Gruk!gruk!
Perut yang terus berbunyi efek tidak makan seharian membawa Yuka terbangun dari tidur panjangnya. Wajah yang masih mengantuk, kedua mata masih tertutup harus membawa kedua kaki berjalan keluar kamar. Tangan kanan membuka pintu kamar, tangan kiri mengucek salah satu kelopak matanya.
Klik!
Yuka yang masih mengantuk berdiri sejenak di depan pintu kamar untuk memulihkan rasa kantuk, ia merenggangkan kedua tangannya, dan mulut menguap, “Huahuf!” Yuka segera membungkam mulut yang menguap lebar saat melihat Valdes dan Bobby tercengang dihadapannya. Yuka yang malu langsung berbalik badan, tangan kanan menutup mulutnya, “Pasti aku menguap seperti badak!” kedua tangan meraup mukanya, “Malunya aku!” gumam Yuka pelan, kedua kaki melangkah cepat menuju anak tangga.
“Imutnya!” ucap Bobby dan Valdes secara serentak, kedua mata menatap kepergian Yuka.
Menyadari jika dirinya dan Bobby sedang terpesona melihat wajah imut Yuka. Valdes segera menepuk bahu kiri Bobby, “Ehem! Silahkan istirahat. Soal Yuka biar aku saja yang menanganinya.”
“Baik!” Bobby menundukkan sedikit kepalanya, “Saya permisi pamit turun tuan.”
“Hem”
.
.
💫💫Di ruang makan💫💫
“Apa saja yang kamu lakukan, sampai kamu melupakan makan malam?” tanya Valdes, kedua kaki berjalan cepat mendekati kursi Yuka. Valdes berdiri di sisi kiri Yuka, menundukkan sedikit tubuhnya, kedua matanya menatap tajam wajah Yuka yang terlihat tenang sambil menikmati santap makan malam yang tertunda. “Gadis kecil, apa kamu tidak punya mulut untuk di menjawab pertanyaanku?”
‘Apa! Dia mengatakan aku gadis kecil. Hem! Belum tahu dia kehebatanku yang sesungguhnya. Ingin rasanya dia kutarik masuk ke tahun 1968, agar berjumpa dengan diriku yang sesungguhnya. Tapi aku sangat yakin jika Presdir tampan ini bakalan tidak sanggup melihat kekuatan diriku. Aku juga sangat yakin, dirinya pasti ketar-ketir saat melihat pisau, apa lagi melihat darah.’ Yuka memalingkan wajahnya ke sisi kiri, menatap Valdes yang masih menatapnya tajam. Yuka kembali bergumam dalam hati, ‘Tampang memang tampan, pasti kerjaannya hanya mempermainkan wanita, tidur dengan banyak wanita, dan….ah, sudahlah terserah dia, yang penting aku makan.’
Karena Yuka tak menjawab pertanyaannya, Valdes yang emosi mengambil gelas dan membuangnya ke atas lantai.
Prang!
Beberapa pelayan yang berdiri di ruang makan terkejut, mereka segera membersihkan lantai yang kotor akibat serpihan kaca dan air.
Brak!
Yuka berdiri sambil menggebrak meja, Yuka juga mendongakkan wajahnya menatap Valdes yang lebih tinggi dari dirinya. Tiba-tiba bibir Yuka bergerak sendiri seperti sedang menahan tangis, Yuka segera menundukkan pandangannya, ia merasa heran kenapa dirinya tiba-tiba ingin menangis. Bibir yang sudah tidak tahan membungkam akhirnya terbuka dan mengeluarkan suara tangis.
“Uwa! Hiks! Hiks! Hiks,” kedua tangan Yuka menyeka kasar pipinya yang basah. Mulut menangis, tapi hati terus menggerutu, ‘Kenapa aku menjadi cengeng. Baru di bentak seperti ini aku sudah menangis? Apa ini efek pemilik tubuh ini! diakan sudah meninggal. Ayolah tubuh, bekerjasama lah denganku.’
Melihat Yuka menangis tersedu-sedu, Valdes mendadak bingung. Tangan kanan yang terasa kaku perlahan menarik tubuh Yuka dan membawanya masuk ke dalam dekapan Valdes. Tangan kiri Valdes perlahan membelai puncak kepala Yuka, “Cup!cup. Ja-jangan nangis lagi, besok aku janji akan membelikan banyak buku cerita buat kamu!”
Tangisan Yuka terhenti, ia menarik tubuhnya dari dekapan Valdes, wajah mendongak ke atas dengan ingus yang meler di tarik kembali, “Benarkah?”
Wajah Valdes berubah menjadi merah tomat, kepala mengangguk, “Benar.”
“Kalau begitu belikan aku buku tentang Sejarah lainnya, dan jangan lupa belikan aku tentang cerita System yang akan menuju ke dunia lain.”
Valdes memalingkan wajahnya, “Tidak ada buku cerita tentang System, kamu harus fokus belajar bukan membaca komik!” tegas Valdes.
“Tapi…”
“Cepat tidur, jangan biarkan kedua mata kamu terbiasa tidur larut malam,” tegas Valdes.
“Baik!” sahut Yuka patuh, kedua kaki berjalan lesu meninggalkan ruang makan dan Valdes yang masih berdiri di samping meja makan.
“Yuka tunggu!”
“Iya” sahut Yuka, kedua kaki terhenti di depan ruang tamu.
Valdes mengarahkan tangan kanannya menuju lift yang langsung terhubung ke lantai 3, “Sebaiknya kita naik lift untuk menuju kamar.”
“Baiklah,” sahut Yuka patuh, karena dirinya lagi tidak ingin banyak berbicara.
Yuka dan Valdes melangkah bersama menuju lift. Mulai dari naik lift hingga sampai ke lantai 3, dan berpisah menuju kamar masing-masing. Yuka dan Valdes tidak berbicara satu patah kata apa pun, kecuali sesekali saling pandang.
.
.
.
Waktu begitu cepat berlalu, hari ini adalah hari kedua Yuka tinggal di rumah seperti Istana milik Valdes. Saat sarapan pagi, Yuka terus menunggu dan menunggu Valdes yang tak kunjung datang untuk sarapan bersamanya. Meski para pelayan menyuruh Yuka untuk sarapan terlebih dahulu, tapi Yuka menolaknya.
Hampir 10 menit Yuka menunggu, tapi Valdes dan Bobby tak kunjung datang. Hingga akhirnya Valdes yang diam-diam melihat rekaman CCTV dari tab miliknya di ruang kerja menyuruh Bobby yang berdiri di sampingnya untuk menyampaikan kepada Yuka untuk sarapan terlebih dahulu karena Valdes masih memiliki banyak pekerjaan sebelum berangkat rapat ke luar kota.
Ucapan itu tidak sungguhan, alasan Valdes adalah untuk menghindari sering bertemu dengan Yuka karena dirinya tidak ingin di anggap para pelayan dan anak buahnya jika tuannya beneran seorang ‘Pe-dofil’.
.
.
.
Tak terasa, hari ini adalah hari ketiga Yuka belajar dengan guru wanita. Pelajaran hari ini adalah Bahasa Inggris dan Sejarah. Yuka sangat bersemangat saat mendengar kedua mata pelajaran tersebut, karena dirinya bisa melihat di dalam buku ada pelajaran mengenai Sejarah tentang peradaban manusia dan perjuangan para Pahlawan.
Di balik sisi pelajaran Sejarah yang di sukai Yuka karena dia bisa melihat kehidupan lampau, dan kekejaman saat dia masih berada di tahun 1968 yang tertulis di dalam buku. Tujuan sebenarnya Yuka adalah mencari Informasi bagaimana caranya untuk kembali ke tahun 1968.
Mulai dari belajar dengan guru wanita, hingga guru wanita pulang dan buku sudah ada 10 kali ia baca, tetap saja Yuka tidak menemukan informasi seperti yang ia inginkan. Yuka yang merasa letih akhirnya merebahkan tubuhnya di lantai ruang tamu yang beralas karpet bulu, tatapan mengarah ke lampu gantung.
‘Sangat menyedihkan. Kenapa hidupku terjebak di sini, dan aku pun mati dengan sia-sia di sana.’ Batin Yuka.
“Nona muda, jika Anda ingin tidur, lebih baik saya antar nona muda ke kamar,” ucap salah satu pelayan.
Yuka memutar posisi tidurnya, membuat tubuhnya membelakangi pelayan. Tangan kanan Yuka melambai ke atas, “Aku tidak mau!”
“Tapi, nona muda….”
“Apa kamu tidak pernah diberi hukuman?” tanya Valdes yang baru saja pulang dari rapat. Valdes berjongkok tepat dihadapan Yuka, tatapan dingin terlihat jelas dari raut wajah Valdes saat menatap wajah Yuka yang pura-pura tidur. “Kamu sungguh ingin mendapatkan hukuman?” tangan kanan Valdes memegang lengan kiri Yuka, “Aku akan….”
“Tidak!” Yuka langsung duduk, tubuhnya sedikit menjauh dari Valdes, tangan kanan menutup kedua gunung kembar yang hanya berbalut piyama tipis. “Jauhkan tangan besar kamu dari tubuhku!” Yuka bangkit dan berlari sambil berkata, “Tidak bisa aku bayangkan!”
“Apa yang sedang dibayangkan oleh nona muda?” tanya Bobby yang baru saja sampai di ruang tamu.
Valdes berdiri, tangan kanan melonggarkan dasinya, “Jangan mikir yang macam-macam kamu! Cepat kerjakan yang sudah aku perintahkan. Jangan tidur jika kamu belum mendapatkannya.”
“Saya sudah mendapatkan yang tuan inginkan,” sahut Bobby, tangan kanan menghidupkan tab yang mati.
“Aku tidak ingin melihatnya sekarang!” kedua kaki Valdes melangkah pergi meninggalkan Bobby yang sedang bingung melihat tingkah tuan mudanya.
Bobby menatap kepergian Valdes, “Seperti wanita yang lagi PMS.”
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Dendry Den
Aku tidak setuju. Aku pria tampan tidak seperti itu
2022-10-01
0
~~N..M~~~
Aku mau dong diberi hukuman dari kamu
2022-09-05
0