Pagi harinya, gubuk Guntur nampak sepi dari pada kemarin. Hanya ada Lastri saja yang menemani Guntur yang masih tergeletak tidak sadarkan diri sejak kemarin.
Lastri tidak mau untuk pulang karena ingin menemani cucunya itu. Lastri melihat wajah Guntur yang mirip dengan putranya itu meneteskan air matanya. Rasa rindu yang dalam Lastri rasakan kepada Panji.
Sebenarnya Panji memiliki 2 orang adik dan itu wanita semua yang bernama Hana Okta Samudra dan Jihan Gana Samudra. Hanya Panji sendiri anak Laki-lakinya. Maka dari itu Lastri sangat terpukul saat dulu mendengar kabar gugurnya Panji saat melawan pemberontak tapi dengan di temukannya Guntur yang ternyata adalah cucunya, Lastri sangatlah bahagia.
Lastri sendiri membujuk Anjani untuk tinggal di keluarga Samudra akan tetapi Anjani menolak dengan halus. Anjani mengatakan jika dia berasa di keluarga Samudra maka akan terus mengingat mendiang suaminya karena pastri banyak sekali kenangan-kenangan Panji disana.
Lastri juga menceritakan perjuangan Panji kepada Anjani dari saat Panji masih Kecil sampai menjadi pengabdi negara.
Anjani juga menceritakan saat bertemu dengan Panji untuk pertama kalinya sampai Panji bertugas untuk selamanya.
Kesedihan dapat dilihat dari keduanya saat berbagi cerita kemarin. Lalu Lastri memberikan foto Panji yang sedang memakai baju dinasnya dan juga memegang belati kembarnya itu kepada Anjani. Nampak difoto itu Panji sangatlah gagah dan juga berwibawa. Sambil meneteskan air matanya Anjani melihat foto mendiang suaminya itu.
" Aku berjanji mas... Aku tidak akan menikah lagi supaya kelak kita dapat berkumpul bersama lagi... ". Gumam Anjani sambil mencium foto mendiang Suaminya itu.
Lastri yang mendengar itu pun langsung tersentuh. Betapa besar dan kuatnya cinta Anjani untuk anaknya itu. Walaupun Panji sudah berpulang pun Anjani masih sangat mencintainya dan berharap akan dapat berkumpul lagi dengannya.
Mbah Pahing juga memberikan sesuatu seperti batu berwarna merah kepada Lastri dan berpesan agar jangan memberitahukan kepada siapapun, karena batu itu adalah batu yang bisa mengakses masuknya segel array pelindung yang Mbah Pahing Buat di kediamannya di puncak bukit. Mbah Pahing juga memberitahukan letak dan dimana bukit itu berada.
Mbah Pahing sengaja untuk melakukan itu karena di bukit itulah dimana surganya para Jawara dan Aksara. Energi alam yang begitu murni yang sangat padat dan juga air terjun semanggi yang sejatinya itu adalah air yang sangat murni dengan khasiat yang begitu banyak.
Jika seorang Aksara ataupun Jawara berada disana maka dapat dipastikan akan sangat cepat membuka semua pintu Jawara ataupun Aksara mereka.
Maka dari itu Mbah Pahing tidak mau tempat itu menjadi tempat yang umum dan yang dikhawatirkan adalah adanya pertumbahan darah hanya untuk memperebutkan bukit itu.
Lastri mengangguk mengerti dan berjanji akan merahasiakan itu semua. Jika Lastri ingin berkunjung kesana maka hanya Lastri sendiri yang dapat memasuki bukit itu tentunya dengan batu yang di berikan oleh Mbah Pahing, walaupun dengan medan yang sangat sulit ditempuh. Tapi sebagai salah satu dari para Legenda Jawara, medan sulit sekalipun akan tidak begitu berarti, berbeda dengan orang awam, mereka akan sangat kesulitan dan juga mungkin akan menyerah untuk sampai ke puncak.
Lastri yang sedang duduk termenung melihat Guntur yang belum sadar diri di ranjangnya sejak kemarin sore. Bahkan sejak kemarin, Lastri juga belum makan sesuap apapun. Tidak dirasakannya rasa lapar. Lastri hanya ingin cucunya itu segera sadar.
Lastri tidak menyadari kalau Anisa yang sudah berada disampingnya sambil membawa makanan untuk Lastri.
" Assalamualaikum.... ". Ucap Anisa.
Lastri yang mendengar salam dari Anisa langsung menjawabnya.
" Waalaikum salam warrohmatullah... Anisa.... ". Ucap Lastri sedikit terkejut.
" Nyai Guru... Makanlah walau sedikit... Dari kemarin Nyai Guru belum makan apa-apa... ". Ucap Anisa sambil menyerahkan makanan yang beruma bubur ayam buatannya.
" Terima kasih nak... Tapi aku tidak lapar... ". Ucap Lastri menolak.
" Nyai Guru... Jika tidak makan ketika Guntur tersadar nanti pasti akan sangat marah... Aku tahu Guntur orang yang seperti apa... Apa Nyai Guru mau kalau Guntur marah dan sedih melihat Nyai Guru yang seperti ini... ". Ucap Anisa.
Lastri pun menggelengkan kepalanya " Tidak nak... Yasudah, aku akan makan... Tunggulah disini, aku akan makan didepan... ". Ucap Lastri sambil beranjak dari duduknya dan menerima bubur ayam itu lalu berjalan keluar dari kamar.
Anisa langsung duduk dikursi samping ranjang Guntur dan melihat Guntur yang masih terbaring sambil termenung.
Guntur yang tidak sadarkan diri dengan perlahan sudah mulai tersadar sejak Anisa duduk dikursi itu. Dia sengaja tidak bergerak, disamping masih merasakan lemas dan lelah Guntur juga ingin mengetahui respon dari Anisa yang belum menyadari jika dirinya sudah sadar.
" Guntur... Mau sampai kapan kau tidak sadarkan diri seperti ini... ".
" Apa kau tahu jika dia, Srikandi Aksara telah menampakan dirinya dan berjuang membantumu kemarin bersamaku... ".
" Apa kau juga tahu jika aku sebenarnya tidak ingin ada gadis lain yang akan mendampingimu kelak... Tapi... Aku juga menyadari jika aku dan dia memiliki.... Memiliki takdir yang sama yaitu menjadi pendampingmu... ".
" Guntur... Sebenarnya aku sangat menyukaimu dan mencintaimu... Aku ingin kau segera menikahiku agar aku bisa selalu berada disisimu... Juga jika kau sudah membuka semua pintu jawara dengan sempurna... ".
" Aku... Aku... Aku ingin kau menikahi gadis itu juga... Guntur aku ikhlas... Aku rela... Tapi hanya dia saja... Aku tidak mau ada yang lain lagi... ".
" Guntur... Sadarlah... Aku... Aku.... ". Jelas Anisa sambil meneteskan air matanya.
Tanpa Anisa sadari, Guntur membuka kedua matanya dan tersenyum sambil melihat Anisa yang sedang menunduk.
" Sungguh berat beban yang dialami Anisa... Pasti sakit rasanya... Wanita mana yang mau ada gadis lain yang menjadi bagian darinya... Hahhhh... Aku sebenarnya juga tidak mau tapi jika aku tidak melakukannya maka gadis itu juga akan lebih sakit lagi karena gadis juga sudah menjadi bagian dariku dan Anisa... ". Gumam Guntur dalam hati.
" Jika demikian, aku tidak akan menikah selain dari kalian... ". Ucap Guntur sambil tersenyum.
Seketika Anisa yang semula menunduk langsung melihat kearah Guntur.
" Gu-Guntur... Se-sejak kapan... ". Ucap Anisa gugup.
" Hmm... Sejak kau mulai duduk disitu... ". Ucap Guntur dengan santai.
" Berarti.... ". Ucap Anisa terkejut.
" Ya... Aku mendengar semuanya... ". Ucap Guntur.
" Astaghfirullah... Kenapa kau tidak langsung bangun dan... Argh... ". Ucap Anisa malu dengan kata-katanya tadi.
" Anisa... Bukan karena apa-apa... Tapi aku juga merasakan hal yang sama denganmu malah, sejak aku melihatmu untuk pertama kalinya dulu.... ". Ucap Guntur dengan senyuman.
" Gu-Guntur... A-aku... ". Ucap Anisa gugup dan malu.
" Cewek tomboy kok nangis... ". Ucap Guntur.
" Iihhhhh.... Udah ahh... Aku pergi saja... Ngeselin banget sih... ". Ucap Anisa sambil beranjak berdiri dan menyeka air matanya.
" Heii... Mau kemana... Bantu aku untuk duduk ". Tanya Guntur.
" Dihh... Bukan muhrim... ". Ucap Anisa sambil berjalan keluar dari kamar.
" Ehh.. Benar juga ya... ". Gumam Guntur sambil cengengesan.
Akhirnya Guntur hanya bisa pasrah dengan itu dan mencoba untuk bangun dari ranjangnya secara perlahan.
Setelah berhasil untuk duduk, Guntur merasakan seluruh tubuhnya seperti remuk.
" Astaghfirullah... Sakit semua badanku... ". Gumam Guntur pelan.
" Guntur!!? ". Ucap Lastri yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya karena mendengar dari Anisa kalau sudah sadar.
Lastri langsung memeluk cucunya itu " Alhamdulillah.... Akhirnya kau sudah sadar.... ". Ucap Lastri.
" Iya nek... ". Ucap Guntur sambil membalas pelukan Lastri.
" Gimana nak... Apa masih ada yang sakit, pusing, atau bagaimana.... ". Tanya Lastri sambil melepaskan pelukannya dan melihat Guntur dengan teliti.
" Tidak ada nek... Aku baik-baik saja... Hanya saja tubuhku sedikit pegal karena kebanyakan tiduran... ". Ucap Guntur menenangkan Lastri.
" Syukurlah... Nenek akan ambilkan makan untukmu ya... Tunggu sebentar... ". Ucap Lastri sambil beranjak tapi Guntur melarangnya.
" Tidak nek... Aku tidak lapar... ". Ucap Guntur.
" Tapi kau baru saja sadar nak... Pasti akan lapar... ". Ucap Lastri khawatir.
" Nek... Aku tidak apa-apa dan belum lapar... Nanti kalau lapar juga aku makan sendiri nek... ". Ucap Guntur.
" Baiklah... ". Ucap Lastri pasrah.
Setelah itu Guntur dan Lastri berjalan ke teras gubuk dan mereka duduk lesehan disana. Saat itu juga Guntur dapat melihat sebuah array pelindung yang mengelilingi padepokan.
" Hm.. Array pelindung tingkat Maha Guru 7 lapis... ". Gumam Guntur pelan tapi masih bisa didengar oleh Lastri.
" Ehh... Guntur... Apa kau bisa melihat aray itu...? ". Tanya Lastri terkejut.
" Iya nek... Siapa yang membuat semua itu nek... Setau aku hanya nenek Pahing yang bisa membuat array pelindung tingkat Maha Guru... ". Ucap Guntur penasaran.
" Eh... I-itu... Hmm... Iya Guntur... Nenekmu Pahing yang membuat semua itu... Sebenarnya nenekmu Pahing tidak mau membuat array pelindung tingkat Maha Guru tapi yahhh kakekmu yang mendesaknya jadi mau tidak mau... Hehehe... ". Ucap Lastri.
" Jadi begitu ya... ". Ucap Guntur.
" Guntur apa kau tidak merindukan mereka? ". Tanya Lastri penasaran.
" Hmm... Sebenarnya aku merindukan mereka tapi aku juga tidak mau membuat mereka kecewa... Aku hanya diperbolehkan untuk bertemu mereka kalau aku sudah membuka semua pintu Jawaraku... ". Ucap Guntur.
" Jadi begitu... Baiklah, selama itu belum terwujud kau bisa bersama dengan kami semua... ". Ucap Lastri sambil tersenyum.
" Benar nek malah disaat aku sudah membuka semua pintu Jawara pun aku juga akan sering menjenguk nenek... Hehehe ". Ucap Guntur.
" Terima kasih nak.... ". Ucap Lastri bahagia.
" Oh iya Guntur... Maukah kau untuk memotong rambutmu? Supaya makin tampan... Hihihi ". Ucap Lastri lagi.
" Hmm... Baiklah tapi siapa yang akan memotong rambutku.... Aku tidak mau kalau nanti kepalaku petak jika asal potong seperti nenek Pahing dulu saat memotong rambutku... ". Ucap Guntur kesal mengingat kejadian dulu saat dicukur rambutnya oleh nenek Pahing yang asal cukur.
" Ehh... Benarkah itu nak? ". Tanya Lastri tidak percaya.
" Bener nek... Sampai ibu kalau melihatku menangis karna ketawa.... ". Ucap Guntur kesal.
" Ahahahahaa.... ". Tawa Lastri langsung pecah membayangkan semua itu.
" Lah... Nenek malah ketawa... ". Ucap Guntur.
" Ahahaha... Maaf-maaf... Yasudah ikut nenek ke tukang cukur teman nenek... Hari ini kita jalan-jalan keluar padepokan... Bagaimana? ". Ucap Lastri.
" Hm... Baiklah... Tapi mampir ke pasar ya nek aku mau beli singkong.... ". Ucap Guntur.
" Baiklah... Yasudah siap-siap dulu sana... Masa kusut begitu... ". Ucap Lastri.
" Siap nek.... ". Ucap Guntur yang langsung berjalan ke dalam gubuknya untuk mandi.
Lastri hanya tersenyum senang melihat Guntur yang nampak sudah membaik. Lastri sudah tau kalau Guntur sangat suka dengan singkong rebus dan juga sambal bawang, jadi sudah tidak heran untuknya mendengar kalau Guntur ingin beli singkong dipasar nanti. Anisa menceritakan semua tentang Guntur yang dia tau. Maka dari itu Lastri sangat bersyukur kalau Guntur menjadi orang yang sederhana.
_***_
Sore harinya saat sebuah mobil mewah berwarna ungu memasuki padepokan. Mobil itu adalah mobil milik Lastri. Begitu mobil itu terparkir Lastri dan juga Guntur turun dari mobil.
" Nenek... Aku malu dengan rambutku ini... Terasa sangat aneh... ". Ucap Guntur malu.
Penampilan Guntur sangat berbeda dari yang sebelumnya. Mulai dari rambut yang semula panjang sepinggang kini menjadi pendek dengan potongan model spike pendek rapi. Dengan begitu aura ketampanan Guntur sangat terpancar dan akan membuat siapapun yang melihatnya akan tidak menyangka kalau dia adalah Guntur.
Lastri juga membelikan banyak baju dan celana untuk Guntur. Entah itu pakaian biasa sampai yang formal seperti jas dan seperangkatnya. Jam tangan, sepatu, topi, masih banyak lagi yang Lastri belikan.
Lastri yang mendengar cucunya berkata seperti itu tersenyum " Nak... Bahkan dengan ayahmu saja kau jauh lebih tampan daripadanya... Tenanglah... ". Ucap Lastri.
" Huh... Baiklah.... ". Ucap Guntur sambil mengeluarkan sekarung singkong yang Guntur beli di pasar tadi.
" Ehh... Sudah Guntur itu nanti suruh murid atau guru saja yang bawakan... ". Ucap Lastri sambil melarang Guntur membawanya ke gubuknya.
" Tidak nek... Ini aku yang beli dan aku yang makan jadi aku harus bertanggung jawab untuk hal seperti ini... Kasihan mereka... ". Ucap Guntur sambil berjalan sambil mengendong karung besar yang didalamnya berisi lebih dari 30 kg itu.
" Huh... Cucu, anak, dan suaminya sama saja... Keras kepala... ". Gumam Lastri menggelengkan kepalanya sambil berjalan dibelakang Guntur.
Untung saja padepokan dalam keadaan sepi sore itu jadi kegiatan mereka tidak ada yang mengetahuinya.
Sesampainya di gubuk, Guntur lekas merebus singkong yang dia beli itu secukupnya. Sedangkan Lastri juga membantu Guntur mengolahnya.
Beberapa saat kemudian singkong itu telah matang lengkap dengan sambal bawang dan juga ayam yang Lastri beli di pasar tadi. Mereka mulai makan dengan itu. Terasa kesederhanaan yang selama ini Lastri belum pernah rasakan. Tanpa terasa air mata Lastri mengalir. Guntur yang makan dengan lahap melihat neneknya menangis pun mengerutkan keningnya.
" Nek... Kenapa menangis... ". Tanya Guntur penasaran.
" Nak... Apakah seperti ini rasanya jadi orang kalangan bawah? ". Ucap Lastri sambil menyeka air matanya.
" Hm... Ya nek... Seperti inilah ketika aku saat tinggal di puncak bukit dulu bersama dengan nenek Pahing dan juga ibu... ". Ucap Guntur yang menghentikan makannya.
" Jujur, seumur umur nenek belum pernah merasakan makanan dan suasana seperti ini... ". Ucap Lastri malu dengan Guntur.
" Nek... Selama kita itu selalu bersyukur dengan apa yang diberikan-Nya untuk kita itu adalah nikmat yang luar biasa... Makanan seperti ini juga nikmat luar biasa untuk kita nek... Masih banyak orang diluar sana yang lebih menderita darpada kita... ". Ucap Guntur tersenyum.
" Benar nak... Kau benar... Selama ini nenek sering melupakan mereka dengan apa yang nenek miliki... ". Ucap Lastri malu dengan semua yang Lastri miliki.
" Nek... Mulai sekarang berbagilah nek... Harta, tahta, anak, semua yang kita miliki itu adalah titipan jadi sewaktu waktu bisa saja diambil lagi oleh-Nya... Dari apa yang kita miliki itu juga ada hak untuk mereka yang membutuhkan... ". Ucap Guntur.
" Nenek mengerti nak... Terima kasih sudah mengingatkan nenek... ". Ucap Lastri sambil tersenyum.
" Iya nek... Sekarang lanjut makan lagi... ". Ucap Guntur lanjut makan bersama Lastri.
Beberapa saat kemudian Lastri memutuskan untuk kembali ke kediamannya karena mendapat panggilan dari Aji untuk membantu dalam urusan bisnis keluarga Samudra.
Jadi hanya Guntur sendirilah yang berada digubuknya. Guntur juga langsung melatih tubuhnya kembali denga alat-alat buatannya.
_***_
Sementara itu di keluarga Jin.
Diteras samping terdapat sebuah taman yang cukup asri serta terdapat cukup banyak burung-burung dari berbagai jenis peliharaan kakek Jin yang saling bersautan menambah kesan keasrian dalam kediamannya.
Kakek Jin sedang menikmati teh di teras itu. Nampak dari kejauhan Jin Shu berjalan mendekati ayahnya.
" Ayah... ". Ucap Jin Shu.
" Huh... Shu'er... ". Gumam kakek Jin pelan.
" Setelah ayah pulang dari padepokan pancanaka, kenapa ayah nampak sangat serius... Sebenarnya ada apa? ". Tanya Jin Shu sambil duduk disamping ayahnya itu.
" Itu karena cucumu itu... ". Ucap kakek Jin.
" Huh... Cucu? Ayah... Jangan bercanda... Aku masih 20 tahun mana mungkin aku punya cucu.... ". Ucap Jin Shu tidak percaya.
" Shu'er... Kau pasti tidak akan tau akan hal ini karena kau masih didalam perut ibumu... Cucu yang ayah maksud adalah anak dari kakakmu Jin Yue... Yue punya anak yang namanya Panji... Ternyata sebelum keponakanmu Panji itu gugur dalam tugasnya, dia sudah menikah diam-diam dan sudah mempunyai seorang anak laki-laki... ". Jelas kakek Jin.
" Jadi karena itu ayah dan keluarga Samudra mencari keberadaan anaknya Panji itu selama 20 tahun ini? ". Tanya Jin Shu.
" Benar... Ternyata sudah hampir 2 bulan ini dia berada di padepokan pancanaka milik kakakmu Aji... Baru terungkap identitasnya kemarin... ". Ucap kakek Jin.
" Ehh... Serius ayah...? ". Ucap Jin Shu.
" Iya... Dan anak itu ternyata mempunyai kekuatan yang sangat abnormal.... Seorang Aksara sempurna dan Jawara pintu ke 3...". Ucap kakek Jin.
" Astaga... Serius ayah... Tapi dengan 2 kekuatan itu kenapa ayah terus memikirkannya? Apa ini soal kita yang sebagai seorang kultivator? ". Tanya Jin Shu.
" Bukan itu yang ayah pikirkan... Justru dengan kekuatan itu ayah merasakan kalau anak itu akan memikul beban yang sangat berat di masa depan... ". Ucap kakek Jin dengan serius.
" Hm... Ayah sebaiknya jangan terlalu memikirkannya... ". Ucap Jin Shu.
" Hahhhhh... Walaupun begitu ayah akan selalu kepikiran dengan hal itu... Anak itu juga bagian dari keluarga kita... Mana mungkin ayah tidak memikirkannya.... ". Ucap kakek Jin.
" Hm.. Benar juga... Tapi untuk sekarang jangan terlalu memikirkannya... Aku takut kalau ayah nanti akan sakit jika terus memikirkan ini... ". Ucap Jin Shu.
" Kau benar Shu'er... ". Ucap kakek Jin.
" Tapi ayah, siapa nama anak itu... ". Tanya Jin Shu.
" Dia bernama Guntur Samudra dan ayah sudah memberikan nama dari keluarga kita yaitu Jin Bun.... ". Ucap kakek Jin dengan senyum.
" Guntur Samudra atau Jin Bun... Aku akan mengingat nama itu... ". Gumam Jin Shu dalam hati.
" Baiklah kalau begitu ayah istirahat dulu... ". Ucap Kakek Jin sambil beranjak dan berjalan ke dalam rumah.
" Iya ayah.... ". Ucap Jin Shu.
" Aku penasaran... Seperti apa orangnya ". Gumam Jin Shu dalam hati.
Setelah itu Jin Shu berjalan kembali ke kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments