" Haiihhh... Bukannya kakek buyut bisa menariknya walaupun dari jauh? " tanya Guntur menggelengkan kepalanya.
" Ahhh... Kakek lupa.... Hehehe, " ucap kakek Jin sambil melambaikan tangannya menarik pedang besar yang menancap di tanah.
Seketika pedang besar itu langsung melesat ke arah kakek Jin dan langsung menangkapnya.
" Tap.... "
" Astaga pedangkuuuuu......!!?? " teriak kakek Jin terkejut.
Ternyata pedang besar itu sudah rompal pada mata pedangnya. Guntur yang melihat itu langsung saja tertawa terpingkal-pingkal.
" Ahahahahaha..... Kakek.... Kenapa pedang kakek jadi ompong.... Ahahahahhaa...... Duhh.... Astaghfirullah, " ucap Guntur sambil mencoba berhenti tertawa.
" Sial... Ini gara-gara toya sialan itu! " ucap kakek Jin dengan kesal.
" Ahahahaha.... Baiklah kakek.... Sini pedangnya aku akan perbaiki, " ucap Guntur.
Kakek Jin pun langsung menyerahkan pedang besarnya kepada Guntur tapi saat Guntur memegang pedang besar itu tiba-tiba terdiam mematung.
Terlihat mata aksara Guntur langsung aktif tanpa kemauannya sendiri.
Semua orang yang melihat pertarungan mereka sudah selesai, mereka berlari kearah Guntur dan kakek Jin.
Seketika mereka terkejut Guntur hanya terdiam mematung dan pupil matanya berubah menjadi putih.
" Ayah... Kenapa Bun'er jadi seperti ini? " tanya Lastri.
" Aku tidak tau Yue'er... Saat dia memegang pedangku tiba-tiba jadi seperti ini... Aku sangat khawatir dengannya, " ucap kakek Jin dengan cemas.
Lastri ingin mendekat dan memegang Guntur tapi Aji segera menghentikan istrinya itu.
" Jangan Nyai... Guntur sedang berada di dimensi lain... Mungkin Guntur sedang melihat perjalanan dari pedang ayah! " ucap Aji yakin akan hal itu.
Sebelumnya Aji juga pernah melihat kejadian itu disaat sahabatnya Mugiman saat sedang melihat sesuatu yang beliau pegang dan pupil matanya itu pun berubah menjadi hitam.
Di Dalam dimensi masa lalu.
Guntur yang tiba-tiba berada di suatu hutan yang sangat lebat. Nampak pohon-pohon besar yang menghiasi hutan itu. Bahkan sinar matahari pun sedikit saja yang bisa menyorot sampai kebawah.
" Akhirnya ada dari keturunanku yang datang kesini, " ucap suara kakek tua di belakang Guntur.
Seketika Guntur pun langsung menoleh ke belakang dan mendapati seorang kakek tua yang menatap Guntur sambil tersenyum. Seketika itu juga Guntur menambah tingkat kewaspadaannya.
Kakek tua itu memakai busana cina kuno serba putih bersih. Rambut panjang yang terurai rapi pun juga sudah memutih beserta jenggot dan kumisnya yang panjang. Ditangan kanannya terlihat kalau kakek tua itu membawa pedang milik kakek buyutnya.
" Huh... Kakek... Kau siapa? " tanya Guntur penasaran.
" Hohoho... Tenanglah bocah... Aku adalah leluhur pertama dari keluarga Jin... Namaku adalah Jin Lan, " ucap kakek itu sambil mengelus jenggot panjangnya.
" Leluhur pertama? Jin Lan? Lalu dimana ini? Kenapa aku ada disini? Perasaan aku tadi bersama kakek buyut saat selesai bertarung dengannya, " tanya Guntur bingung.
" Asal kau tau aku sudah sangat lama menunggu keturunanku datang ke sini dimana ini adalah masa lalu, " ucap kakek Lan sambil tersenyum.
" APA??? " tanya Guntur terkejut.
" Tenanglah nak... Dari semua keturunanku hanya kau saja yang sanggup datang kesini walaupun itu tidak sengaja... Berhubung kau sudah sampai disini ada hal yang harus kau lakukan dan hanya kau yang sanggup melakukannya, " ucap kakek Lan dengan tenang.
" Melakukan apa? Aku tidak mengerti, " tanya Guntur.
" Nak... Kau akan tau setelah ini, " ucap kakek Lan sambil melambaikan tangannya.
Seketika Guntur melihat peperangan dan juga melihat pedang besar milik kakek buyutnya itu. Semua itu terasa sangat nyata dimata Guntur. Itu adalah kilas balik dari kejadian-kejadian dimasa lampau yang berhubungan dengan pedang besar itu dan keluarga Jin.
Guntur melihat betapa ganasnya peperangan itu, juga betapa ganasnya pedang besar milik kakek buyutnya itu.
Lintasan demi lintasan peperangan pun terlihat. Tidak hanya di peperangan akan tetapi juga Guntur diperlihatkan bagaimana perjalanan dari pedang besar itu dan pemiliknya walaupun terus berganti pemilik sesuai generasi ke generasi. Semua itu terpampang jelas dimata Guntur.
" Kakek Lan... Aku tidak menyangka pedang besar itu sampai seperti ini... Pantas saja aku merasakan aura membunuh yang begitu besar dari pedang itu, " ucap Guntur.
" Benar nak... Sudah tidak terhitung lagi berapa nyawa yang sudah melayang karena keganasan pedang ini, juga pemiliknya di setiap generasi... Maka dari itu aku bilang hanya kau yang bisa melakukannya, " ucap kakek Lan.
" Melakukan apa? Jujur aku tidak mengerti kek, " tanya Guntur.
" Pedang ini sejatinya bernama pedang Bai Hu... Aku lah yang menciptakannya... Aku menciptakan pedang ini dari tanganku sendiri... Aku juga tidak bermaksud untuk membuat pedang ini menjadi pedang segel untuk menyegel energi negatif di setiap korbannya... Itu semua karena generasi ke 2 yaitu anakku sendiri yang membuat segel itu yang mendapatkan bantuan dari adiknya yang mana seorang ahli segel.... Karena mereka berambisi untuk menjadi yang terkuat maka dibuatlah segel itu pada pedang ini dan pedang ini berganti nama menjadi pedang penghisap jiwa.... Sekarang kau harus bisa mengalahkan pedang ini dari pemilik awalnya agar energi negatif yang ada pada pedang ini terbebas dari pedang ini dan kembali ke semestinya, " jelas Kakek Lan.
" Astaghfirullah.... Apaan sih maksudnya? " tanya Guntur pelan.
" Nak... Jika energi itu terus bersemayam didalam pedang itu maka pedang ini akan semakin melemah dan terkikis... Contohnya saat Jin Juan melawanmu dengan pedang ini... Saat pedang ini berbenturan dengan toya milikmu, terjadilah pengikisan yang sangat cepat karena toya milikmu mengandung elemen cahaya darimu, " jelas kakek Lan.
" Tunggu kek... Berarti dengan cara mengalahkan pemilik pertama itu bisa memurnikan kembali pedang itu tapi kenapa? " tanya Guntur dengan heran.
" Benar... Itu karena kesalahanku dan akulah yang mengajarkan mereka menjadi ahli pedang dan ahli segel tapi aku tidak menyangka kedua anakku menjadi menyimpang setelah kepergianku... Aku sengaja memberikan sedikit energi kehidupanku pada pedang ini yang terletak pada ujung pegangan pada pedang ini... Itu karena aku mendapatkan filing akan terjadi sesuatu yang tidak seharusnya terjadi pada keturunanku... Tapi aku juga sangat yakin kalau kelak keturunanku akan menemuiku untuk membebaskan energi negatif pada pedang ini dan karena itulah kau bisa sampai di sini, " ucap kakek Lin.
" Jujur saja aku sampai tidak tau lagi harus bagaimana, " ucap Guntur bingung dengan keadaan yang mendadak ini.
" Guntur... Aku akan membuka segel energi negatif yang sudah diserap oleh pedang ini untuk kau bebaskan dan murnikan... Tapi dengan membuka segel itu maka aku juga akan terpengaruh oleh pedang itu, " ucap kakek Lin dengan serius.
" Ehh... Tapi kek i-itu, " ucap Guntur tergagap tidak percaya dengan ucapan leluhurnya itu.
" Nak... Aku percaya denganmu... Selamatkanlah pedang ini juga keluarga Jin kita, jika tidak aku khawatir energi negatif pada kakek buyutmu akan terserap ke dalam pedang ini, mengingat dialah pemegang pedang ini sekarang... Walaupun kau bukan seorang kultivator tapi dengan kekuatanmu yang aneh itu kau bisa melakukannya, " ucap kakek Lin yang terus meyakinkan Guntur.
" Hahhhhhhh..... Baiklah... Kakek kalau begitu maumu, aku siap sekarang, " ucap Guntur yang sudah yakin dengan itu.
" Baiklah, " ucap kakek Lin yang langsung membuka segel dari pedang tersebut.
Dari pedang tersebut nampak sebuah pola dengan tulisan cina kuno yang Guntur sendiri tidak tau itu apa tapi hampir sama dengan pola Aksaranya.
Dengan terbukanya segel itu maka pedang itu pun langsung berdenging dan mengeluarkan kekuatan yang membuat Guntur sendiri tertekan bahkan ada rasa sedikit takut dan ragu dalam hatinya, tapi ini demi keluarganya maka mau tidak mau harus Guntur lakukan.
" Bismilah.... Toya Aksara... Bertarunglah denganku, " gumam Guntur pelan.
Nampak gelang yang sejatinya adalah Toya Aksara yang asli pun menunjukan wujud aslinya. Begitu toya tersebut melayang didepan Guntur, Guntur pun langsung menggenggam erat Toya Aksara itu.
Sedangkan kakek Lin nampak seperti terasuki oleh sesuatu yang jahat. Kekuatannya melesat jauh lebih kuat bahkan pakaian, rambut, jenggot dan kumis panjangnya pun berubah hitam legam dengan mata merah menyala serta nampak aura yang keluar berwarna hitam legam itu begitu mengerikan.
Pohon-pohon disekitarnya pun langsung layu dan lapuk. Tanah yang dia pijak juga langsung menghitam.
Kakek Lin terlihat seperti iblis yang sangat mengerikan yang siap untuk menghancurkan segala sesuatu disekelilingnya. Yang ada dipikiran kakek Lin hanyalah nafsu angkara.
Kakek Lin dan juga Guntur akhirnya bersiap. Kakek Lin dengan pedang besarnya, Guntur dengan Toya Aksaranya.
Setelah mereka terdiam untuk beberapa saat, mereka mendengar suara ranting yang patah maka mereka pun melesat dengan cepat akan tetapi saat Guntur baru beberapa meter saja tiba-tiba saja kakek Lin sudah berada didepan Guntur untuk menebas leher Guntur.
Guntur yang memiliki reflek yang abnormal beserta instingnya, Guntur berhasil memblokir tebasan pedang kakek Lin akan tetapi, Guntur terpental cukup jauh sebelum berhenti menabrak pohon.
" Claanggggg..... Wuusshhh.... Brrruuuukkkk... "
" Uhuk.... "
Seketika Guntur langsung memuntahkan seteguk darahnya.
" Luar biasa... Hanya begitu saja aku sampai terpental jauh dan terluka dalam, " gumam Guntur sambil berdiri dan menyeka darah yang keluar dari mulutnya.
Saat Guntur baru saja berdiri belum ada 1 detik, tebasan dari kakek Lin sudah mencapai beberapa centi dari kepala Guntur.
Guntur langsung reflek menangkisnya dengan Toya Aksara miliknya tapi lagi-lagi terpental jauh dan berhenti setelah menabrak pohon.
Guntur begitu tidak berkutik, jangankan untuk menyerang, bahkan untuk menghela nafasnya saja sangat susah.
Terus menerus Guntur menjadi bulan-bulanan kakek Lin dengan serangan yang sangatlah kuat, cepat dan senyap.
Entah berapa kali Guntur terpental dan entah berapa mili liter darah yang Guntur muntahkan.
Tidaklah berbentuk selayaknya orang sehat. Itulah yang bisa digambarkan saat melihat Guntur saat ini. Dari pakaian, rambut panjang yang diikat ekor kuda, celana, sudah tidak lagi berbentuk bahkan luka sayatan-sayatan ringan yang didapat dari memblokir dan menahan serangan dari kakek Lin.
Sementara di dimensi cermin.
Semua orang yang melihat Guntur terdiam dibuat tercengang saat Guntur terus menerus memuntahkan darah dari mulutnya akan tetapi tubuh Guntur terus berdiri terdiam. Tidak hanya memuntahkan darah tapi juga tubuhnya dipenuhi luka sayatan benda tajam seperti pedang bahkan sampai di mukanya.
" Astaghfirullah... Guntur! " teriak Lastri panik dan segera untuk membangunkan Guntur, akan tetapi saat tangan kanan Lastri kurang dari 1cm, jari-jari Lastri tersayat seperti tersayat oleh pedang.
Aji yang melihat jari-jari istrinya pun langsung menarik Lastri untuk menjauh.
" Nyai! " ucap Aji panik.
Semua orang pun juga terkejut melihat kejadian itu.
" Yue'er... Kamu tidak apa-apa? " tanya kakek Jin.
" Ayah... Aku tidak apa-apa tapi Guntur bagaimana? " tanya Lastri yang masih panik dan khawatir kepada cucunya itu.
Tiba-tiba tangan yang tersayat itu langsung membiru dan menjalar sampai pada pergelangan tangannya.
" Nyai... Tanganmu! " ucap Aji sedikit keras.
Seketika semua orang melihat tangan Lastri yang membiru.
" Astaga.... Racun.... Cepat ikat tangannya... Jangan sampai terus menjalar sampai ke seluruh tubuh dengan cepat! " ucap Kakek Jin panik.
Aji yang mendengar itu pun langsung menyobek baju yang dia pakai dan langsung mengikat tangan Lastri yang terkena racun.
" Racun apa ini... " ucap Aji kebingungan.
" Astaga... I-ini... " ucap kakek Jin panik.
" Ayah apa kau tau racun apa ini? " tanya Aji.
Kakek Jin langsung mengangguk " Ini racun raja kalajengking merah.... Jika racun ini tidak segera dikeluarkan aku khawatir akan menjalar sampai ke jantung dan tewas secara berlahan walaupun kita sudah menghambat tangan Yue'er dengan cara mengikat pergelangan tangannya tapi itu hanya memperlambat saja... Jin Fang... Segera gunakan tehnik akupuntur untuk... " ucap kakek Jin terpotong.
Sebelum selesai berbicara, semua orang yang ada disitu terhempas dan terpental 100 meter.
" Baaangggggg.... Ngiiiiiinngggg.... Wuuuusshhh.... "
" Huaaakkkk.... " ucap kakek Jin.
" Ugh " ucap Aji.
Segera kakek Jin langsung membuat array pelindung berbentuk kubah dengan kemampuannya.
" Kalian tidak apa-apa? " tanya kakek Jin.
" Yi'er! " teriak Viona saat sadar jika tangan kanan anaknya itu terluka dan sudah tidak sadarkan diri.
Semua orang langsung panik mendengar teriakan Viona. Terlihat kalau Yi'er telah pingsan dalam pelukan Viona.
" Astaga, " ucap Jin Yuan panik melihat anaknya tidak sadarkan diri.
" Ehh... Li-lihat itu, " ucap Jin Huang yang melihat Guntur sangat berbeda.
Mereka langsung melihat ke arah Guntur yang mana Guntur membuka pintu terakhir seorang Aksara.
Nampak semua inti elemen berputar pelan dibelakang punggungnya. Aura keagungan terpancar kuat juga dibalik aura itu juga tersirat kengerian yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Tubuh mereka mematung. Semua perasaan mereka tidak bisa digambarkan lagi.
Beberapa detik kemudian di samping mereka yang terdiam mematung, sebuah portal besar dengan pola aksara jawa kuno berwarna merah muncul dengan tiba-tiba.
Dipuncak bukit.
Anjani yang siang itu sedang mengupas singkong didepan rumah bersama dengan Mbah Pahing.
Entah mengapa saat pagi menjelang sampai siang, perasaannya tidak enak bahkan sampai seperti orang yang sedang khawatir yang sedikit berlebihan, padahal Anjani sendiri tidak pernah merasakan hal yang seperti ini kecuali saat gugurnya suaminya.
" Sudahlah nduk... Kita berdoa saja, semoga tidak terjadi apa-apa, " ucap Mbah Pahing yang mencoba menenangkan anaknya itu.
Sebenarnya Mbah Pahing juga merasakan hal yang sama dengan Anjani, akan tetapi Mbah Pahing menghiraukan dan tidak untuk memikirkannya walaupun berat dia lakukan.
" Mbok... A-aku, " ucap Anjani yang tidak sampai dan meneteskan air matanya.
" Nduk... Sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama, " ucap Mbah Pahing.
Tapi tiba-tiba mereka seperti tersentak. Tubuh mereka bergetar hebat.
" Astaghfirullah.... Guntur! " ucap Anjani yang langsung ambruk di atas tanah.
" Nduk, sepertinya Guntur sedang mengalami sesuatu yang tidak bisa dia tangani selama ini... Bagaimana pun juga Guntur belum berpengalaman akan semua hal di dunia luar... "
" Nduk... Kita akan membantunya kali ini tapi aku juga akan memanggil mereka terlebih Dahulu karena mereka bagian dari Guntur... Kau tunggulah disini sebentar, aku tidak akan lama! " ucap Mbah Pahing yang langsung melesat menggunakan portal dimensi cermin ciptaannya.
Anjani tidak menjawab dan hanya tertunduk lesu sambil terus mengeluarkan air matanya.
Di dalam Bus.
Anisa yang sedang melakukan perjalanan untuk pulang kampung dibuat terkejut karena tanda jawara di bagian dada kiri atas terasa sangat sakit.
Anisa sekuat tenaga menahan rasa sakit itu sambil meringis.
" Astaghfirullah... Sakit sekali.... Ada apa ini? " tanya Anisa pelan.
Tentu saja Anisa merasakan sakit pada dada bagian kiri atasnya karena tanda Jawaranya berada disitu. Keringat pun terus berembes pada pakaian syar'i nya.
Akan tetapi tiba-tiba Anisa mendengar suara disampingnya.
" Srikandi Jawara! " ucap seorang nenek-nenek yang dapat didengar jelas oleh Anisa.
Sontak saja Anisa langsung menoleh ke sumber suara itu. Terlihat seorang nenek-nenek tersenyum melihatnya walaupun Anisa dapat melihat dimana raut wajah nenek-nenek itu sangat mengkhawatirkan sesuatu.
" Waktu kita tidak banyak! " ucap nenek-nenek itu yang langsung memegang pundak Anisa dan langsung menghilang ditelan sebuah portal.
Disebuah kamar.
Nampak seorang gadis bercadar yang sedang duduk di ranjangnya. Entah kenapa sedari pagi gadis itu merasakan perasaan tidak enak dalam hatinya.
Sedari pagi, gadis itu terus saja duduk di atas ranjangnya sambil terus bertadarus untuk menenangkan hatinya yang sedang dilanda tidak enak dan juga khawatir yang cukup mendalam.
Tiba-tiba gadis itu merasakan rasa sakit di bagian dada kanan bagian atasnya karena disitulah tanda aksaranya berada, sampai-sampai dia meringkuk dan menangis. Akan tetapi gadis itu tidak menghiraukan rasa sakit itu dan terus bertadarus walaupun dalam keadaan menangis.
Beberapa saat kemudian ada seorang nenek-nenek disampingnya dan memanggilnya.
" Srikandi Aksara! " ucap nenek-nenek itu sambil tersenyum walaupun tersirat rasa khawatir yang begitu jelas di mukanya.
Sontak gadis itu menoleh kearah nenek-nenek itu.
" Waktu kita tidak banyak! " ucap nenek-nenek itu yang langsung memegang lengan kanan gadis itu dan langsung menghilang ditelan sebuah portal.
Dipuncak Bukit.
Sebuah portal tidak jauh dari Anjani yang terduduk lemas pun muncul. Memunculkan 2 sosok manusia.
" Tunggulah sebentar aku akan menjemput saudarimu! " ucap Mbah Pahing yang langsung menghilang ditelan portal aksara.
Anisa yang mendengar itu hanya terdiam tidak mengerti juga, Anisa menahan rasa sakit yang dideritanya pada tanda jawara yang terletak pada dada bagian kiri atasnya.
Tidak lama setelah itu sebuah portal pun muncul didekat Anisa dan memunculkan 2 orang manusia.
Mbah Pahing langsung berjalan cepat ke arah Anjani yang sedang terduduk lemas dan masih menangis.
" Nduk... Tenanglah... Mereka sudah disini, " ucap Mbah Pahing sambil membantu Anjani berdiri.
Setelah itu Mbah Pahing memapah Anjani menghampiri para Srikandi.
" Maafkan aku karena menjemput kalian secara mendadak... Aku adalah Pahing dan ini Anjani, " ucap Mbah Pahing dengan sopan.
Kedua Srikandi pun langsung terkejut mendengar nama Pahing.
" Sa-sang Pepet! " ucap mereka secara serempak sambil tergagap.
" Benar... Akulah Sang Pepet dan Anjani ini adalah anakku sekaligus ibu dari Guntur... Sang Hyang Aksara., " ucap Mbah Pahing.
Tidak bisa ditutupi lagi, dengan sangat terkejut mereka langsung memeluk Anjani dan Mbah Pahing.
" Saat ini Guntur sedang dalam bahaya dan dia sedang berusaha mempertaruhkan nyawanya... Kenapa tanda kalian terasa sakit, itu karena Guntur sedang merasakan sakit yang luar biasa dan membutuhkan bantuan dari kalian... Hanya kalianlah yang bisa membantu Guntur karena kalian adalah bagian darinya... Srikandi Jawara, Srikandi Aksara! " jelas Mbah Pahing.
Keduanya hanya menganggukkan kepala saja tanda mengerti. Padahal Anisa dan gadis itu tidak saling kenal satu sama lain tapi mereka tahu jika mereka adalah bagian dari Guntur dan akan menjadi pendamping Guntur di masa depan. Itu dikarenakan mereka bermimpi bertemu dengan Mugiman dan juga Panji yang memberikan tanda jawara dan aksara pada mereka dan menjelaskan semuanya.
" Nduk... Kamu mau ikut atau tunggu dirumah? " tanya Mbah Pahing dengan serius.
" Aku ikut mbok, " ucap Anjani dengan yakin.
Walaupun Anjani tidak bisa melakukan apa-apa tapi Anjani yakin kalau akan sangat dibutuhkan.
" Baiklah... Kalian bersiaplah! " ucap Mbah Pahing sambil membuat portal aksara jawa kuno ke dimensi cermin yang Guntur buat.
Setelah portal itu jadi mereka langsung masuk kedalam portal itu secara serempak, lalu dengan cepat portal itu langsung menghilang setelah mereka semua masuk kedalam portal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Endro Budi Raharjo
wah pake portal....ini hrs dikembangkan...
2025-04-15
0