Sebulan telah berlalu setelah Guntur menjadi pekerja di padepokan pancanaka. Para murid dan guru pun sudah banyak yang mengenalnya. Dimata mereka Guntur adalah sosok yang ceria dan juga sangat baik. Guntur akan sangat senang jika ada yang membutuhkan bantuannya asalkan itu hal yang positif.
Saat Guntur baru saja selesai dengan pekerjaannya dan beristirahat dibawah pohon beringin tiba-tiba ada yang memanggil namanya yang ternyata itu adalah Ridwan. Teman pertamanya semenjak Guntur berada di padepokan.
" Mas Gun.... Mas Gun! " teriak Ridwan sambil berlari kearahnya.
Setelah sampai Ridwan pun langsung duduk di samping kanan Guntur.
" Haih... Aku kan sudah bilang jangan panggil aku dengan Gan-Gun Gan-Gun!" sahut Guntur dengan ekspresi tidak suka dengan panggilan itu.
" Yaelah mas kan memang benar kan namanya Guntur jadi kalau aku panggil dengan lengkap jadi ribet jadi panggil Gun saja... Hehehhee, " ucap Ridwan sambil cengengesan.
" Sakarepmu (terserahmu).... Kenapa? " tanya Guntur sebal.
" Hmm... Hari ini Guru Besar akan datang kesini, mungkin sorean deh, " ucap Ridwan.
" Lah terus... Biarin saja beliau datang toh padepokan ini miliknya dan juga kenapa juga kamu heboh sendiri? " tanya Guntur.
" Dihhhh.... Mas Guntur yang ganteng jadi begini yaa... Beliau itu salah satu legenda loh yang dulu pernah menyelamatkan bumi nusantara dari para jawara asing... Menurut yang aku dengar para Jawara asing itu ingin membumi hanguskan nusantara karena mereka ingin menguasai bumi nusantara kita ini... Tapi untungnya para Legenda itu orang-orang yang sangat kuat jadi berhasil untuk mengalahkan mereka.... Itulah kenapa mereka para Legenda sangat dihormati di bumi nusantara dan juga negara tetangga, " jelas Ridwan panjang lebar.
" Ohh," ucap Guntur sambil memandang langit.
" Ohh??? Duh mas, tidak ada suara lain apa selain ohh? " sahut Ridwan kesal.
" Lah mau gimana lagi... Hmm," ucap Guntur santai.
" Hahhh... Mas aku ingin menjadi seperti mereka... Tidak hanya kuat tapi juga jenius... Oiya mas gimana, maksudku kelak cita-cita mas gimana?" tanya Ridwan sambil ikut melihat langit yang cukup cerah pada siang ini.
" Cita-cita yaa," gumam Guntur dalam hati.
" Hmm... Yang jelas aku hanya ingin melindungi semua orang yang aku sayangi dan cintai serta aku juga ingin membuat Legenda ku sendiri, " ucap Guntur sambil memejamkan matanya dan tersenyum.
Guntur mengingat ibu dan neneknya yang ada di rumah. Entah bagai mana sekarang ibu dan neneknya setelah kepergian Guntur. Guntur pun ingin pulang tapi tidak berani karena belum menjadi jawara yang sempurna. Guntur teringat akan pesan ibu dan neneknya kalau Guntur hanya diperbolehkan pulang kalau sudah menjadi jawara sempurna.
" Benar juga ya mas, kalau dipikir-pikir perkataan mas Gun itu benar... Untuk melindungi orang yang disayangi dan dicintai serta membuat legendanya sendiri," ucap Ridwan mengulangi kata-kata Guntur.
" Itulah mengapa aku harus jadi lebih kuat dari sebelumnya kalau perlu lebih kuat dari para legenda itu sendiri... Tidak harus sama dengan mereka tapi cukup dengan saling tolong menolong orang yang membutuhkan itu sudah lebih dari cukup karena hanya dengan itu saja akan membekas di hati mereka yang kita tolong dan juga dikenang, " ucap Guntur sambil melirik Ridwan yang masih memandang cerahnya langit.
" Benar mas... Ehh mas.... Hughhhh! " ucap Ridwan yang nampak panik karena merasakan energi alam di sekitarnya tiba-tiba berkumpul dan berpusat padanya.
Guntur yang melihat dan merasakan itu pun langsung menyuruh Ridwan untuk menyerap energi alam itu.
" Bro cepat bersemedi dan serap energi alam ini! " Ucap Guntur sedikit keras.
Ridwan yang mendengar itu pun langsung tanggap dan melakukan apa yang Guntur perintahkan.
Setelah beberapa saat energi alam yang terkumpul berpusat pada Ridwan pun telah habis terserap olehnya dan tiba-tiba dari dalam tubuh Ridwan pun mengeluarkan energinya yang menjadi gelombang kejut yang menghempaskan area sekitarnya.
" Boommm.... "
" Wuuuussshhh.... "
Guntur yang melihat Ridwan yang telah membuka pintu ke 2 itu pun tersenyum.
Tidak lama setelah itu Ridwan pun membuka matanya dan tersenyum cerah.
" Alhamdulillah... Horeeee aku berhasil membuka pintu ke 2 ku... Hahahaha setelah sekian lama ngendok di pintu pertama akhirnya terbuka juga pintu ke 2 ku," ucap Ridwan sambil melompat lompat bahagia seperti anak kecil diberikan jajan olek mamaknya.
" Wahahahhaa.... Selamat bro, " ucap Guntur yang ikut senang melihat temannya itu berhasil membuka pintu ke 2 nya.
" Ahahaha.... Ini semua berkatmu mas Gun aku dapat pencerahan dari kata-katamu tadi... Hahahaha, " ucap Ridwan yang ingin memeluk Guntur tapi Guntur pun langsung menghindar.
" Woe woe woe.... Aku laki-laki normal bro.... Asem, " ucap Guntur kesal.
" Hehehe... Maaf mas Gun aku sangat bahagia... Terima kasih Mas Gun... Terima kasih, " ucap Ridwan.
" Iya iya.... Sudahlah aku mau ke gubuk bentar lagi sujud dhuhur juga, " ucap Guntur sambil berjalan kembali ke gubuknya sambil menenteng sapu dan serok sampah.
" Asem... Kenapa bisa gitu ya hanya dengan kata-kata saja langsung bisa buka pintu.... Aneh, " gumam Guntur dalam hati.
Setelah Guntur dan juga Ridwan kembali ke kandangnya masing-masing, Anisa yang sedang mengawasi Guntur di balik pohon mangga yang cukup besar pun menampakan dirinya.
Sebenarnya Anisa sangat terkejut dengan apa yang Guntur katakan tentang cita-citanya dan juga terbukanya pintu ke 2 Ridwan yang hanya dari kata-kata Guntur.
Anisa yang sedang memikirkan semua itu terkejut oleh suara handphone di saku gamisnya. Buru-buru Anisa melihat layar handphone nya tertera nama " Mama " dengan segera Anisa menerima panggilan dari mamanya tersebut.
" Assalamualaikum... Mama, " salam Anisa sambil duduk bersandar di pohon mangga.
" Waalaikum salam warrohmatullah... Yue'er gimana kabarmu? " tanya Mama nya dari panggilannya.
" Alhamdulillah nisa baik ma... Mama gimana kabarnya dan juga keluarga dirumah? " tanya Anisa.
" Alhamdulilah... Disini juga baik semua... Oiya kapan pulang... Sudah lama kamu tidak pulang nak... Kakekmu ribut ingin kamu cepat pulang karena sudah 5 tahun kamu tidak pulang, " kata mamanya Anisa.
" Hmm... Insya Allah ma nisa akan segera pulang tapi nisa lagi ada misi ma... Lagipula nisa malas ma ngobrol sama kakek yang dibahas hanyalah kapan pulang kapan nikah bawa calonmu bertemu dengan kakek.... Astaghfirullah ma... Nisa baru 19 tahun dan belum memikirkan itu! " ucap Anisa sambil cemberut dan kesal.
" Ahahaha.... Yahh mau gimana lagi nak soalnya kakekmu juga ingin melihatmu menikah dan juga memberikan buyut untuknya, " ucap mama nya Anisa.
" Iya nisa tahu ma tapi kan kakek juga tahu kalau nisa sedang menunggu seseorang yang nisa ceritakan dulu kan... Lagipula kakek juga sudah ada 2 buyut dari koko Farhan kan... Ihh sebel nisa maa, " ucap Anisa kesal.
" Hahaha.... Iya iya mama tahu... Oh iya nak... Misi apa yang sedang kamu jalani... Apakah berat dan berbahaya? Kalau iya batalin saja... Mama khawatir, " tanya mamanya Anisa.
" Tidak kok ma... Cuma misi mata-mata saja kok dan tidak berbahaya jadi mama tidak usah khawatir, " jawab Anisa.
" Yasudah kalau gitu tapi setelah misi selesai kamu pulang loh ya... Keluarga sangat kangen denganmu dan juga ada yang akan dibicarakan, " ucap mamanya Anisa.
" Insya Allah ma nisa akan pulang kalau misi sudah selesai, " ucap Anisa.
" Yasudah.... Assalamualaikum, " salam Mamanya Anisa.
" Waalaikum salam warrohmatullah, " jawab Anisa.
Setelah itu Anisa pun bangkit dari duduknya dan langsung berjalan kearah masjid padepokan karena sudah terdengar suara adzan dhuhur berkumandang.
_***_
Setelah Guntur melaksanakan sujud dhuhur di masjid padepokan, Guntur langsung berjalan ke kantin untuk makan siang.
Lagi-lagi Guntur dibuat kesal di samping ramai serta antriannya yang seperti kereta api Argo Lawu, Guntur juga merasakan lapar karena tidak sempat untuk sarapan karena bangun kesiangan dan terlambat untuk sujud subuh tapi Guntur langsung mengqodho' sujud subuhnya.
Setelah mengantri cukup lama Guntur pun juga mencari tempat duduk untuknya makan dan lagi-lagi Guntur melihat tidak ada yang duduk dimeja Gadis bercadar yang sedang makan siang.
Sebenarnya beberapa kali Guntur melihat kejadian itu dan Ridwan pun juga mengatakan kalau jangan menyinggung gadis itu karena bisa terkapar hanya dengan 1 tarikan nafas saja. Ridwan juga mengatakan kalau gadis itu walaupun seorang jawara pintu ke 3 tapi kekuatannya abnormal.
Guntur pun yang mendengar itu hanya mengangguk dan tersenyum. Guntur tahu kalau gadis itu menggunakan tehnik penyamaran untuk menutup dan menarik auranya sampai di pintu ke 3 supaya tidak mencolok karena umurnya yang tergolong masih muda.
Guntur tidak peduli dengan itu dan segera berjalan menghampiri gadis itu.
" Assalamualaikum... Bolehkah aku duduk 1 meja denganmu... Semua bangku kursi sudah penuh dan aku bingung mau makan dimana, " ucap guntur ramah.
" Waalaikum salam warrohmatullah, " jawab Anisa sangat pelan sambil mengangguk samar.
Tidak ingin membuang waktu Guntur pun langsung duduk dan makan setelah membaca doa.
Sebenarnya Guntur ingin sekali berkenalan dengannya tapi Guntur malu untuk mengatakannya walaupun Guntur selalu tahu kalau dia selalu mengawasinya dimana pun Guntur berada tapi tetap saja malu dan sungkan. Guntur juga tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini sangat tertarik dengannya karena merasakan auranya yang selalu Guntur rasakan setiap hari.
Setelah makanan Guntur dan Anisa habis segera Anisa meninggalkan meja tanpa mengatakan sesuatu.
" Sungguh gadis yang sangat menarik... Hmm... Apa dia salah satu srikandi bercadar itu ya... Tapi masa iya sih itu dia dan kalau dilihat dari matanya memang iya tapi.... Akh... Sudahlah... Suatu saat pasti aku akan tau sendiri, " gumam Guntur dalam hati sambil mengingat kedua srikandi bercadar yang ditemuinya di alam bawah sadarnya bersama dengan bapak dan kakeknya.
Sore hari setelah sujud ashar semua murid dan guru mendapatkan panggilan untuk berkumpul di lapangan latihan murid. Saat semua sudah berkumpul dan membuat barisan yang rapi. Tidak lama setelah itu seorang pria paruh baya nampak berjalan dengan gagah didepan paa murid dan juga guru. Termasuk anisa yang berada pada barisan terdepan pojok kanan.
Pria paruh baya tersebut adalah Aji Samudra sang Macan Merapi atau bisa disebut dengan salah satu Legenda Jawara. Dengan penuh wibawa dan kegagahannya Aji memulai pidatonya.
Pidato tersebut adalah memberikan semangat dan pencerahan bagi para murid dan juga para guru dengan suara yang keras dan tegas bak seorang jendral tentara nasional.
Disaat Aji sedang menyampaikan pidatonya dengan penuh kebanggaan tanpa diduga dibelakang tepatnya dipinggir lapangan latihan terlihat Guntur yang sedang menyeret batang pohon jati yang baru saja dia tebang di pinggir taman padepokan karena sudah mati.
" Sreekkk sreeeekkkk sreekkkkk, " suara seretan pohon jati yang diseret oleh Guntur.
Seketika semua murid dan guru termasuk Aji pun menoleh ke arah Guntur dipinggir lapangan dengan santai dan tanpa dosa.
Aji pun sampai menghentikan pidatonya karena melihat Guntur.
Guntur yang merasa diperhatikan oleh ribuan orang di sana pun juga menoleh kearah mereka dengan santai dan tanpa dosa.
" Ehh... Ahahaa.... Maaf-maaf... Abaikan saja aku dan lanjutkan acara kalian.... Hehehe, " teriak Guntur sambil cengengesan dan melanjutkan menyeret pohon jati tersebut.
Ragil, Anisa dan juga Ridwan melihat dan mendengar teriakan Guntur pun secara serempak menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya karena malu.
" Bodoh, " gumam Anisa pelan.
" Duh... Sarap itu anak, " gumam Ragil pelan.
" Diamput, " gumam Ridwan pelan.
Mereka bertiga tidak menyadari kalau semua orang yang ada di sana mengutuk tindakan konyol Guntur kecuali Aji.
Aji malah tersenyum dengan tingkah konyol Guntur. Walaupun baru saja melihat Guntur tapi entah kenapa Aji sangat tertarik dengan Guntur.
" Anak yang sangat unik! " ucap Aji pelan tapi bisa didengar oleh semua murid dan guru yang ada di sana.
Guntur tidak mendapat panggilan untuk berkumpul bersama para murid dan guru itu dikarenakan Guntur statusnya bukanlah seorang murid ataupun guru melainkan seorang pekerja, walaupun itu pekerja tapi tetap untuk mengikuti peraturan padepokan.
Setelah Guntur tidak terlihat lagi di lapangan maka Aji pun meneruskan pidatonya kembali.
Di seperempat malam Guntur yang sedang membakar singkong yang dia dapat dari kebun padepokan yang tentunya sudah ijin untuk meminta singkong dari pekerja kebun. Sedang asiknya membakar Singkong didepan gubuknya tiba-tiba Guntur terkejut dengan kehadiran Ragil dan Aji Samudra.
" Astaghfirullah! " teriak Guntur karena reflek.
" Ahahaha... Tenanglah nak, " ucap Aji dengan tertawa.
" Kalau aku sampai jantungan gimana... Guru Ragil siapa pak tua ini? " tanya Guntur heran.
Secara Guntur sangat terkejut dengan orang tua itu dikarenakan auranya yang sangat besar itu sama besarnya dengan neneknya Mbah Pahing.
Ragil yang mendengar kata-kata Guntur pun hanya menggelengkan kepalanya saja, sedangkan Anisa yang sedang mengawasi dari atas pohon rambutan pun ikut menggelengkan kepalanya.
" Kenapa tanganku sangat gatal dan rasanya ingin sekali menampar mulut orang bodoh itu, " gumam Anisa dalam hati.
" Ahahha... Nak aku suka dengan gayamu... "
" Ahh maafkan orang tua ini nak... Anggap saja aku orang biasa... Hehehe, " ucap Aji dengan senang melihat Guntur.
" Kenapa dia mirip dengan Panji... Juga auranya sangat murni seperti Panji... Siapa anak ini... Apalagi aku juga merasakan kekuatan seorang aksara yang sangat kuat walaupun itu samar, " gumam Aji dalam hati.
Jelas Aji bisa mengetahui dan merasakannya walaupun Guntur menutup semua pintu aksara dan menarik semua auranya walaupun sampai pada titik 0 tapi karena Aji adalah seorang legenda yang pengalaman dan pemahaman yang sangat luas dan dalam.
" Hahhh... Baiklah... Hmm... Kebetulan aku juga baru bakar singkong... Apa kalian mau? " tanya Guntur.
" Hmm... Sangat-sangat mau nak... Oh iya siapa namamu nak? " tanya Aji walaupun Aji sudah tahu tapi Aji belun pernah bertemu secara langsung.
" Baiklah... Namaku Guntur Ardumas... Nama pak tua siapa?" tanya Guntur penasaran, di samping Guntur melihat Aji itu sama ciri-cirinya dengan apa yang sudah Guntur ketahui dari neneknya dan aura jawara yang sangat mengerikan serta yang paling Guntur heran adalah rasa akrab dengan Aji tapi tidak tau Aji itu siapa.
" Guntur Ardumas ya... Hmmm... Namaku Aji Samudra, " ucap Aji sambil tersenyum.
Deg...
" Aji Samudra... Ternyata dia adalah kakekku sendiri pantas rasa akrab ini begitu besar aku rasakan, " gumam Guntur dalam hati.
" Guntur apa kamu tidak mengundang dia juga? Aku tahu kalau selama ini kamu menyadari kehadirannya kan? " tanya Aji sambil tersenyum.
" Haaahhhhh... Baiklah-baiklah... Walaupun aku malas tapi yahhh aku anggap ini karena kau pak tua... "
" Kau pasti sudah mendengarnya kan... Kenapa hanya diam saja di atas pohon... Kemarilah Sang Srikandi Bercadar tukang nguntit! " teriak Guntur.
Anisa yang baru tahu kalau dirinya selama ini sudah ketahuan pun langsung melesat kearah Guntur dengan kesal.
" Sialan! " gumam Anisa dalam hati.
Guntur yang melihat Anisa melesat kearahnya pun langsung bersiap karena Guntur tau kalau dia sangat kesal dengannya begitu juga dengan Guntur setiap hari merasakan kehadiran dan auranya.
" Wusshhh.... Seetttt.... Booom.... "
Dengan kesal Anisa menyerang Guntur dengan cepat tapi Guntur yang juga memiliki kekuatan abnormal pun tidak ingin kalah dengannya.
Terjadilah pertarungan antara Guntur dan Anisa sang Srikandi Bercadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Endro Budi Raharjo
critanya ckp enak mengalir dg lancar shg pengen baca trus....
2025-04-13
0
Teti Santi
keren ceritax
2023-09-30
0