Ragil yang tengah berjalan mengelilingi padepokan di atas gedung yang lumayan tinggi karena tugasnya mengawasi semua murid yang tengah berjaga dan juga tertidur itu pun mengerutkan keningnya saat melihat sosok gadis bercadar melesat didepannya dan berhenti tepat dihadapannya
" Kenapa?" tanya Ragil tenang.
" Padepokan telah kecolongan," ucap Anisa serius.
" APA...!!! Katakan dengan rinci Nis! " ucap Ragil terkejut.
" Mata-mata seorang Kajinan, " Ucap Anisa.
Setelah itu Anisa menjelaskan selengkapnya apa yang dia lihat dan dengar dengan serius dan jujur. Tidak ada suatu tambahan dan pengurangan kata dalam penyampaiannya.
Ragil yang mendengar semua penjelasan dari Anisa pun dibuat geram dan tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar dari juniornya tersebut.
" Sial... Apa pelindungnya sudah rapuh.... Aku harus melaporkan kepada bapak.... Nis jangan sampai berita ini bocor ditelinga semua orang... Sekarang istirahatlah dan juga terima kasih sudah membantu, " ucap Ragil dengan serius.
Anisa yang mendengar itu pun langsung melesat kembali ke gubuknya guna beristirahat.
Sedangkan Ragil pun terdiam mematung memikirkan berita yang sudah dikatakan juniornya tersebut.
" Guntur... Sepertinya aku harus mencari tahu siapa kamu sebenarnya," gumam Ragil yang mulai menyadari tentang Guntur.
Disisi lain Anisa yang sudah sampai dan masuk didalam gubuknya pun langsung merebahkan tubuhnya sambil memikirkan Guntur.
" Guntur... Siapa kamu sebenarnya," gumam Anisa pelan dan langsung menutup matanya untuk tidur.
ALBANTANI
Terlihat sebuah gubuk dipuncak bukit yang cukup tinggi dengan pohon-pohon yang hidup disekitar nampak rimbun dan besar serta fauna yang cukup banyak.
Seorang pria tua yang sedang terdiam bersemedi didalam kamarnya. Pria tua ini dikenal dengan sebutan Mbah Winga dan dia adalah seorang Kajinan.
Kajinan sangat berbeda dengan jawara atau pun aksara dimana kajinan memiliki kekuatan yang bersumber dengan kerja sama dengan bangsa lain yaitu bangsa jin. Tidak banyak populasi dari kajinan tersebut dikarenakan kerjasama dan syarat-syaratnya yang mana pasti menggunakan tumbal untuk sesembahan bagi bangsa lain yang memiliki kerja sama dengan para kajinan. Akan tetapi yang pasti Kajinan termasuk dengan sebutan Bala Kurawa yang keadaannya hanyalah merusak dan menyesatkan. Jika seorang kajinan itu telah sampai pada tingkatan akhir maka akan sangat kuat karena mendapat bantuan dari bangsa jin itu sendiri.
" Brengsekkk! " umpat Mbah Winga sambil meninju meja yang ada didepannya sampai hancur berkeping keping.
" Braakkkkk.... "
Setelah itu Mbah Winga segera melepaskan bola api untuk segera membunuh bang jin yang menjadi mata-matanya di padepokan pancanaka.
" Wussshhh "
Nampak bola api seukuran genggaman tangan orang dewasa menghilang dari pandangan Mbah Winga untuk melesat ke padepokan pancanaka dengan kecepatan yang sangat tinggi.
" Sialan... Jika tidak segera aku bunuh si kunyuk itu mungkin dia sudah mengatakan namaku... Hmmm... Siapa dia, kenapa aku tidak bisa melihat dia dan hanya kegelapan saja yang aku lihat... Aku harus membalas semua ini dan berhati-hati lagi untuk mengawasi padepokan si tua bangka itu, " gumam Mbah winga dengan marah.
Padepokan Pancanaka
Keesokan paginya Guntur yang sedang melakukan pekerjaannya pun terlihat sangat senang. Dia masih belum percaya akan dirinya yang sudah menjadi bagian dari Padepokan Pancanaka.
" Senangnya dalam hati... Bila ada si dia... La la la," ucap Guntur bernyanyi dan berjoget tidak jelas.
Murid-murid padepokan pun dibuat heran saat berjalan melewati tukang sapu tersebut.
" Orang aneh... "
" Kurang obat kali tuh orang... "
" Stress... "
Berbagai umpatan dan hinaan dari para murid yang melintas atau melihat kelakuan Guntur yang sedang menyapu tempat latihan untuk murid-murid padepokan.
Guntur yang mengetahui dan mendengar murid-murid padepokan menatapnya dengan sinis pun tidak menghiraukan mereka dan hanya asyik dengan dunianya sendiri.
Anisa yang mengawasi Guntur dari balik rimbunnya pohon kelengkeng pun hanya menggelengkan kepalanya sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.
" Sarap," gumam Anisa dalam hati.
Saat selesai menyapu di tempat latihan Guntur pun berhenti sejenak guna melihat para murid yang sedang di gojlok oleh gurunya.
" Hah... Kalau cuma gojlokannya seperti itu akan sangat lama untuk mereka menjadi seorang jawara yang kuat dan tangguh, " gumam Guntur pelan.
Terlihat murid-murid padepokan berlari memutari tempat latihan 100 kali. Padahal tempat latihan tersebut lumayan luas, seluas arena sepak bola gelora Bung Karno.
Memang bagi Guntur latihan fisik seperti itu hanya latihan ringan saja. Guntur pun teringat saat neneknya melatih fisiknya dengan cara berlari naik turun gunung sambil kaki, tangan dan badan Guntur diberi pemberat yang beratnya sampai 50kg dan akan terus bertambah di setiap 7 hari sekali. Mbah Pahing pun juga secara kejam akan mencambuk tubuh Guntur dengan penjalin yang terbuat dari rotan jikalau Guntur terlambat untuk sampai di pos yang Mbah Pahing buat dan tentunya dengan waktu yang sudah Mbah Pahing tentukan.
" Haaaah... Lemah," gumam Guntur pelan sambil menghela nafas.
Guntur pun melanjutkan pekerjaannya di tempat-tempat lain sampai adzan dhuhur berkumandang.
" Luas juga padepokan ini tapi yahh anggap saja ini latihan hehehee, " gumam Guntur pelan.
Setelah Guntur bersujud dhuhur di masjid padepokan, Guntur kembali ke gubuknya untuk merenovasi gubuknya yang terlihat sangat memperihatinkan.
" Baiklah sekarang waktunya nguli... Hehehhee," gumam Guntur sambil tersenyum bak seorang antagonis menyiksa musuhnya yang sudah tidak berdaya.
Bagi Guntur sangat mudah untuk merenovasi atau membangun gubuknya dengan kekuatan aksaranya akan tetapi Guntur tidak melakukan itu dikarenakan Guntur tau kalau sedang diawasi oleh seseorang dari semenjak Guntur menginjakan kaki di padepokan.
Akan sangat merepotkan jikalau ada orang di padepokan tahu yang sebenarnya jika Guntur adalah Sang Hyang Aksara.
Dimulai dari depan gubuk sampai belakang gubuk yang tentunya Guntur menambahkan beberapa kayu dan anyaman bambu yang dibuatnya setelah berkeliling mencari bahan untuk membuat anyaman bambu.
Setelah 2 hari berlalu akhirnya pada waktu sore hari gubuk yang Guntur renovasi pun nampak akan perbedaannya dari sebelum dan sesudahnya.
Guntur pun tersenyum puas dengan hasil ngulinya selama 2 hari ini yang pasti sesudah melaksanakan pekerjaannya sebagai tukang sapu padepokan.
Dari depan gubuk nampak kokoh dengan 2 kayu yang Guntur ganti dengan yang baru sebagai penyangga atapnya. Guntur juga membuat jendela di bagian depan samping kiri pintu masuk yang terbuat dari kayu dan susunan bambu.
Ruang tengah pun nampak lebih rapi dan Guntur sengaja untuk memperbesar ukuran Gubuknya. Guntur menyekat yang tadinya hanya terdapat 1 ruangan saja dan kini menjadi 2 ruangan. Ruangan depan Guntur gunakan untuk ruang tamu dimana Guntur juga akan menambahkan beberapa kursi dan meja setelahnya yang pasti buatan Guntur sendiri. Ruangan belakang Guntur gunakan untuknya beristirahat dan memberikan sekatan lagi dan sedikit ruang akses untuknya berjalan dari ruang depan untuk ke pintu belakang.
Pintu bekalang yang mana langsung terlihat sebuah dapur akan tetapi Guntur tidak menambahkan anyaman bambu dan hanya 2 tiang penyangga atap saja dan langsung bisa terlihat kebon kosong milik padepokan itu.
Guntur membuat kompor kayu juga dari batu yang disusun. Ada juga meja kecil dan kursi kecil atau dingklik didepan kompornya.
Dan untuk atapnya Guntur menambahkan beberapa anyaman daun kelapa yang tersusun rapi.
" Muehehehehee.... Seperti rumah di gunung... Hmm... Gimana kabar ibu dan nenek disana ya... Semoga dalam keadaan baik-baik saja dan diberi perlindungan oleh-Nya... Amin," gumam Guntur pelan.
" Ehh tunggu seperti ada yang lupa... Hmm... Astaghfirullah... Lampu penerangan... Apa aku pakai seperti semalam saja ya... Hmm... Iyalah pakai itu saja untuk sementara, " gumam Guntur dalam hati.
Anisa yang selalu mengawasi Guntur pun tersenyum melihat kerja keras dari Guntur. Sangatlah telaten dan memuaskan.
" Masya Allah.... Aku tidak percaya kalau tidak melihat langsung... Sangat pekerja keras, " gumamnya dalam hati.
Entah kenapa timbul rasa kagum di dalam hatinya melihat Guntur yang sangat pekerja keras tanpa kenal waktu. Sangat jarang dan langka orang seperti Guntur yang sangat pekerja keras. Kebanyakan dari murid-murid padepokan hanya mengandalkan orang lain untuk pekerjaan semacam ini tapi tidak berlaku untuk Guntur.
" Astaghfirullah... Apa yang aku pikirkan... Hmm... Aku akui dia tampan dan juga pekerja keras tapi ahh... Aku melakukan semua ini hanya untuk orang itu agar aku bisa bersanding di sisinya kenapa aku malah memikirkan orang tidak jelas itu... Astaghfirullah.... "
" Sampai kapan aku harus menunggunya sedangkan dia hanya memberi tanda dengan ledakan auranya saja beberapa hari yang lalu... Hahhhh.... Semoga saja dia cepat menampakan dirinya secara langsung, " gumam Anisa dalam hati.
Anisa yang terus memikirkan itu pun tidak tau kalau selama ini orang yang sedang ditunggunya itu adalah Guntur, karena Guntur menutup semua pintu aksaranya dan juga menarik aura aksaranya jadi yang terlihat hanyalah aura jawara dan juga pintu jawaranya saja yang mana Guntur masih di pintu ke 3.
Akan tetapi walaupun Guntur masih di pintu ke 3, kekuatan Guntur setara dengan seorang jawara dengan pintu ke 5. Itu dikarenakan tubuhnya yang selalu dilatih dengan ektrim oleh neneknya dan yang pasti dikarenakan bola cahaya itu adalah inti jawara yang diberikan oleh ayahnya sewaktu Guntur memasuki alam bawah sadarnya.
Jikalau saat itu Guntur tidak mendapatkan itu maka aura jawaranya tidak akan sangat murni sekarang ini dan juga tidak akan timbul tanda jawara ditangan kirinya itu.
Guntur pun bergegas untuk menyiapkan segala sesuatunya dikarenakan hari sudah sore dan mendekati malam.
Saat malam tiba diwaktu setelah Guntur sujud isya di masjid padepokan, Guntur pun berada di kantin padepokan guna mengambil makan malamnya.
Guntur melihat semua bangku dipenuhi oleh murid-murid dan juga para guru di padepokan. Setelah memikirkan semua itu Guntur pun berinisiatif untuk membungkusnya untuk dimakan di gubuknya saja.
Sambil menunggu makan malam yang sedang disiapkan oleh pekerja kantin padepokan Guntur melihat ada meja yang hanya diisi oleh 1 orang saja dan yang membuat Guntur mengerutkan keningnya adalah orang itu adalah seorang gadis yang memakai cadar.
" Huh... Aku baru tau kalau di padepokan ini memiliki seorang jawara bercadar dan sudah menjadi jawara sempurna... Tapi kenapa tidak ada yang mau 1 meja dengannya? Apa dia dimusuhi atau bagaimana? Ahhh... Aku temenin sajalah malas juga untuk pulang ke gubuk jam segini," gumam Guntur dalam hati.
Jelas Guntur dapat mengetahui kalau Anisa sudah menjadi jawara sempurna, itu dikarenakan kekuatan mata aksara Guntur yang mana adalah tingkatan mata tertinggi pada seorang aksara yaitu pupil mata yang berwarna putih.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya makan malam Guntur pun selesai dibungkus dan Guntur pun segera berjalan kearah gadis bercadar itu.
Setelah sampai Guntur pun memberikan salam kepadanya dan ijin untuk duduk 1 meja dengannya.
" Assalamualaikum... Apakah aku boleh duduk dan makan disini? Karena semua bangku dan meja sudah penuh terisi, " ucap Guntur sangat hati-hati karena Guntur mengira kalau gadis itu adalah seorang guru.
Gadis itu yang tidak lain adalah Anisa pun menjawab salam dari Guntur dan mengangguk sambil melihat mata Guntur untuk sekilas.
" Waalaikum salam warrohmatullah," jawab Anisa dengan sangat pelan sambil mengangguk samar lalu meneruskan makannya.
Guntur dapat mendengar jawaban salam dari Anisa yang sangatlah pelan dengan sangat jelas, itu dikarenakan indra pendengaran Guntur yang sudah jauh dikata normal saking sensitifnya. Guntur pun tersenyum dan mengangguk.
Tidak ingin membuang waktu lagi Guntur pun langsung duduk dan membuka bungkusan makan malamnya dan juga langsung makan, tidak lupa juga untuknya berdoa sebelum makan.
Tidak ada obrolan saat mereka sedang makan hanya saja murid-murid dan juga para guru padepokan hanya heran dengan keberanian Guntur untuk makan 1 meja dengan orang yang mereka takuti.
" Siapa orang itu ? "
" Ya ampun apa dia tidak tahu gadis itu siapa? "
" Terlalu berani bocah itu "
" Aku tidak ingin melihat mereka lagi takut untuk jadi samsak tinju Srikandi Bercadar "
Berbagai pemikiran dari para murid dan juga Guru padepokan melihat Guntur yang tidak takut dengan Anisa.
Setelah selesai makan Guntur sejenak memandang Anisa dengan teliti.
" Ternyata benar, gadis ini yang selalu mengawasiku semenjak aku datang ke padepokan ini... Ahh... Sudahlah biarkan saja toh dia tidak menggangguku, " gumam Guntur dalam hati yang merasa aura jawara yang selalu Guntur rasakan dimana pun Guntur berada itu milik Anisa, hanya saja tidak tahu siapa Anisa bahkan namanya saja tidak tahu.
Sedangkan Anisa yang sudah selesai dengan makannya pun langsung pergi tanpa bersuara apapun.
" Kenapa dia memandangku sangat dalam... Apa dia tahu kalau aku yang selalu mengawasinya selama ini? ahh tidak mungkin... Dia kan baru jawara pintu ke 3 jadi mana mungkin kalau tahu itu aku," gumam Anisa dalam hati sambil berjalan menjauh dari Guntur.
Guntur yang melihat Anisa menjauh pun hanya tersenyum saja dan bergegas untuk kembali ke gubuknya guna beristirahat. Guntur tidak tidak peduli dengan dia akan mengawasinya, selama tidak mengganggu dan mengancamnya itu tidak masalah untuknya.
Setelah sampai di gubuk, Guntur pun langsung beristirahat karena beberapa hari ini sangatlah melelahkan untuknya karena harus merenovasi gubuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Fatkhur Kevin
Annisa
2024-02-23
0