Ruh Estella berpindah tempat ke tubuh gadis lemah pemeran protagonis utama wanita di novel yang berjudul, “Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)". Bukan hanya tubuh saja yang lemah, gadis ini juga memiliki berat badan 30 kg, dan memiliki beberapa luka memar hampir memenuhi seluruh tubuh mungil dan kurusnya.
Estella duduk menyudut di sudut kamar, wajahnya ia simpan di kedua kaki yang ia tekuk. Bibirnya terus mengumpat kesal, “Tidak berguna. Kenapa aku harus terjebak di dalam tubuh lemah ini. Sungguh menyebalkan.” Estella menengadah, menatap langit kamar di penuhi sarang laba-laba. Antara kesal, cemas dan marah menjadi satu di dalam hatinya, membuat Estella meluapkan dengan tertawa, “Ha ha ha.” Estella terus tertawa kuat tanpa henti, membuat air mata mengalir sedikit dari ujung ekor matanya.
Mendengar tertawa nyaring dari Estella, seorang wanita berumur 45 tahun masuk ke dalam kamar. Wanita tersebut menatap tajam dirinya yang masih terus tertawa. Kedua kaki wanita tersebut terhenti di depan Estella, tangan kanannya menggenggam erat rambut panjang yang lepek bagian atas.
Meski raganya bukan lagi asli milik Estella, tapi dirinya bisa merasakan sakit pada genggaman tangan wanita tersebut.
“He! Dasar anak tidak berguna. Sudah mau mati, masih bisa tertawa puas seperti ini kamu.”
Estella menghentikan tawanya, tatapan aneh ia arahkan ke wanita tersebut, “Bukannya gadis kecil ini sudah mati karena ulah kalian.” Sahut Estella, bibir tersenyum lebar seperti seorang psikopat.
Wanita tersebut terkejut, ia melepaskan genggaman tangannya dari rambut Estella, kedua kakinya mundur 2 langkah, jari telunjuk tangan kanan mengarah pada Estella, “Su-sudah gila kamu, Yuka.”
“Apa! Yuka. Ha ha ha. Y U K A.” Sahut Estella sedikit meninggikan nada suara saat menyebut nama ‘Yuka’. Bibir Estella terus tertawa renyah.
Pintu kamar kembali terbuka, terlihat seorang pria berumur 47 tahun berjalan masuk, tatapan suram dan tajam mengarah pada tubuh kecil yang kini Estella kuasai.
“Ada apa ini?”
“Yu-Yuka sudah tidak waras.” Ucap wanita tersebut gugup, jari telunjuk tangan kanan mengarah pada tubuh gadis yang bernama Yuka yang kini di kuasai oleh jiwa Estella.
Pria tersebut berbalik badan, menundukkan sedikit tubuhnya, tangan kanan ia layangkan tepat di kedua pipi gadis kecil yang bernama Yuka.
Plaak!!! Plaak!!
Tamparan keras memang mendarat pada kulit Yuka. Namun yang merasakan sakitnya tetap Estella yang menguasai tubuh gadis tersebut. Merasa semakin di injak-injak oleh pria dan wanita yang lebih tua darinya, Estella marah, dahinya mengerut, tatapan tidak suka ia tunjukan kepada wanita dan pria yang berdiri di hadapannya.
“Sakit sekali. Dasar manusia tidak tahu…”
Pria tersebut menggenggam erat rambut bagian atas kepala Estella, membuatnya menengadah, “Masih punya tenaga kamu memberontak dan memaki kami seperti ini?” tanya pria tersebut menekan nada suaranya.
Estella hanya diam, ia tidak bisa banyak memberontak kepada pria dan wanita yang memiliki tenaga lebih kuat dan besar dari dirinya. Ia hanya bisa membiarkan wanita dan pria tersebut mengganggap dirinya adalah Yuka, gadis kecil yang lemah yang mudah ditindas.
Pria tersebut semakin mengeratkan genggaman tangannya di puncak rambut Estella, mendekatkan bibirnya di daun telinga kanan dan berbisik, “Harta sudah tiada, Nyawa pun sudah di ujung tanduk. Apa perlu aku mengakhirinya dengan cara instan.” Bisik pria tersebut lembut.
‘Tidak bisa dibiarkan, bisa-bisa aku mati konyol untuk yang kedua kalinya di tangan manusia tidak bermanfaat seperti mereka. Jika aku masih ingin bernafas, sebaiknya aku harus patuh dan diam seperti karakter gadis bodoh pemilik tubuh ini.’ Batin Estella mengingat dirinya yang kini memakai tubuh bagis protagonis utama wanita dalam novel, "Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)" yang ia baca.
“Patuhi Bibi dan Paman-Mu, jika kamu masih ingin bernafas dalam kesakitan.” Ucap wanita tersebut.
Setelah berkata seperti itu, Paman dan Bibi pemilik pergi. Estella berdiri, kedua tangannya memegang erat perut yang terasa perih, kedua kaki yang lemah ia ajak berjalan menuju kamar mandi. Sesampainya di dalam perlahan Estella membuka baju kotor yang melekat di tubuhnya. Perlahan-lahan Estella menurunkan pandangannya, menatap liar seluruh tubuh kecil penuh bekas luka dan lebam. Kedua tangannya terhenti di kedua gunung kembar hanya sebesar buah tomat.
“Haaa!!! Bagaimana bisa gadis remaja ini hidup dengan kedua gunung kembar hanya sebesar buah tomat, dan….tubuh apa ini, kenapa kecil sekali, dan kenapa hanya kulit di balut tulang. Dasar lemah.” Keluh Estella merasa kesal melihat tubuh gadis bernama Yuka sesedih ini. Tangan yang gemetar karena kehilangan tenaga mencoba meraih tombol shower, saat air dingin mulai jatuh membasahi seluruh tubuh Yuka, saat itu juga Estella meronta kesakitan, “Adduhhh!! Sakit sekali. Bagaimana bisa dia bertahan dengan luka sesakit ini?”
Selesai mandi Estella berdiri di depan cermin besar yang ada di dalam kamar. Tubuh kecil yang masih polos berdiri di depan cermin, rambut hitam panjang, kedua bola mata coklat sangat indah di pandang. Namun, kehidupan kejam membuat Yuka harus merenggang nyawa akibat perlakuan yang di buat oleh Paman dan Bibinya.
“Rasa sakit yang gadis ini alami mengingatkan aku pada rasa sakit saat kematian ku. Rasa sakit ini pula membuatku akan tujuan untuk balas dendam kepada bangsawan Caprio. Aku harus segera menaikkan berat badanku dan aku harus memulihkan seluruh tubuh gadis ini. Siapa tadi nama gadis ini! entahlah, aku tidak perduli. Yang jelas aku tetap Estella, sih ‘pembunuh tanpa bayangan’ yang menyasar ke dalam novel dan berdiam diri di tubuh yang tak berguna ini.”
.
.
Hari-hari pahit mulai Estella jalani seperti kehidupan gadis remaja tanggung pemilik tubuh. Setelah mendapat perlakuan tak enak dari Paman dan Bibi, barulah Estella diberi makan. Bukan makanan bergizi yang diberikan oleh Paman dan Bibi, makanan yang diberikan hanyalah nasi putih dan garam.
Demi menambah berat badan, Estella harus memakan apa pun yang diberikan Paman dan Bibi. Estella juga diam-diam belajar bela diri di dalam kamar demi memulihkan kekuatan miliknya. Awalnya memang sakit karena tubuh gadis remaja tanggung ini di penuhi banyak luka yang membuat Estella sulit bergerak. Namun, seiring berjalannya waktu Estella mulai terbiasa memakai tubuh gadis remaja tanggung ini, dan dirinya juga perlahan menyembuhkan luka dengan berbagai macam tumbuhan herbal yang terdapat di belakang rumah. Meski tidak semua bekas luka dapat hilang dengan sempurna.
Waktu berjalan begitu cepat, hari ini tepat 2 minggu Estella memakai tubuh gadis remaja tanggung. Tubuh juga sudah merasa siap untuk bertarung kembali. Estella mulai merencanakan tentang balas dendam kepada bangsawan Caprio yang masih hidup tenang di tahun 1968. Estella mulai mencari informasi di Koran hangat setiap paginya bagaimana cara agar dirinya bisa kembali ke tahun 1968, tapi informasi yang ia inginkan tidak pernah ia dapatkan.
Saat Estella mencari Informasi di Koran pagi ini, sayup-sayup ia mendengar keributan dari ruang bawah. Estella yang penasaran diam-diam melangkah keluar kamar, kedua kakinya terus berjalan dengan ujung kakinya mendekati anak tangga yang langsung terhubung pada ruang tamu. Namun saat Estella hendak melangkah menuruni anak tangga nomor 4, Estella terkejut. Estella terkejut melihat 10 orang bertubuh besar, tegap dan berwajah sangar sedang mengayunkan kepalan tinju dan yang lainnya ke tubuh Paman dan Bibi. Adegan ini membuat Estella senang, dirinya perlahan duduk, bibirnya mengulas senyum tipis menonton adegan tersebut.
“Bagaimana rasanya jika kulit dan tulang menerima beberapa tindakan yang tidak mengenakkan dari tubuh yang lebih besar dari kalian berdua. Perlakuan yang sering kalian buat kepada gadis pemilik tubuh ini selama kurang lebih 4 tahun. Aku pikir kalian Paman dan Bibi yang cukup kuat, ternyata kalian hanya pecundang lemah yang beraninya dengan anak kecil. Untung ruh gadis remaja tanggung ini sudah tenang di Surga, kalau dirinya masih hidup, mungkin dirinya akan berlari dan membiarkan tubuh kecilnya menutupi pukulan yang diberikan hanya untuk kalian berdua.” Ucap Estella sendiri pelan.
Merasa bosan menonton pertunjukan kecil yang sering ia lakukan di tahun 1968, Estella berdiri, kedua kakinya berjalan kembali menuju kamar.
.
.
💦💦Di ruang tamu 💦💦
10 orang yang memberi pelajaran pada Paman dan Bibi, kini berdiri di teras rumah, berganti dengan 5 pria bertubuh tegap dan berwajah sangar, stelan jas rapih, topi, kaca mata hitam dan rokok cerutu terselip di sela jari-jemari masing-masing dari tangan 5 pria tersebut. 5 pria tersebut berdiri di depan pintu menghadap Paman dan Bibi yang sedang sujud di depan mereka.
Pria yang ada di tengah berjalan mendekati Paman dan Bibi, menempatkan tapak kaki sepatu pansus tebal di punggung Paman, hingga terdengar suara tulang yang rapuh.
Kreek!!!! Kreek!!
“Aakh!” keluh Paman merasa sakit di setiap tulang punggung yang di tekan.
“Kalau minggu depan kalian masih ingin bernafas lega, maka cepat lunasi hutang-hutang kalian pada kami. Jangan mau enaknya saja kalian menikmati uang haram dari kami. Ingat! Masing-masing dari kami para rentenir yang sudah berbelas kasih meminjamkan uang kepada kalian sebesar 100 juta rupiah, itu belum termasuk bunga sebesar 50 juta rupiah di tiap bulannya. Jika minggu depan tidak bisa mengembalikannya, maka kalian berdua harus merelakan setiap organ yang masih tersusun rapih menjadi milik kami.”
Dengan susah payah Paman dan Bibi menelan saliva setelah mendengar ancaman dari pria tersebut. Wajah lebam menengadah dengan salah satu mata yang bengkak. Rasa takut terlihat saat Paman dan Bibi menatap 5 pria tersebut yang berdiri di hadapan mereka.
Bibi berjalan dengan kedua lututnya mendekati pria yang baru saja memberikan ancaman manis. Kedua tangan bibi memegang kedua betis pria tersebut, dan bersujud, “Ka-kami janji akan segera melunasinya. Ka-kami berjanji.”
Pria tersebut melepas paksa genggaman dari kedua tangan Bibi, “Baiklah, kalau begitu kami tunggu janji kalian berdua. Kalau tidak, bersiap saja.” Ucap pria tersebut dengan nada dingin.
Dengan serentak kelima pria tersebut berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan rumah Paman dan Bibi.
Melihat kelima pria beserta anak buahnya sudah pergi jauh dari rumah Paman dan Bibi. Paman berdiri, kedua tangan mengepal erat, tatapan tidak senang terus menatap mereka yang sudah pergi naik mobil meninggalkan halaman rumah.
Bibi yang takut segera berdiri, kedua tangannya menggenggam erat lengan kanan Paman.
“Gimana ini?”
“Kamu tenang saja. Sore nanti aku akan pergi ke Kota untuk mendapatkan uang.”
“Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan uang di Kota?”
“Berisik. Aku pusing.”
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Mugiya is back
mampir
2023-01-23
0
xixi
apalagi nih rencananya
2022-09-13
0
Dendry Den
Kalau gak pusing gak usah berhutang.
2022-09-05
3