Setelah berjalan cukup lama Guntur pun belum menemukan tempat dimana padepokan itu berada dan sekilas hanya berputar putar tak tentu arah karena bingung dengan daerah itu.
" Ini... Kenapa aku hanya berputar putar saja... Hmm... Tanya orang sajalah, " gumam Guntur pelan.
Setelah Guntur menanyakan lokasi padepokan itu yang ternyata padepokan itu terletak di daerah sudut timur kota Batavia dan posisi Guntur sekarang tepat ditengah kota jadi haruslah berjalan lagi kearah timur untuk menemukan padepokan itu.
Tidak mau memperpanjang waktu Guntur pun berlari kearah timur. Guntur yang sudah terbiasa dengan berjalan dan berlari jadi tidak mengeluh dan hanya merasakan sedikit lelah saja setelah perjalanan jauh dari rumahnya ke kota tersebut.
Saat hari sudah mulai sore dan Guntur pun beristirahat disebuah masjid pinggir jalan raya. Dan saat sedang menikmati istirahatnya ada orang bertanya kepada Guntur.
" Assalamualaikum, " salam orang tersebut dan juga tersenyum melihat Guntur.
" Waalaikum salam warrohmatullah, " jawab Guntur juga tersenyum.
" Maaf kalau bapak lancang nak tapi bapak lihat kamu seperti sedang bingung... Kalau boleh tau kamu dari mana mau kemana nak," ucap pria setengah baya.
" Ahhh.... Iya pak tidak apa-apa.... Saya dari kampung pak cukup jauh dari sini dan saya ingin ke padepokan pancanaka tapi malah tersesat terus dan belum ketemu pak, " ucap Guntur sambil tertunduk lesu.
" Ohh padepokan itu... Iya iya bapak tau nak itu sebenarnya tidak jauh dari sini dan kenapa kamu sering tersesat dan hanya berputar-putar saja itu karena padepokan itu memiliki pelindung yang mana orang yang akan ke sana untuk pertama kali pasti merasakan seperti itu dan itu adalah ujian pertama, kalau kamu kuat mentalmu kamu pasti sampai sana nak... Yang terpenting Bismilah saja nak dan kuatkan mentalmu... Ohh iya jangan berfikir yang aneh-aneh tentang padepokan itu kalau kamu ingin cepat sampai, " jelas pria itu.
" Pantas saja dari pagi hanya berputar putar tidak jelas begini, " gumam Guntur lirih.
" Jadi begitu ya pak... Tapi kenapa bapak bisa tau padepokan itu, " ucap Guntur.
" Hehe... Bapak alumni sana nak.... Ohh iya... Nama bapak Adi Prawira panggil saja Adi, " ucap pak Adi.
" Ehh... Berarti bapak sudah lulus pantas saja ada aura Jawara yang kuat pada diri bapak... Ahhh iya pak dan namaku Guntur Ardumas pak, " ucap Guntur.
" Ahh iya nak Guntur.... Dan bapak lihat kamu juga seorang jawara nak Guntur hmmm.... Pintu ke 3 yaa, " ucap Adi sambil menatap Guntur.
" Heheh iya pak, " ucap Guntur cengengesan.
" Wah hebat diumur kamu yang masih muda seperti ini sudah membuka pintu ke 3 dan apa sebelumnya nak Guntur pernah berguru pada seorang Jawara? " tanya pak Adi.
" Hehe... Iya pak itu nenek saya tapi karena sudah sepuh dan pensiun jadi nenek menyuruhku untuk belajar di padepokan itu supaya lebih kuat lagi, " jelas Guntur.
" Hmm... Anak yang berbakat... Diumur segini sudah pintu ke 3... Aku saja diumur segitu masih ditahap awal malah belum membuka pintu pertamaku.... Apa sebaiknya aku antar saja ya... Iya deh aku antar saja, " gumam pak Adi dalam hati.
" Ohh gitu... Yasudah gini saja bapak antar saja gimana soalnya bentar lagi gelap nak Guntur bakalan tambah repot nantinya, " ucap pak Adi.
" Alhamdulillah... Baiklah pak... Tapi sebelumnya terima kasih banyak ya pak, " ucap Guntur kesenangan.
Bapak itu pun akhirnya mengantarkan Guntur ke padepokan pancanaka dengan mobilnya.
Selama diperjalanan pak Adi banyak cerita tentang padepokan itu. Dimana semua murid di gojlok sampai benar-benar menjadi seorang jawara yang kuat dan tangguh.
" Ohh... Iya nak Guntur bapak lupa, maaf lho ini kan padepokan itu belum membuka penerimaan murid baru dan kalau tidak salah pembukaannya itu sktr 6 bulan lagi.... Terus gimana, " ucap pak Adi sambil melihat Guntur.
" Masya Allah.... Terus gimana dong pak... Hmm... Yasudah tidak apa-apa pak yang penting aku sampai di sana dulu saja untuk melihat padepokan itu... Jujur aku sangat penasaran pak, " ucap Guntur yang sedikit kecewa.
" Hmmm... Yasudah bapak anterin saja, " ucap pak Adi sambil terus mengemudikan mobilnya.
Beberapa saat pun telah berlalu dan akhirnya Guntur sampai juga di tempat yang akan dia masuki sebagai seorang murid Jawara di Padepokan Pancanaka.
" Alhamdulillah... Nah nak Guntur kita sudah sampai tuh Padepokan Pancanaka, " ucap pak Adi sambil menunjukan sebuah pintu gerbang berwarna putih dan coklat bertuliskan Padepokan Pancanaka yang lumayan besar.
" Alhamdulillah, " ucap Guntur senang.
" Yasudah bapak langsung saja soalnya bapak ada perlu ba'dha maghrib nanti, " ucap pak Adi sambil tersenyum.
" Hmm.... Terima kasih banyak pak sudah mengantarkan saya sampai di padepokan ini, " ucap Guntur lantas turun dari mobil.
" Sama-sama nak Guntur... Bapak tinggal dulu... Assalamualaikum, " salam pak Adi.
" Waalaikum salam, " jawab Guntur dan melihat mobil pak Adi menjauh dari Guntur.
" Alhamdulillah.... Hmmm... Masuk tidak ya.... Masuk sajalah, penasaran aku, " gumam Guntur pelan.
Guntur pun berjalan mendekati pintu gerbang padepokan dengan rasa senang dan juga penasaran.
Didalam Padepokan
Nampak seorang murid laki-laki berlari untuk menemui gurunya untuknya melapor karena saat dirinya sedang berjalan untuk kembali ke asramanya dia melihat orang asing yang berdiri didepan pintu gerbang padepokan menatap padepokan dengan senyuman aneh. Sang murid sendiri takut kalau orang itu adalah musuh karena dia bisa merasakan aura seorang jawara pintu ke 3 itu sangat kuat dan berbeda dengan yang lainnya.
Sang murid sendiri tidak berani untuk bertanya kepadanya karena merasakan aura itu. Dengan segera dia melapor kepada gurunya begitu dia melihat gurunya yang sedang berjalan.
" Guru.... Hah... Hah... Guru Ragil, " teriak sang murid cukup keras.
Gurunya yang mendengar itu pun langsung berhenti dari jalannya dan mengerutkan alisnya melihat muridnya tampak panik kearahnya.
" Kenapa? " ucap Ragil dengan heran.
" Maaf guru kalau tidak sopan tapi diluar pria aneh yang menatap padepokan kita dengan tatapan yang aneh aku takut kalau orang itu berbuat yang tidak, " ucap Murid itu terpotong oleh Ragil.
" Kenapa tidak kamu bertanya kepadanya dan malah berlari mencariku? " tanya Ragil.
" Aku tidak berani guru soalnya orang itu di pintu ke 3 dan auranya sangat kuat berbeda dengan yang lainnya di pintu yang sama, " ucap sang murid.
" Ehh... Hmm... Ridwan antar guru ke sana, " ucap Ragil.
" Baik guru, " kata murid itu yang bernama Ridwan.
Segera mereka berjalan kearah pintu gerbang tidak lama setelah itu dan benar saja Ragil melihat nampak seorang laki-laki aneh dan mencurigakan. Ragil juga terkejut saat merasakan aura dari pemuda itu.
" Pintu ke 3 tapi auranya sangat besar, kuat dan sangat murni, terlebih lagi dia juga masih remaja... Anak yang berbakat dan aku tidak merasakan niatan buruk darinya... Hmm, " gumam Ragil pelan tapi masih bisa didengar oleh Ridwan disebelah kirinya.
" Ridwan cepat buka pintu gerbang, " ucap Ragil.
" Baik guru, " kata Ragil dan langsung berlari dan membuka pintu gerbang.
Krieeeeeekkkkkk...... Pintu yang terbuat dari besi itupun terbuka.
Guntur yang sedang cengengesan sendiri itu pun terkejut saat pintu gerbang padepokan itu terbuka dan tidak menyangka kalau 2 orang yang dia lihat itu akan membukakan pintu gerbang padepokan itu.
Nampak terlihat oleh Guntur 2 orang yang satu masih muda dan yang satunya pria dewasa berjalan kearahnya.
" Assalamualaikum, " salam Guntur dengan sopan.
" Waalaikum salam, " jawab mereka serempak.
" Eh, " ucap Ridwan.
" Maaf sebelumnya kalau saya mengganggu, " ucap Guntur dengan sopan.
" Iya... Tidak apa-apa tapi ada keperluan apa kamu kesini? " tanya Ragil sambil memperhatikan Guntur dengan waspada.
Guntur yang dilihat oleh mereka berdua pun hanya menggelengkan kepalanya saja karena dia tau dengan tampilannya yang seperti seorang gelandangan.
" Maaf... Aku ingin jadi murid di padepokan ini, " ucap Guntur.
Mendengar ucapan dari Guntur, Ragil sangat terkejut dan tidak percaya akan hal itu karena orang-orang yang ingin jadi murid di padepokan ini itu melalui proses pendaftaran dan yang pasti saat padepokan sudah membuka pengumuman akan penerimaan murid baru terlebih para calon murid itu belum membuka pintu jawara mereka kalaupun ada itu di pintu pertama itu pun sangatlah jarang terjadi dan juga dengan proses dan melewati ujian yang super ketat dan sangat berat. Maka dari itu hanya sedikit saja para calon murid yang lulus dari ujian tersebut.
Ragil yang langsung tahu akan kejujuran dan ketulusan dari ucapan Guntur pun tersenyum dan ingin menguji seberapa besar keinginannya untuk bisa menjadi bagian daripada padepokan ini.
" Kembalilah 6 bulan lagi, " ucap Guntur dengan tegas.
" Astaghfirullah... Itu masih lama lantas aku harus bagaimana untuk menunggu 6 bulan lagi! " kata Guntur kecewa.
" Itu bukan urusan kami... Pulanglah dan kembali 6 bulan lagi, " ucap Ragil.
" Apa... Pulang...? Astaga aku datang jauh-jauh untuk datang ke sini setelah sampai malah diusir, " gumam Guntur pelan.
Ragil mendengar gumaman Guntur itu langsung tersenyum.
" Aku ingin lihat bagaimana caramu untuk bisa masuk ke padepokan... Hei ayolah... Aku tau kau itu cerdas pikirkanlah caranya, " gumam Ragil dalam hati.
Guntur pun berfikir keras bagaimana caranya untuk mendapatkan solusi dari masalah ini.
" Duh... Bagaimana ini... Tidak mungkin aku kembali dan itu jauh sekali... Hmmm... Eh sebentar dulu... Bila itu untuk menjadi murid butuh 6 bulan lagi... Tapi kalau.... Ahahahah ternyata aku sangat jenius, " gumam Guntur dalam hati yang tanpa sengaja Ragil melihat melihat senyuman di bibir Guntur pun ikut tersenyum juga karena dia tau kalau Guntur anak yang cerdas dan juga bijak.
" Jika aku kembali lagi setelah 6 bulan apakah aku akan menjadi murid disini? " tanya Guntur.
" Itu tergantung apakah kamu bisa melewati ujian atau tidak dan ujian itu sangat ketat dan sangat berat, " ucap Ragil.
" Benar juga tidak mungkin tidak ada ujian masuknya, " gumam Guntur dalam hati.
" Baiklah tapi aku ingin sekarang agar bisa masuk di padepokan ini, " ucap Guntur.
" Lalu? " tanya Ragil.
" Aku sekarang datang tidak untuk tidak meminta menjadi murid tapi aku datang untuk melamar pekerjaan di padepokan ini, " ucap Guntur.
Ridwan mendengar itu sontak langsung terkejut tapi Ragil malah tersenyum mendengar ucapan Guntur.
" Anak yang cerdas... Kebetulan disini sangat membutuhkan tukang sapu... Hehehe, " gumam Guntur dalam hati.
" Baiklah tapi dengan 1 syarat, " ucap Ragil.
Ridwan yang melihat dan mendengar itu pun hanya bengong dalam diamnya.
" Apa? " tanya Guntur lantang.
Setelah mendengar itu Ragil tersenyum dan langsung melesat kearah Guntur untuk menyerangnya.
Guntur yang sudah tau alur dari permainan Ragil pun tidak tinggal diam dan langsung ikut melesat menyerang Ragil.
Terjadilah perkelahian antara Ragil melawan Guntur.
Ragil langsung mengincar kepala Guntur pun melesatkan pukulannya akan tetapi dengan sigap Guntur langsung menangkisnya. Lalu Guntur dengan cepat membalas dengan pukulannya ke arah kepala Ragil tapi juga sigap untuk menangkisnya.
Dalam waktu yang hanya beberapa saat mereka sudah saling menyerang dan bertahan juga bertukar jurus mereka.
Cepat dan kuat itulah yang dilihat Ridwan yang telah menjadi saksi mata untuk pertarungan mereka.
" Astaga... Dia bisa mengimbangi Guru walaupun Guru tidak mengeluarkan semua kekuatannya tapi sepertinya dia juga begitu... Mereka hanya menggunakan fisik saja tanpa kekuatan jawara mereka... Siapa dia dan kenapa aku melihat mereka malah tersenyum seolah olah menikmati pertarungan itu, " gumam Ridwan yang tidak percaya melihat itu.
" Siapa namamu? " tanya Ragil sambil bertukar jurus melawan Guntur.
" Guntur... Guntur Ardumas, " kata Guntur juga sambil bertukar jurus melawan Ragil.
Guntur sengaja membalikan nama belakangnya yang mana dia orang yang dicari oleh semua keluarga Samudra dan juga keluarga Jin. Jin adalah marga dari Lastri. Nama asli Lastri adalah Jin Yue yang mana bukan pribumi nusantara tapi dari negara Luar yaitu negara Tirai Bambu yang bermigrasi sejak ratusan tahun yang lalu. Setelah menikah dengan Aji Samudra dan masuk ke agama Islam nama Jin Yue diganti dengan Nama Lastri, Lastri Nur Azizah.
Guntur tidak mau identitasnya diketahui oleh orang lain dan membiarkan mereka semua tau dengan sendirinya.
" Siapa Gurumu dan darimana asalmu? " tanya Ragil yang masih bertukar jurus.
" Tidak penting siapa Guruku dan asalku, beliau hanya memberiku amanah untuk belajar dan berguru untuk menjadi seorang jawara yang kuat dan tangguh di padepokan ini, " ucap Guntur.
Setelah itu mereka pun berhenti dari pertarungan itu.
" Kuat " gumam Guntur dalam hati yang mana Ragil juga mengatakan itu didalam hatinya.
" Mulai besok pagi kamu mulai bekerja disini dan pekerjaanmu hanya menyapu semua halaman padepokan kecuali di wilayah wanita... Paham? " ucap Ragil tegas.
" Baik... Terima kasih guru, " ucap Guntur senang.
" Ragil " ucap Ragil memberi tahu namanya kepada Guntur setelah itu menoleh kearah Ridwan yang tampak bengong melihat mereka.
" Ridwan, antar Guntur di gubuk paling ujung di padepokan, " ucap Ragil dan langsung pergi meninggalkan mereka.
" Ehh... Gubuk paling ujung? Bukannya itu gubuk yang sudah lama tidak terpakai dan juga gubuk yang ditakuti dan di jauhi oleh para murid, " gumam Ridwan.
" Baik guru.... Ayo mas aku antar ke gubuk mas, " ucap Ridwan.
" Guntur... Itu namaku, " ucap Guntur sambil tersenyum ramah.
" Hmm... Baiklah... Mas Guntur ayo keburu gelap, " ucap Ridwan berjalan masuk ke padepokan sedangkan Guntur hanya mengekor dibelakangnya.
Tanpa mereka sadari sang srikandi bercadar memperhatikan mereka dari awal sampai akhir di atas pohon mangga yang lumayan tinggi dibalik pagar sudut timur padepokan.
" Siapa dia... Kenapa aku merasakan dia mempunyai aura jawara yang sangat murni, " gumam Srikandi Bercadar setelah itu dia melesat kembali ke gubuknya yaitu gubuk paling ujung di wilayah wanita.
Padepokan Pancanaka memiliki aturan yang sangat ketat. Walaupun dalam latihan atau misi mereka bisa lakukan bersama antara laki-laki dan perempuan tapi untuk tempat tinggal mereka terpisah. Padepokan ini juga sangatlah luas yang mana memiliki luas kurang lebih sekitar 7 hektar yang dikelilingi tembok besi yang tingginya mencapai 5 meter. Banyak sekali bangunan di padepokan ini antara lain seperti bangunan aula, asrama putra dan putri dan juga para guru yang jumlahnya ratusan, tempat latihan dimana bisa menampung ribuan murid, kantin, gedung pengambilan misi, kantor, gedung olah raga, arena pertarungan untuk murid, arena pertarungan gladiator yang hanya untuk turnamen antar padepokan, masjid, gereja, pura, candi, dan masih banyak lagi. Padepokan ini juga memiliki kebun buah-buahan, sayuran, bahkan sawah sendiri.
Yang uniknya di padepokan ini adalah para murid tidak dipungut biaya sepeserpun alias gratis. Semua kebutuhan para murid seperti papan sandang pangan sudah disediakan oleh padepokan maka dari itu para murid hanya diwajibkan untuk mematuhi peraturan dan juga untuk menjadi kuat dan tangguh.
Para murid tidak ada yang merasa iri antar sesamanya karena padepokan ini sangat adil dalam pembagian kebutuhan mereka. Jika ada para murid yang melanggar peraturan maka hukumannya akan sangat berat walaupun itu melakukan kesalahan kecil saja. Murid juga dididik akan kedisiplinannya, sopan santunnya, tata krama, bahkan agama pun ada guru nya sendiri menurut agama masing-masing.
Maka dari itu para murid sangatlah takut akan peraturan padepokan dan merasa sangat puas dengan semua fasilitas yang ada di padepokan ini dan yang pasti takut akan peraturan padepokan. Banyak sekali mata-mata dan cctv yang tersebar di padepokan ini sekalinya murid berbuat salah akan langsung tertangkap dan dihukum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Fatkhur Kevin
up1
2024-02-23
0