"Aduhhh!!” keluh Yuka terjatuh dengan bokong mendarat di atas tanah.
“Sudah aku bilang pegang tanganku saat kita sudah sampai. Itulah akibat tidak percaya samaku,” ucap Kakek tua kepada Yuka.
“Bukannya aku tidak percaya. Sudah dua kali aku percaya dengan seseorang yang menurut aku tidak akan pernah mengkhianati ku, tapi apa! Ujung-ujungnya aku juga yang jadi korbannya.”
“Iya deh, yang sering dikhianati,” tangan kanan mengarah lurus ke depan, “Mari ikut.”
Portal Kakek tua ternyata tertuju di bawah kaki gunung, terlihat dari Yuka dan Kakek tua berjalan keluar dari portal. Portal tersebut juga menghilang bersama dengan langkah kaki Yuka dan Kakek tua menuju ke hutan.
“Mau ke mana kita Kek?” tanya Yuka.
“Mau menepati janji kepada kamu.”
“Awas kalau kamu berbohong.”
“Apa kamu ingin membunuhku?”
“Tentu, di tengah hutan ini hanya ada kita berdua,” Yuka membunyikan jari-jemarinya, tatapan sinis mengarah lurus ke hutan lebat, “Aku sudah lama tidak melakukan peregangan.”
“Ha ha” Kakek tua tertawa renyah, melirik ke sisi kiri, “Tidak ada satu orangpun yang bisa membunuhku, kecuali Sang Pencipta memanggilku.”
“Ck. Sombong amat.”
“Aku sudah hidup di Dunia ini ribuan tahun, kamu tidak percaya?”
“Bisa aja canda Kakek tua satu ini,” ucap Yuka tidak percaya.
“Kamu tidak percaya?” Kakek tua menghentikan langkah kakinya.
“Sama Tuhan saja aku terkadang tidak percaya, apalagi sama Mahkluk seperti Kakek tua,” sahut Yuka ikut menghentikan langkah kakinya. Tatapan mengarah bebas ke tengah hutan gelap, “Kenapa kita berhenti?”
“Kita sudah sampai,” ucap Kakek tua mengarahkan jari telunjuk tangan kanannya ke sisi kanan.
“Wih! Sejak kapan ada rumah sebagus itu di tengah hutan?” tanya Yuka terkejut saat melihat ada rumah sederhana sudah berdiri di sisi kanannya dengan taman dan burung-burung berterbangan di dalamnya.
“Banyak bertanya!” Kakek tua menarik tangan Yuka mendekati rumah tersebut, “Sudah ikut saja.”
Langkah kaki Yuka dan Kakek tua terhenti tepat di depan halaman rumah. Yuka berpikir jika rumah tersebut adalah rumah biasa, setelah berdiri dengan jarak cukup dekat. Rumah tersebut ternyata sudah di lindungi oleh beberapa pelindung berwarna bening, jika di sentuh pelindungnya maka portal tersebut membuat siapa saja memegangnya terpelanting ke belakang.
“Buka” ucap Kakek tua menatap lurus ke depan.
Crik!crik
Bagaikan air di belah dua, portal tersebut terbuka perlahan.
Tangan Kakek tua mengarah ke dalam, “Kamu masuk terlebih dahulu.”
“Tidak! Aku mau kita masuk secara bersamaan,” tolak Yuka.
Kakek tua menepuk dahinya, “Kacau” Kakek tua menarik pergelangan tangan kanan Yuka, “Baiklah.”
Setelah sampai di dalam, Yuka terus merasa takjub dengan keindahan, lebih dari indah jika di lihat dari dalam. Kedua matanya menatap liar sekeliling tempat. Terlalu lama ia larut dalam keindahan, Yuka akhirnya sadar jika dirinya kemungkinan sedang terhipnotis dengan ilmu sihir milik Kakek tua tersebut.
Kakek tua menepuk kedua tangannya menjadi satu, “Tutup,” ucap Kakek tua menutup pelindung dinding tersebut.
Bukan hanya menutup pelindungnya, tapi pelindung berwarna putih seperti air kini berubah menjadi dinding gua. Sedangan rumahnya masih tetap, hanya pelindungnya saja berubah agar tidak dapat di lihat oleh orang luar.
Yuka berbalik ke belakang menatap Kakek tua masih berdiri di belakangnya. Tangan kanan Yuka mengarah ke belakang, “Kenapa dindingnya berubah menjadi dinding gua?”
“Jika kamu ingin semuanya tetap indah. Pergi saja kamu ke Surga,” Kakek tua melangkah perlahan menuju rumah sederhana tetap memiliki keindahannya tersendiri.
Yuka mengejar Kakek tua tersebut, ia berjalan di sisi kiri Kakek tua, “Apakah rumah itu juga hasil rekayasa sihir Anda, Kakek tua?”
“Menurut kamu?”
“Sudah pasti rumah palsu, mana mungkin di atas kaki gunung bisa buat rumah seperti ini.”
“Tidak ada yang tidak mungkin jika kamu memiliki kekuatan yang tidak di miliki mahkluk manapun,” langkah kaki Kakek tua dan Yuka terhenti di depan pintu rumah. Kakek tua membuka pintu rumah, “Cepat masuk karena aku mulai bosan melihat ketidak percayaan kamu!”
“Aku juga,” sahut Yuka melangkahkan kedua kakinya masuk ke dalam rumah.
Kakek tua terus berjalan ke sebuah ruangan terbuka bebas berada di samping rumahnya. Terlihat di ruangan tersebut ada meja berisi 1 baskom terbuang dari emas, ada dupa, bunga dan benda lainnya.
“Tempat apa itu?”
“Aku ingin menunjukkan sesuatu buat kamu!” Kakek tua naik ke atas tempat tersebut, duduk di depan meja dengan dupa menyala hanya sekali memetik jarinya.
“Ada hal apa?” tanya Yuka sudah duduk di depan meja Kakek tua tersebut.
Kakek tua melipat kedua kakinya, di atas telapak tangan kanan sudah melayang batu permata. Kakek tua membuka lebar-lebar mulutnya, dan memasukkan batu tersebut ke dalam mulutnya. Tanpa bantuan alat apa pun dan membaca mantra apa pun, batu pemberian Yuka sudah berhasil di telan dan di simpan di dalam tubuh Kakek tua.
Yuka menutup kedua mulutnya sambil berkata, “Menakjubkan!”
Lima menit kemudian keluar cahaya berwarna hijau dari dada bagian tengah menyilaukan mata Yuka.
Cling!!!!
“Cahaya apa ini?” tanya Yuka menyilang kan kedua tangannya di depan wajah.
Tidak ada jawaban sama sekali dari Kakek tua tersebut. Yang terdengar dari mulut Kakek tua tersebut adalah rasa senang dan bangga karena dirinya sudah berhasil merebut kembali batu permata pusaka miliknya dari tangan orang jahat.
“Ha ha ha” tubuh Kakek tua melayang, kedua tangan di rentangkan selebar mungkin, “Akhirnya tubuhku kembali lagi!”v setelah cahayanya menghilang, tubuh Kakek tua perlahan turun, dan wajah serta seluruh tubuhnya berubah menjadi pria 45 tahun.
Yuka spontan berdiri, jari telunjuk tangan kanan mengarah pada pria tersebut, “Siapa kamu dan ke mana Kakek tua itu?”
Pria tersebut menundukkan tubuhnya, tangan kanan diletakkan di depan dada, “Pertama-tama aku ucapkan terimakasih,” Pria tersebut kembali duduk tegak, “Aku adalah Kakek tua dan namaku adalah Adair.”
“Tidak mungkin!” Yuka mendekati Adair, menggenggam erat kerah baju bagian depan, “Katakan siapa kamu sebenarnya dan di mana Kakek tua tersebut?” tanya Yuka sedikit meninggikan nada suaranya, kepalan tinju sudah berhenti tepat di depan wajah Kakek tua.
Adair perlahan menurunkan kepalan tinju Yuka, “Nona pembunuh, inilah wujud asliku. Batu permata itu adalah benda berharga milikku yang sangat berharga. Bukan hanya wajahku saja yang menjadi awet muda, tapi kekuatanku juga akan bertambah, sehingga tidak ada yang bisa menandingi kekuatanku,” ucap Adair menjelaskan sedikit kepada Yuka.
“Apa buktinya?” tanya Yuka masih tidak percaya.
“Sesuai janjiku, aku akan membantu kamu untuk kembali ke tahun 1968. Bukannya kamu ingin membalaskan dendam kepada Bangsawan itu?”
Mendengar ucapan Adair, Yuka melepaskan genggaman tangannya perlahan. Tapi rasa ketidak percayaannya kembali menyelimuti hatinya, Yuka kembali menggenggam erat kerah baju Adair, “Cepat buktikan!”
“Galak amat ini bocah,” Adair perlahan melepaskan genggaman tangan Yuka, “Mari ikut aku ke belakang!”
.
.
✨✨Di taman Belakang✨✨
Adair dan Yuka sudah membuat formasi. Adair berdiri di depan, sedangkan Yuka berdiri di belakang, masing-masing kaki sudah terbuka selebar bahu. Di depan mereka juga sudah tersusun tumpukan batu gunung setinggi dada.
Adair menoleh kebelakang, “Aku yakin kamu bisa. Jadi ikuti semua instruksi yang aku katakana.”
“Baik,” sahut Yuka serius.
Adair menarik angin dari kedua tangannya, kemudian membuangnya ke depan bersama kaki kanan menghentak lurus ke depan, “Hiakkk!!”
Duar!!
Bongkahan batu gunung terbelah berkeping-keping.
Yuka membulatkan kedua bola matanya. Ternyata Adair tidak main-main dengan ucapannya, hanya sekali hentakan dan melayangkan tangannya ke depan semua bongkahan batu gunung terbelah berkeping-keping. Yuka juga tidak mau kalah, dirinya kini membuat formasi seperti Adair.
“Hiaakkkhh!!!”
Buuuushh!!
Kekuatan milik Yuka hanya mampu membuat satu bongkahan batu gunung menggelinding ke bawah.
Yuka menghentakkan kedua kakinya, “Kenapa aku tidak bisa sih!” rengek Yuka.
Entah sejak kapan Adair berjalan ke arah Yuka. Kini Adair mengulurkan bambu kecil ke puncak kepala Yuka, dan memukul pelan.
Tak!
“Aduhh!” keluh Yuka memegang puncak kepalanya.
“Serius.”
“Iya-ia,” sahut Yuka dengan wajah mengejek.
Tidak ingin terus-menerus di pukul Adair dengan bambu kecil. Yuka akhirnya bisa fokus, dirinya kini sudah bisa menguasai ilmu memecah bongkahan batu gunung tersebut tanpa menghentak kedua kakinya. Hampir satu hari Yuka bersama Adair, tanpa berlama-lama Yuka mampu menguasai sedikit ilmu sihir tidak ia miliki di kehidupan sebelumnya. Meski keahlian dan kekuatannya hanya mencapai 20% di hari pertama belajar dengan dua keahlian sekaligus.
Yuka merebahkan tubuh lelahnya di atas tanah, kedua mata menatap lurus ke langit terang perlahan gelap.
Adair mengulurkan tangan kanannya, “Mari aku antar kamu pulang,” ajak Adair untuk kembali ke rumah Valdes, karena hari mulai gelap.
Yuka duduk, menepis uluran tangan Adair, “Apa kamu berusaha menipuku!” Yuka berdiri, wajah suram dipenuhi keringat menatap lekat wajah Adair, “Aku tidak mau pulang sebelum aku berhasil membalaskan dendam kepada Caprio.”
“Apa kamu tidak perduli dengan pria itu?”
“Pria mana?” tanya Yuka melupakan Valdes.
Kedua tangan Adair berputar-putar sehingga muncullah sebuah air, “Lihat, siapa pria itu!” tunjuk Adair ke bola air di kedua tangannya berubah menjadi Valdes dengan wajah cemas terlihat sedang menunggu Yuka.
“Kenapa pria bodoh itu menungguku?”
“Karena hanya dia yang peduli sama kamu sekarang,” Adair menutup bola air, tatapan serius mengarah pada Yuka, tangan kanan memegang bahu Yuka, “Pulanglah. Apa kamu pikir kamu akan bisa bersama dengannya untuk selamanya? Setelah kamu kembali ke tahun 1968 untuk membalaskan dendam. Kamu belum tentu bisa kembali. Percayalah padaku, aku akan terus menjemput kamu untuk berlatih, dan mengantarkan kamu kembali ke tahun itu.”
Yuka menundukkan wajahnya, “Baiklah.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
~~N..M~~~
Ada sihirnya nih thor.
Semangat buat Yuka yang ingin membalaskan dendamnya. 💪💪💪
2022-09-26
0