya membantu, Yuka malah tertawa geli sambil merebahkan tubuhnya di atas ranting pohon besar, tangan kanan bermain dengan gumpalan bola api. Yuka meluncurkan bola api ke bintang buas, membuat semua hewan buas berubah menjadi makanan lezat.
Adair menundukkan sedikit tubuhnya, kedua tangan diletakkan di depan lutut, “Hosh! Hosh! Kenapa hatiku tumbuh rasa penyesalan setelah membantunya.”
Waktu terus berputar. Hari demi hari Yuka lewatkan dengan berlatih dengan Adair. Sesuai janji Adair, baik setelah pulang sekolah ataupun sedang libur, Adair tetap menjemput Yuka untuk melatih kekuatan sihir yang akan ia berikan kepada Yuka. Kenapa Adair harus memberikan ilmu sihir yang ia miliki? Itu semua karena Yuka akan bermigrasi kembali ke tahun 1968, tanpa tubuh aslinya.
Karena sebelumnya Yuka sudah memiliki kekuatan bela diri, dan ahli dalam mengincar lawannya. Adair hanya membantu Yuka merapihkan serta menambah tingkat level kekuatan Yuka. Dalam waktu 3 hari Yuka berhasil menguasai semua ilmu sihir pemberian Adair.
Yuka dan Adair sedang duduk di atas bukit, kedua mata mereka memandang ke bawah, melihat desa dan beberapa ladang hijau milik penduduk Desa.
Yuka menundukkan wajahnya, “Kenapa waktu harus begitu cepat berputar. Sepertinya baru kemarin aku bertemu dengan Valdes, dan kamu!” Yuka menarik nafas panjang, ia tersenyum manis kepada Adair, “Tidak terasa aku akan meninggalkan Valdes hanya demi membalaskan dendam kepada Bangsawan Caprio.”
Adair menepuk bahu kiri Yuka, “Itulah namanya hidup. Ada pertemuan, ada juga perpisahan. Tapi kamu harus tetap teguh demi tujuan kamu. Jika kamu memikirkan pria itu, berarti kamu harus memastikan diri kamu akan kembali dengan selamat.”
Yuka melambaikan tangan kanannya, bibir tersenyum kaku, “Tentu saja. Kenapa pula aku harus tidak kembali ke dunia ini!”
“Jangan berbangga diri dulu kamu. Kamu hanya bisa memiliki waktu 7 hari di sana, tepat hari ketujuh, sebelum pukul 00:00 tengah malam. Jika kamu tidak berhasil atau kamu kembali mati di sana, maka kamu tidak akan bisa kembali atau reinkarnasi lagi ke Dunia ini!” Adair meraih tanah, melepaskan butiran tanah di hadapan Yuka, “Kamu akan seperti tanah ini, hilang dan terbang tanpa tujuan tanpa tempat. Sangat menyedihkan.”
Yuka berdiri, tangan kanan ia kepal di depan dada, “Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja. Aku harus kembali dengan dendam tingkat 1000. Aku harus segera menghabisi semuanya hanya dalam sekejap mata memandang, seperti diriku yang dulu. Sekali mengayunkan senjata, 20 katak terkapar,” Yuka berkacak pinggang, “Ha ha” tangan kanan menepuk dadanya, “Aku adalah Estella, gadis remaja berusia 17 tahun, pembunuh tampang bayangan. Itulah seharusnya julukan ku.”
“Tapi kamu yang sekarang bukan Estella sih gadis Pembunuh,” Adair berdiri, tangan kanan memukul bahu kiri Yuka, “Kamu sekarang adalah Yuka, gadis berumur 12 tahun yang lemah, serta pemeran protagonis wanita pertama di dalam Novel Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)!” sambung Adair mematahkan semangat Yuka.
Yuka berbalik badan, “Aku pikir kamu tidak perlu sejujur ini. Berikan aku sedikit waktu untuk bernostalgia tentang kehidupan lampau ku,” Yuka berbalik badan, tatapan malas mengarah pada Adair, “Jadi kapan aku bisa kembali ke tahun 1968?”
“Aku akan melihat tanggal dan hari yang cocok dengan diri kamu!” dalam sekali petik Adair mengeluarkan kalender primbon jawa dari kedua tangannya. Kedua mata dengan cepat dan jeli melihat kalender primbon tersebut, “Nah! Sepertinya hari ini sangat cocok buat kamu pergi,” tunjuk Adair pada tanggal 13 bulan 9.
“Bukannya ini besok?”
“Iya. Hari dan tanggal yang pas buat kamu!”
“Bukannya tanggal 13 itu adalah tanggal sial?”
Adair kembali memetik tangannya, menghilangkan kalender primbon menjadi butiran kertas. Kedua tangan di letak di belakang, tatapan suram mengarah pada Yuka, “Jika tanggal itu sial. Kenapa tidak banyak orang yang mati dan terjadi banyak bencana alam di setiap tanggal itu?”
“Kalau aku tidak berhasil kembali karena tanggal sesuai penentuan kamu. Kamu juga akan berkahir di Dunia ini dan tidak akan bereinkarnasi kembali, ya!”
“Ha ha” tatapan mengejek ia tunjukkan kepada Yuka, “Aku hanya bisa pergi setelah Sang Pencipta memanggilku.”
“Sombong amat,” Yuka melangkah pergi, “Cepat kembalikan aku ke rumah. Aku mulai bosan berbicara kepada pria menolak tua seperti kamu!”
“Baik!” sahut Adair patuh. Saat Yuka terus melangkah ke depan, Adair sengaja mengulurkan tangan kanannya ke depan membuka portal, “Cintaku Buka Portal dong!” ucap Adair membaca mantra genit.
Wuushh!!
Blam!!
“Awas kamu Adair!” teriak Yuka terjatuh ke dalam Portal.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
~~N..M~~~
Ha ha lucu juga kalau lihat Adair sama Yuka.
Guru dan murid selalu berantem. 😂😅
2022-09-26
0