Hari ini adalah hari pertama Yuka mendekati gadis sombong tersebut, tapi Yuka tidak bisa membuat rencana apa pun karena dirinya tidak pandai bersandiwara untuk hal semunafik ini. Sepanjang mata pelajaran dari awal masuk hingga selesai, Yuka hanya bisa menatap permata berkilau terlihat berbeda di setiap harinya dari bangkunya.
‘Batu permata yang sangat indah. Aku sangat yakin jika batu itu pasti memiliki nilai tersendiri cukup besar bagi siapa saja yang memilikinya. Tapi bagaimana caraku untuk mendapatkannya. Kenapa semasa hidup dulu aku tidak memainkan permainan sandiwara untuk mendapatkan hak aku inginkan. Yang aku tahu hanya untuk membunuh, cita-cita ingin tidur bersama pria tampan. Akh! Nasib-Mu lah Estella.’
“Dor!” Grace mengejutkan Yuka dari belakang.
Tanpa ekspresi Yuka menolehkan wajahnya, “Apa?”
“Tumben belum pulang?”
“Ini aku mau pulang,” sahut Yuka mengambil tas ranselnya.
“Tunggu dulu,” tahan Rado berlari ke meja Yuka.
“Kenapa?”
“Apa kamu tidak melihat jadwal tugas kebersihan sepulang sekolah di papan sana,” tunjuk Rado ke arah papan tulis ada papan kecil tempat semua jadwal murid kelas.
Yuka menepuk dahinya, “Hadeh, aku tidak pandai menyapu. Bagaimana ini?”
“Jadi pandai kamu apa saja?” tanya Grace penuh maksud kotor.
Tak!
Satu pukulan manis mendarat di dahi Grace.
“Aduh! sakit bodoh,” keluh Grace menutup dahinya.
“Kebanyakan nonton film travelling jadi otak kamu masih tertinggal di dalam film itu!” sahut Rado, kedua kaki melangkah mendekati sapu lidi dan ijuk. Kedua tangan Rado mengambil alat tempur kebersihan, “Cepat selesaikan tugas kita supaya kita bisa cepat pulang.”
“Jadi teman piket aku hari ini adalah kalian berdua?”
“Tidak,” Grace mengarahkan jari telunjuknya ke arah bangku kelas nomor tiga, “Ada satu anak lagi teman kita.”
“Aku tidak ingin membuat kedua tanganku kasar. Kalian saja yang melakukan tugas kebersihan sekolah,” sambung gadis sombong tersebut dengan santai sambil memainkan benda pipih miliknya.
‘Bagai jodoh yang datang terlambat. Sungguh manis dan juga indah.’
Yuka segera berjalan ke arah gadis tersebut, tangan kanan memberikan kain pel, “Kamu pikir kamu saja yang tidak pandai melakukan tugas kebersihan. Aku juga. Kalau ingin cepat pulang, maka cepat bantu yang lain. Jangan mentang-mentang….”
Brak!
“Berisik,” sahut gadis tersebut menggebrak meja, tangan kanan segera mengambil kain pel dari tangan Yuka.
Dari kejauhan terlihat Grace memberi tepuk tangan kepada Yuka, dengan wajah berseri.
Yuka, Rado, Grace, dan gadis sombong tersebut sedang merapihkan bangku. Sewaktu menyusun bangku kelas di atas meja, salah satu pajangan 4 sehat 5 sempurna memakai bingkai berat dan besar jatuh hendak menimpa kepala gadis sombong tersebut. Dengan cepat Yuka menangkap pajangan tersebut, membuat lengan kanan Yuka terhempas kuat ke sudut meja dan mendapatkan cedera.
“Awas!"
Bam!
“Auw!”
“Yuka!” teriak Rado dan Grace serentak berlari ke arah Yuka.
Gadis sombong tercengang, di dalam hatinya kenapa ada seseorang pernah ia sakiti rela mengorbankan dirinya untuk menolongnya.
“Ini semua salah kamu!” tuduh Grace kepada gadis sombong tersebut.
“Sudah jangan salahkan dia Grace. Di sini aku yang salah,” sambung Yuka dengan wajah pucat menahan cedera di lengan kanannya.
“Kamu tahan sebentar, aku akan menelpon tuan Valdes,” ucap Grace mengambil benda pipih dari dalam saku dan berlari keluar kelas agar mendapatkan sinyal bagus.
Karena Valdes sudah lama menunggu Yuka di depan gerbang sekolah, begitu mendapat telepon dari Grace, Valdes segera berlari cepat.
“Yu-yuka, aku….” Ucap gadis sombong itu terputus saat Valdes segera masuk ke dalam kelas.
Teriak Valdes terengah-engah berdiri di depan pintu kelas, “Yuka!” dengan tatapan suram Valdes melangkah melewati gadis sombong tersebut, tanpa bertanya Valdes segera menggendong Yuka. Tatapan suram kembali memandang gadis sombong berdiri di samping kiri Valdes, “Awas kamu!” ancam Valdes dengan tatapan suram.
“Jangan salahkan gadis itu, semua ini salahku. Sudah cepat bawa aku ke dukun urut karena aku sudah tidak tahan lagi,” rengek Yuka.
Valdes pun segera berlari, kedua kaki terus berlari cepat meninggalkan ruang kelas menuju mobil sudah terparkir di depan gerbang sekolah, diikuti Grace dan juga Rado.
Gadis sombong tersebut berdiri di depan pintu kelas dengan wajah bersalah. Tangan kanan ia kepal, “Bodoh.”
.
💫💫Pukul 19:30 malam💫💫
Dengan wajah senang Yuka berdiri di depan pintu rumah, tangan kiri mengahalau udara rumah untuk masuk ke dalam tenggorokannya, “Hem! Harum aroma rumah ini lebih bagus dari rumah sakit.”
Valdes melirik ke sisi kiri, “Puas?” tanya Valdes kepada Yuka.
Yuka memberi senyum manis, kepala mengangguk.
Sambil melangkah pergi Valdes berkata, “Jangan biarkan gadis nakal ini bersekolah sampai tangan kanannya bisa diluruskan kembali.”
“Baik tuan,” sahut Bobby patuh.
'Tidak boleh sekolah, berarti rencana akan tertunda. Tidak akan aku biarkan.'
“Ya…hei tunggu!” panggil Yuka sedikit berteriak mengejar Valdes berjalan jauh di depannya.
“Nona muda jangan berlari. Nanti kalau kamu cedera lagi bagaimana!” teriak Bobby, kedua pelayan rumah dan anak buah mengejar Yuka.
Valdes segera menghentikan langkah kakinya, sedangkan Yuka masih terus berlari sambil mengejek Bobby, kedua pelayan dan anak buah berlari mengejarnya dari belakang. Karena Yuka tidak melihat ke depan, tubuhnya kepentok bidang dada Valdes.
Bam!
“Auw!”
“Kamu memang harus aku kasih pelajaran,” Valdes segera menggendong Yuka, membawa Yuka menuju lift.
Tidak ingin di marahi Valdes, Yuka berpura-pura tidur di dalam pelukan Valdes.
.
.
✨Hari pertama✨
Valdes berdiri di samping ranjang sambil menemani Yuka mengganti perban oleh Dokter pribadi. Yuka terus merengek kepada Valdes, “Izinkan aku bersekolah ya!”
“Tidak!”
“Izinkan ya!” bujuk Yuka dengan wajah imut.
“Tidak!” sahut Valdes membuang wajah merona nya ke sisi kanan.
Yuka memasang wajah kecut sambil menatap Valdes. ‘Gawat-gawat! Bisa-bisanya aku membuat cedera diriku sendiri. Rencanaku jadinya sedikit tertunda gara-gara hal seperti seperti ini.’
.
.
✨✨Hari kedua✨✨
Sudah 2 hari Yuka tidak di izinkan pergi bersekolah, hal itu membuat Grace dan Rado kuatir.
“Gimana kabar Yuka?” tanya Grace.
“Mungkin cederanya buruk. Sepulang sekolah sebaiknya kita singgah ke rumah Yuka. Bagaimana?”
“Aku setuju.”
Percakapan itu terdengar oleh gadis sombong tersebut, membuat gadis sombong tersebut ingin ikut bersama dengan mereka.
Sambil berjalan penuh ragu gadis sombong menghampiri meja Grace dan Rado, kedua tangan diletakkan di depan perut, “Aku juga ikut ya?”
“APA!”
.
💫Di kediaman rumah Yuka💫
“Kenapa aku harus terus terbaring di atas ranjang ini!” Yuka menyingkap selimut, “Aku mau turun. Aku mau pergi jalan-jalan saja.”
Saat kedua kaki sudah berdiri di samping ranjang, terdengar suara tawa renyah, “Ha ha ha”
Suara tersebut ternyata berasal dari kakek tua. Kakek tua tersebut berjalan ke arah Yuka, “ Usaha kamu mulai menampakkan hasil.”
“Apa maksud kakek?”
“Kamu akan melihatnya sebentar lagi,” kakek tua berbalik badan. Kedua kaki melangkah tanpa menapakkan kedua kakinya menembus dinding.
“Ha!” Yuka melangkahkan kedua kakinya dengan cepat menuju dinding di mana kakek tua menghilang. Kedua tangan Yuka meraba dinding, “Luar biasa, bagaimana caranya tubuh kakek tua tersebut bisa menembus dinding beton kamar ini?”
Tok!tok
Saat Yuka masih fokus dengan dinding, terdengar suara ketukan pintu.
“Nona muda, ada teman sekolah Anda yang datang,” ucap anak buah penjaga rumah sambil membuka pintu kamar.
Yuka berbalik badan, “Grace, Rado, dan….” Ucap Yuka terhenti saat melihat gadis sombong perlahan keluar dari belakang Rado.
“Bianca,” sambung gadis sombong memberitahu namanya kepada Yuka dan lainnya.
Yuka tersenyum manis, tangan kiri melambai, “Mari masuk,” ucap Yuka berjalan menuju sofa di dalam kamar. Yuka menatap anak buah,b “Tolong bawakan beberapa minuman dan makan ringan buat teman-temanku,” ucap Yuka memberi perintah.
“Siap nona muda,” sahut pelayan menutup pintu kamar.
“Indah sekali kamar kamu,” ucap Grace terpanah melihat luasnya kamar Yuka dan semua dekorasi berkonsep klasik berpadu dengan nuansa anggun.
“Ini hanya rumah tuan Valdes, dan aku hanya menumpang di sini.”
“Rumah dia kan rumah kamu juga,” sahut Grace berdiri di depan pajangan foto monalisa. Tangan kanan hendak menyentuh foto pajangan, namun segera di tepis Rado.
“Anak orang kaya kok kampungan,” ketus Rado. Tangan kanan menggenggam erat pergelangan tangan kiri Grace, “Cepat duduk sebelum semua tempat duduk itu di tumbuhi paku.”
“Kamu kok syirik banget samaku?” tanya Grace langsung duduk di sebelah kiri Yuka, bibir manyun menatap Rado, “Kamu bilang aku anak orang kaya tapi kampungan? Ini aku akan jawab, daripada tidak punya apa-apa tapi selalu memaksakan diri untuk mampu,” lidah mengulur, “Wek.”
Yuka dan Bianca tertawa geli melihat perdebatan Grace dan Rado tak pernah usai.
...Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
~~N..M~~~
Lucu banget sih
2022-09-16
0