Empat hari sudah berlalu, akhirnya Yuka mulai sembuh. Sesuai saran Dokter, Yuka sudah diperbolehkan sekolah. Malam itu Yuka sangat bersemangat menyusun buku pelajaran buat esok.
“Dasar gadis nakal. Giliran di suruh istirahat untuk menyembuhkan luka di rumah tidak mau, begitu diizinkan sekolah senangnya minta ampun,” gumam Valdes mengintip dari depan pintu kamar Yuka.
“Kenapa tuan senyum dengan pintu?” tanya Bobby berdiri di samping Valdes.
Mendengar suara Bobby, Valdes mendadak gugup, tangan kanan mengarah tak tentu arah, “Ta-tadi….” Valdes melambai, “Ah, aku lupa kalau ada pekerjaan. Aku ke pergi dulu,” ucap Valdes melangkah cepat meninggalkan depan kamar Yuka.
Bobby melirik ke dalam pintu kamar Yuka, “Oh…..jadi senyumnya buat ini!” ucap Bobby melihat Yuka sedang bersiap menggerak-gerakan lengan kanannya. Sudah puas mendapatkan hasil dari senyum Valdes, Bobby kembali turun.
.
.
💫💫PUKUL 07:01 PAGI💫💫
Ingin memastikan sendiri keselamatan Yuka, Valdes secara pribadi mengantar Yuka sampai ke depan kelas. Semua mata siswa laki-laki dan wanita melihat ketampanan Valdes, biasanya di pagi hari semua siswa mengantuk, kini mata seluruh siswa termasuk guru menjadi segar melihat ketampanan serta wajah dingin Valdes.
“Aku bilang tidak perlu antar aku sampai depan kelas,” ucap Yuka berwajah masam.
Valdes membelai puncak kepala Yuka, “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”
“Ah! Ucapannya menusuk ke jantungku,” sambung Grace baru saja sampai di depan pintu kelas.
Yuka memutar tubuhnya dengan muka malas, tangan kanan melambai, “Pergilah, aku bukan anak kecil.”
Valdes tertunduk dengan bibir tersenyum manis, “Dasar bocah,” Valdes mengulurkan kepalanya dari depan pintu kelas, tangan kanan melambai, “Aku pergi dulu, ya? nanti siang aku jemput kamu. Daaa”
Yuka hanya memberi senyum paksa, sambil melambaikan tangannya.
Setelah itu Valdes berjalan dengan wajah tegas, datar, dan juga dingin. Melewati para sekumpulan siswa dan guru memberi jalan buat Valdes. Mode manis dan murah senyum hanya khusus buat Yuka seorang, buat orang lain Valdes hanya bisa memasang mode datar, dingin dan juga cuek.
Saat semua orang sibuk membicarakan Yuka dengan Paman tampannya. Di saat itu Bianca membuat gempar satu kelas karena dirinya melambaikan tangan dari depan pintu kelas kepada Yuka.
Bianca berlari kecil menuju meja Yuka, “Hai, apa kamu sudah mendingan?”
Yuka menunjukkan lengan kanannya, “Kamu lihat!”
“Aku sangat senang kamu sudah kembali bersekolah,” Bianca duduk di atas meja Yuka, kedua kaki berayun, kepala miring, bibir tersenyum manis, “Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kamu. Aku pikir-pikir kamu seperti Malaikat tanpa sayap,” Bianca turun, berdiri di samping kursi Yuka, tubuh sedikit membungkuk, “Seribu kali maaf atas kesalahan ku mungkin tidak bisa menggantikan rasa sakit yang pernah kamu rasakan.”
“Yuka adalah Malaikat di mata-Mu, tapi kamu! Adalah Iblis bagi Yuka,” sambung Grace berjalan menuju meja Yuka.
“Eh” Bianca berdiri tegak, kepala tertunduk malu, “Maaf, aku salah.”
Tangan kanan Grace hendak melayang, “Maaf kamu bilang! Uuukhhh”
Yuka menahan lengan kanan Grace, kepala menggeleng, “Sesama orang jahat jangan saling berbuat jahat,” Yuka tersenyum manis, mengambil tangan kanan Grace dan juga tangan kanan Bianca, “Mulai sekarang mari saling memaafkan dan berteman dengan baik.”
“Tidak mau!” sahut Grace dan Bianca serentak.
Kedekatan Yuka dengan Bianca membuat gempar satu sekolah, karena mereka semua tahu bagaimana perkelahian Bianca dan 2 teman lainnya saat mengeroyok Yuka. Teman sekelas saling berbisik satu sama lain menceritakan tentang Bianca.
“Lihat-lihat! Bukannya Bianca adalah gadis jahat yang pernah mencelakai Yuka.”
“Waktu itu aku sangat sedih melihat Yuka yang baru saja masuk sudah diperlakukan hal buruk dengan Bianca dan kedua temannya.”
“Andai saja kedua orangtuaku memiliki status lebih tinggi dari kedua orang tuanya, mungkin aku bisa membantu menolongnya.”
“Aku juga.”
Melihat sekumpulan teman sekelas membicarakan Bianca dan juga Yuka. Rado tak suka melihat orang membicarakan orang lain menghentikan langkah kakinya di belakang sekumpulan teman-temannya. Tatapan suram dan tajam mengarah pada sekumpulan teman sekelasnya.
“Kebiasaan buruk seorang wanita adalah membicarakan orang lain di belakangnya. Membuat orang yang salah semakin bersalah. Berkata ingin membantu tapi kalau dirinya sudah merasa hebat. Itu mulut atau janji ?”
“Bubar-bubar, ada pria anti gosip di sini,” bisik salah satu teman membubarkan sekumpulan penggosip.
Mulai dari Yuka pertama kali masuk, sampai Yuka di sakiti dan memanfaatkan Bianca. Ada beberapa siswa pria menyukai kebaikan Yuka, baik teman sekelas maupun teman kelas lainnya. Sampai jam istirahat ada seorang gadis di titipin coklat dalam kantung plastik besar. Tanpa banyak bertanya Yuka menerima dan memberikan sebagian coklat miliknya kepada Grace, Bianca dan juga Rado.
Hadiah kecil buat Yuka dari seorang pria masih terus berlanjut saat Yuka, Grace, Bianca dan Rado berjalan pulang bersama menuju gerbang sekolah. Di depan gerbang sekolah ada seorang siswa pria menghadang Yuka, wajah tertunduk malu, kedua tangan mengulur memberikan Yuka boneka beruang kecil. Setelah memberikan boneka beruang. Siswa laki-laki berlari meninggalkan gerbang.
“Berani sekali anak ingusan itu memberikan Yuka boneka. Dan kenapa Yuka membawa coklat sebanyak itu!” gerutu Valdes dari dalam mobil melihat Yuka.
.
.
...KEESOKAN HARINYA, PUKUL 13:30 SIANG...
...****************...
Karena ada tugas kelompok mengenai pelajaran IPA. Yuka, Bianca, Grace dan Rado sedang belajar kelompok di rumah Bianca. Benar-benar kesempatan bagus buat Yuka untuk mendekatkan diri kepada Bianca, demi sebuah permata berbentuk kalung di jenjang leher Bianca, dan demi misi kembali ke tahun 1968 untuk membalaskan dendam kepada Bangsawan Caprio.
“Kalian silahkan kerjakan duluan. Aku akan membuatkan teh di dapur,” tunjuk Bianca ke pintu.
“Aku bantu kamu boleh?” tanya Yuka.
“Boleh,” tangan kanan mengarah ke pintu, “Mari ikut aku ke dapur,” ajak Bianca melangkah pergi dari tempat.
Saat Yuka mendapat kesempatan berdua di dapur untuk membantu Bianca membuat minuman dan makanan. Saat itu juga Yuka perlahan-lahan mulai mengeluarkan seribu pertanyaan yang sudah ia susun dengan matang kepada Bianca mengenai permata tersebut.
“Kalung yang sangat indah. Pasti mahal dan penuh makna,” ucap Yuka sambil mengaduk minuman segar di dalam gelas.
Bianca menundukkan pandangannya, tangan kanan memegang batu permata, “Iya. Ini adalah pemberian dari kedua orang tuaku,” Bianca menatap Yuka, “Karena kedua orang tuaku suka berpergian untu perjalanan bisnis dan aku sering ditinggal di rumah sendirian, mereka membawakan aku hadiah batu ini. Katanya batu ini sangat mampu untuk menangkal hal negatif dan memberikan semua apa yang aku inginkan,” Bianca menaikkan kedua bahunya, “Tapi aku tidak percaya, buktinya aku tidak pernah mendapatkan apa pun yang aku inginkan.”
Yuka mengelus bahu kanan Bianca, “Mungkin suatu saat kamu akan mendapatkannya.”
“Kamu adalah orang yang baik Yuka.”
Yuka mengangkat nampan berisi minuman segar, “Hentikan berkata baik tentang diriku, aku sama sekali bukanlah orang baik,” di dalam hati Yuka, ‘Jelas saja aku baik pada kamu. Aku ‘kan sedang mengincar batu di jenjang leher kamu itu. Jika tidak ada yang aku inginkan, mana mungkin aku mengorbankan diriku.’
Semua pertanyaan sudah di jawab Bianca, tinggal satu langkah lagi, yaitu bagaimana caranya untuk mendapatkan kalung tersebut.
Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 16:20 sore. Tugas kelompok milik Grace, Bianca, Yuka, dan Rado juga sudah siap. Saatnya menghubungi Valdes untuk menjemputnya. Menunggu Yuka di jemput, Rado, Bianca, dan Grace menunggu di bangku taman depan. Saat asik berbincang-bincang, Yuka baru pertama kali datang bulan tak menyadari ada darah haid mengalir di kedua kakinya.
Orang pertama melihat darah segar mengalir adalah Rado. Wajah berubah pucat, keringat jagung mengalir, tangan kanan Rado menunjuk ke bagian kaki Yuka, “Da-daaarah…” Rado tak bisa melihat darah akhirnya jatuh pingsan di bahu Grace.
Bukannya membiarkan Rado menyandarkan kepalanya di bahunya, Grace malah menyingkirkan kepala Rado, membuat Rado terjatuh di atas rerumputan.
“Kamu berdarah Yuka!” tunjuk Grace spontan berdiri.
“Darah!” Yuka segera mengambil tisu, membersihkan noda darah mengalir di kedua kakinya, “Darah apa ini? kenapa alat vital merasakan denyut dan terasa hangat.”
“Kamu sangat tertekan Yuka! Pasti karena kita tadi banyak mengeluarkan tenaga saat melakukan kerja kelompok!” sambung Bianca.
“Kenapa kamu bisa mengeluarkan darah sederas itu?” tanya Valdes baru saja tiba. Valdes segera menggendong Yuka, “Rok sekolah kamu juga basah! Seberapa banyak kamu mengeluarkan darah?” tanya Valdes menatap wajah pucat Yuka. Kedua kaki Valdes berlari dengan cepat menuju mobil, “Kita akan segera ke rumah sakit sebelum semua pembuluh darah kamu pecah.”
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Dewi Payang
Valdes kau lwbih lebay dari Rado😄
Mana ada pembuluh darah pecah😄😄
2022-10-28
0
Dewi Payang
Radooo😄 lebay kali kau 😁😁
2022-10-28
0
Dewi Payang
Valdes cemburu😁
2022-10-28
0