💫💫Pukul 10:30 pagi💫💫
Yuka baru saja kembali dari toilet, ia berjalan lesu memasuki ruang kelas. Dengan wajah tertunduk hatinya mulai menggerutu tak karuan, ‘Aku baru ingat. Aku dulu pernah datang bulan juga, tapi kenapa aku tidak pernah merasakan sakit perut yang sesakit ini. Sudah ku minum obat anti denyut itu tapi pengurang rasanya nyeri hanya 70% saja, kemana 30% lagi. Aku harus benar-benar mengasihani jiwaku sendiri karena aku salah masuk tubuh.’
Melihat Yuka berwajah lesu, Bianca berpikir jika hal itu terjadi karena Yuka terlalu banyak mengeluarkan darah. Bianca terus menatap Yuka sampai duduk ke bangkunya, dirinya sudah terhipnotis dengan kepolosan dan kebaikan Yuka layaknya seperti seorang malaikat selalu melindungi dirinya.
Bianca beranjak dari bangkunya mendekati meja Yuka, tangan kanan melambai, “Yuka!”
Yuka menatap dengan wajah suram, “Hem”
‘Sungguh kasihan gadis polos ini. Aku harus benar-benar memberikan kalung ini buat Yuka agar dirinya terhindar dari hal buruk apa pun.’
Bianca melepaskan kalung pemberian dari kedua orang tuannya, “Aku tidak ingin kamu terkena masalah apa pun,” ucap Bianca sambil melingkarkan kalung di jenjang leher Yuka.
Yuka tercengang, tatapan tidak percaya mengarah ke Bianca, “Bagaimana dengan kamu sendiri dan bagaimana kalau kedua orang tua kamu memarahi kamu karena memberikan kalung ini kepadaku?”
Wuuusshhh!!!
Wuuusshhh!!!
Angin kencang dan dedaunan kering masuk ke dalam kelas melalui jendela dan pintu. Teman sekelas Yuka, termasuk Bianca dan lainnya seketika menjadi patung. Yuka heran kenapa itu bisa terjadi. Ia langsung berdiri, kedua mata menatap liar sekeliling ruangan dan berakhir di daun jendela. Yuka membulatkan kedua bola matanya saat melihat kakek tua tersenyum penuh makna kepadanya.
Jam dinding kemudian berdetak sangat cepat, dan terhenti di pukul 12:30 siang. Lonceng pulang sekolah juga berdering sangat kuat.
Yuka segera menyusun buku-buku miliknya ke dalam tas. Setelah bel dering cukup kuat, semua teman sekolah dan lainnya sudah kembali normal. Tidak ingin mengulur waktu Yuka pulang tanpa pamit kepada Bianca, Grace dan Rado. Yuka terus berjalan cepat tanpa menghiraukan mereka bertiga, meski ketiga temannya berlari dan berteriak memanggil namanya.
“Yuka! Kamu mau ke mana?”
“Berhenti Yuka! Jangan tinggalkan kami bertiga seperti ini.”
“Yuka….Yuka! kamu kenapa berlari seperti seorang kesurupan?”
Langkah kaki Yuka harus terhenti ketika mendengar ada suara memenuhi pikirannya. Suara itu berkata, “Aku akan menunggu kamu di samping sekolah” setelah mendengar cukup jelas asal suara milik siapa. Yuka segera memutar arah langkah kakinya menuju samping sekolah. Yuka terus berlari dan berlari. Sesampainya di samping sekolah terlihat kakek tua berdiri di depan portal, tangan kanannya mengulur, seperti hendak mengajak Yuka masuk ke dalam bersamanya.
“Ikutlah bersamaku. Aku akan menunjukan sesuatu kepada kamu!”
Seperti terhipnotis, Yuka menerima ajakan kakek tua tersebut dan masuk ke dalam portal.
Bianca, Grace dan Rado berhenti berlari di tengah lapangan saat melihat Yuka sudah hilang dari pandangan. Bianca terduduk, dirinya teringat kepada kalung baru saja ia berikan kepada Yuka. Hatinya semakin merasa bersalah setelah memberikan kalung tersebut kepada Yuka.
“Kamu kenapa?” tanya Grace dengan nafas terengah-engah.
“Aku tadi memberikan Yuka kalung milikku. Berharap dirinya akan terhindar dan terbebas dari semua marah bahaya yang akan menimpanya,” Bianca menundukkan wajahnya, “Ternyata kalung itu bukanlah kalung yang baik. Aku sangat yakin jika kalung pemberian kedua orang tuaku adalah kalung kutukan," keluh Bianca dengan pikirannya sendiri.
Rado mencengkram kerah leher Bianca, membuat Bianca menengadahkan wajahnya, “Lantas kenapa kamu masih memberikannya. Apa kamu tidak pernah berpikir dulu sebelum bertindak. Oh…atau jangan-jangan kamu memang sengaja untuk mencelaikain Yuka!” Rado melepaskan cengkramannya dengan cara mendorong Bianca sampai Bianca terjatuh dengan posisi duduk, “Aku sudah duga jika kamu berteman dengan dirinya hanya untuk membalaskan dendam karena kamu masih sakit hati kepadanya!”
“Tidak!” Bianca mencoba meraih tangan Rado dan Grace, “Aku tulus memberikan kalung itu buat Yuka!” Bianca mencubit leher bagian depan, “Aku bersumpah tidak ada niat buruk buat Yuka.”
“Berhentilah membual karena kami sudah tidak mempercayai kamu!” tegas Grace. Grace menepuk bahu kiri Rado, “Mari kita pulang. Sebaiknya kita pulang terlebih dahulu sebelum kita bertemu dengan tuan Valdes,” Grace melirik tajam ke Bianca, “Biar gadis itu yang memberitahu semua kejadiannya. Biar tahu rasa.”
Grace dan Rado berjalan cepat meninggalkan Bianca masih terduduk di atas tengah lapangan sekolah. Bianca perlahan bangkit, ia berjalan dengan wajah penuh penyesalan. Kedua kaki terus melangkah malas menuju gerbang utama sekolah.
‘Seperti ini rasanya jika seseorang yang pernah berbuat jahat kepada orang lain. Ketika berusaha merubah diri menjadi orang baik sangat sulit rasanya. Tapi aku tidak boleh putus asa, aku harus tetap berbuat baik karena Yuka sangat baik kepadaku. Aku harus segera menelpon Papa dan Mama, aku harus segera bertanya mengenai kalung terkutuk itu. Semua ini demi Yuka.’
Bianca melajukan kedua kakinya dengan cepat menuju gerbang utama sekolah. Sesampainya di depan gerbang utama sekolah, Bianca langsung memesan taksi online. 1 jam kemudian Bianca akhirnya sampai di kediaman rumahnya. Setelah memberikan uang kepada supir taksi online, Bianca berlari memasuki halaman rumahnya.
Bianca melirik ke salah satu mobil fortune terparkir di dalam garasi mobil, “Sepertinya Papa belum berangkat. Kesempatan bagus, aku harus segera bertanya kepada Papa,” Bianca mempercepat langkah kakinya memasuki rumah.
Saat dirinya hendak melangkah naik ke anak tangga, Bianca mendengar suara ******* seorang wanita dari ruang kerja pribadi milik Papanya Bianca. Bianca menghentikan langkah kakinya, berjalan perlahan mendekati ruang kerja milik Papanya. Perlahan Bianca membuka pintu ruang kerja, kedua mata Bianca membesar saat melihat seorang wanita sedang menggoyangkan pinggulnya di atas pangkuan Papanya. Bianca langsung masuk, “Apa semua ini Pa?”
Bukannya turun dari pangkuan Papanya, wanita tersebut malah semakin menggoyangkan pinggulnya dengan bibir tersenyum manis kepada Bianca.
“AAAAHHHH…nikmatnya,” ejek wanita tersebut kepada Bianca.
“Pa! apa semua ini?” tanya Bianca meninggikan nada suaranya.
“Kamu berhentilah,” ucap Papanya kepada wanita tersebut. Papanya mengambil tisu, membersihkan sesuatu pada dirinya, kemudian berdiri sambil mengancing resleting. Kedua kaki Papanya berjalan lurus mendekati Bianca, tangan kanan melayang dan mendarat di pipi kanan Bianca,
“Seperti ini Ibu kamu mendidik kamu!”
Plaakk!!!
Bianca memegang pipi kanannya, “Iya. Aku memiliki kedua orang tua yang selalu memberikan kasih sayang dengan cara berbeda. Yang satu selalu memanjakan aku dengan barang mahal, yang satu lagi selalu berjanji tapi tidak pernah di tepati,” ucap Bianca menatap wajah suram Papanya. Menyambut perkataannya kembali, “Aku ke sini hanya untuk bertanya tentang kalung pemberian Papa. Kalung tersebut ternyata hanya kalung kutuk pemberian Papa yang sudah membuat temanku menjadi aneh. Karena Papa sudah di sini, langsung saja ke intinya, bagaimana cara membuang kalung tersebut dari temanku?”
“Itu bukan kalung terkutuk, Bianca! Itu adalah kalung yang sangat banyak manfaatnya, termasuk semua kenikmatan abadi yang tidak akan pernah putus!” Papanya mengulurkan tangan kanan, “Berikan kembali kalung itu kepada Papa!"
Bianca berbalik badan, “Sudah terlambat. Kalung tersebut sudah tidak ada di tanganku,” tangan kanan melambai, “Aku pergi, lanjutkan kenikmatan yang Papa inginkan,” ucap Bianca melangkahkan kedua kakinya keluar dari ruang pribadi Papanya.
“Bianca! Bianca!
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
~~N..M~~~
Mungkin lagi pergi ikut demo.
2022-09-19
0