Setelah sebulan Guntur terus melakukan pelatihan yang diberikan oleh neneknya pada akhirnya disaat malam jumat kliwon, Guntur menerima ilmu terakhir dari neneknya.
" Guntur... Malam ini nenek akan memberikan ilmu terakhir seorang aksara kepadamu, " ucap Mbah Pahing sambil duduk di samping kiri cucunya itu.
" Huh.... Nek... Apa tidak terlalu cepat ya nek kalau aku menerima ilmu terakhir? Umurku baru 20 tahun nek, " ucap Guntur.
" Tidak Guntur... Apa kamu tidak sadar kamu sudah melahap semua ilmu aksara dengan rakus? Di usiamu yang sekarang ini kamu sudah menguasai semua ilmu aksara kecuali ilmu terakhirnya.... Guntur... Jangan menunda terlalu lama, nenek berbicara seperti ini karena nenek tau kalau kamu sudah siap dengan itu, " ucap Mbah Pahing meyakinkan cucunya.
" Hmm.... Baiklah nek, " ucap Guntur.
Biasanya seorang aksara akan menerima ilmu terakhir diumur 30 tahun lebih dikarenakan susahnya syarat untuk menjadi seorang aksara akan tetapi untuk kasus Guntur yang bisa dikatakan sangat cerdas dan juga fisik serta spiritualnya yang sangat mumpuni diumur 20 tahun.
" Kalau begitu... Ikut nenek, " ucap Mbah Pahing sambil berdiri dan berjalan kearah hutan.
Guntur tidak berkata-kata lagi karena Guntur bisa dibilang tipe orang yang banyak diamnya, bukan berarti dingin atau irit suara tapi Guntur hanya menjaga lisannya saja dan berbicara seperlunya saja walaupun rasa penasarannya sangat tinggi.
" Kenapa menjauh dari area rumah... Sebenarnya mau dibawa kemana aku, " pikirnya sambil mengikuti neneknya.
Setelah berjalan sekitaran 30 menit akhirnya Guntur tau kalau neneknya membawanya ke sebuah air terjun yang tidak jauh dari rumahnya.
Air terjun itu tidak banyak orang yang tau karena tempatnya yang sangat tersembunyi dan medannya juga sangat sulit untuk didaki tapi akan berbeda dengan para jawara dan aksara dengan kemampuan mereka sangat mudah untuk menemukan air terjun itu.
" Disinilah ujian terakhirmu le.... Air terjun semanggi, " ucap Mbah Pahing dengan jelas.
" Sekarang bersemedi lah di batu depan air terjun itu dan temukan aksara mu sendiri, " jelas Mbah Pahing yang begitu tegas.
" Huh.... Hmm.... Baiklah, " ucap Guntur patuh.
Mau bagaimanapun Guntur akan patuh kepada neneknya asalkan itu baik.
" Nenek akan menjagamu disini, " ucap nenek.
Guntur segera melompat ke batu yang dituju oleh neneknya dan tanpa menunggu lama lagi Guntur bersemedi di atas batu itu.
" Le... Semoga kau lulus jika kau gagal maka semua yang telah kau pelajari selama ini akan menjadi sia-sia, " gumam Mbah Pahing dengan lirih.
Setelah itu Mbah Pahing duduk di atas pohon untuk mengawasi cucunya.
***
Ditempat keluarga Samudra.
Aji yang sedang bekerja di ruangan kerjanya di rumah terkejut karena pintu kantornya diketuk oleh anak buahnya yang telah mencari keluarga sahabatnya.
Tok tok tok....
" Masuk, " ucap Aji dengan tenang.
Segera anak buahnya masuk dan melaporkan tugasnya.
" Maaf mengganggu pekerjaan bapak, " ucap anak buah kepercayaannya itu dengan sopan.
" Ragil.... Ada apa... Apa sudah ada kabar tentang sahabatku, " tanya Aji dengan penuh harap.
" Maaf pak... Tapi saya ada kabar buruk tentang keluarga Mugiman, " ucap Ragil.
Ragil sebenarnya juga seorang jawara dengan gelar Sewu Bayangan. Dia ahli dalam penyamaran dan mencari informasi tapi untuk mencari keluarga Mugiman dia sangat kerepotan dan juga butuh waktu yang lama karena Mbah Pahing telah memasang segel aksara di daerah tempat tinggalnya. Segel itu sangat kuat yang mana segel itu bisa membuat orang-orang yang memiliki niat tertentu akan tersesat dan bingung dan juga Mbah Pahing membuat segel aksara ilusi yang membuat daerah itu hanya terlihat sebagai hutan saja.
" Ehh.... Katakan Ragil.... Kabar buruk apa yang kamu bawa, " ucap Aji yang terkejut dengan ucapan anak buahnya.
" Maaf pak.... Saya mendapat informasi yang akurat dari orang-orang yang pernah Mugiman tolong dan tau tentang beliau didaerahnya... Kalau Mugiman, " ucap Ragil terhenti karena susah untuk mengatakan kelanjutan laporannya.
" Ragil... Katakan dengan jelas, " ucap Aji sambil menatapnya tajam.
" Saya harap bapak untuk tetap tenang dan ikhlas.... Mugiman telah berpulang sejak 20 tahun silam.... Maaf pak, " ucap Ragil yang ikut merasakan kesedihan majikannya.
Aji pun langsung terdiam, tidak lama setelah itu matanya memerah dan mengalir lah air matanya dengan deras.
" Kau benar-benar keterlaluan kang.... Kau... Keterlaluan.... Aaaaaarrrggghhhh, " teriak Aji dengan keras.
Seketika dengan tidak sadar aura Jawara yang mana sudah menjadi legenda itu meledak. Semua yang ada di ruangan itu berhamburan bagai tertiup angin yang sangat kencang, kaca-kaca diruang itu langsung pecah dan aura itu terus menyebar bahkan sampai dikawasan terdekat dari kediamannya pun ikut merasakan bagai mana aura itu meledak. Aura seorang jawara yang sudah menjadi legenda itu sangat kuat bahkan orang-orang ikut merasakan dan tercekat serta merinding akan aura itu. Rasa takut menyelimuti orang-orang itu.
Ragil yang mana tepat didepan majikannya yang auranya meledak itu tidak berkutik dan bergerak bahkan sampai jatuh tersungkur didepan majikannya itu.
" Pak... Bapak... Tenang pak... Pakk.... Istighfar pak, " ucap Ragil yang sedang ketakutan.
Rasa duka yang dirasakan Aji melebihi apa yang dia rasakan pada saat mendengar kabar anaknya Panji yang telah sedang bertugas selamanya. Mugiman dimata Aji bukan hanya sekedar sahabat akan tetapi lebih dari itu. Panutan serta seorang guru dan penyelamatnya. Maka dari itu Aji sangat terpukul akan kabar itu.
" Tega kamu kang.... Harusnya kamu menungguku.... Bukannya pulang sendiri seperti itu... Ancuukk, " ucap Aji.
Braaakkkkk......
Aji langsung memukul meja kerjanya sampai terbelah menjadi beberapa bagian.
Disaat yang sama dengan ledakan aura legenda itu terdapat seorang aksara yang sedang lewat dikawasan terdekat kediaman Aji.
" Aura yang sangat mengerikan... Huh... Sang legenda mulai menampakan sosoknya kembali, " ucap seorang aksara itu sambil melihat sebuah rumah yang tinggi itu.
Disisi lain tepatnya di air terjun Semanggi.
Mbah Pahing yang sedang mengawasi cucunya terkejut merasakan aura yang dia kenali itu padahal jarak antara daerah Mbah Pahing dengan sahabatnya Aji itu sangatlah jauh tapi dikarenakan aura seorang legenda yang mana tingkatannya sudah mentok dan juga berhasil ketahap maksimal serta melebihi batas normal seorang jawara.
Untuk mereka yang seorang jawara atau pun aksara dengan jarak yang jauh sekalipun akan tetap merasakan aura itu hanya saja mereka yang sudah pada tingkatan atau membuka pintu ke 5 pada serang jawara ataupun aksara. Mereka yang sudah membuka pintu ke 5 akan sangat sensitif dan sangat peka terhadap apapun.
Jawara ataupun Aksara memiliki tahapan atau pintunya sendiri-sendiri yaitu pintu pertama sampai pintu ketujuh yang mana setiap pintu yang mereka buka akan sangat berpengaruh pada dirinya. Selain kekuatan yang melonjak jauh di setiap pintu yang terbuka akan tetapi daya sensitifnya juga melonjak lebih kuat serta instingnya.
" Huh... Kenapa tiba-tiba dia meledakkan auranya begini... Ada apa sebenarnya... Semoga tidak terjadi apa-apa dengan orang itu, " batin Mbah Pahing.
Dikediaman keluarga Samudra.
Istri Aji yang mana juga seorang jawara pun langsung jatuh tersungkur dilantai dapurnya karena sebelumnya dia sedang memasak makan malam untuk suaminya yang dibantu oleh pembantunya. Begitu juga dengan pembantunya juga tersungkur dilantai dapur.
" Astaghfirullah Mas, " teriak istri Aji yang bernama Lastri.
Dengan sekuat tenaga Lastri bangkit dari lantai dapur tempatnya tersungkur tadi dan merangkak untuk menemui suaminya yang mana sedang dalam kondisi kacau.
Terus merangkak dengan pelan sampai Lastri didepan kantor suaminya dan melihat semua yang ada didalam ruangan itu sudah tidak nampak seperti ruangan lagi akan tetapi seperti kapal pecah yang terkena badai dilautan dan juga melihat Ragil yang tersungkur didepan suaminya tanpa berkutik.
" Astaghfirullah..... Maaaasssss, " teriak Lastri.
Aji yang melihat istrinya berteriak dan merangkak pun seketika sadar dan menarik kembali auranya.
Lastri yang sudah tidak merasakan sebuah tekanan aura milik suaminya itu pun langsung bangkit sedangkan Ragil telah pingsan didepan suaminya karena tidak kuat menahan tekanan aura itu.
Lastri pun berlari ke suaminya yang sudah terduduk dilantai dan menangis, Lastri pun langsung memeluknya.
" Istighfar mas.... Sebenarnya ada apa sampai mas jadi begini, " tanya Lastri masih memeluk suaminya.
" Mugiman nyai... Mugiman, " ucap Aji terbata bata.
" Mugiman? Mas kenapa dengan kang mas Mugiman.... Maaasss, " tanya Lastri yang sudah mulai meneteskan air matanya.
" Mugiman... Sudah... Sudah... Berpulang nyai, " ucap Aji sambil memeluk istrinya dengan erat.
Tanpa bertanya lagi Lastri langsung lemas dan tidak lama setelah itu pingsan.
Tidak bisa dipungkiri dimasa lalu Aji, Mugiman, Lastri, dan Mbah Pahing itu adalah tim yang sangat kuat pada masanya. Mereka berempat tidak terpisahkan dan juga tidak hanya kuat dalam tim tapi juga secara individu nya.
Mereka bahkan mempunyai gelar sendiri-sendiri yang mana Aji diberi gelar Macan Merapi karena seorang jawara berelemen api dengan senjata kuku pancanaka, Lastri diberi gelar Dom Menik karena seorang jawara unik yang mana bisa mengendalikan jarum sebagai senjatanya yang berelemen angin, Mugiman diberi gelar Cakra karena seorang aksara yang mana di setiap pola aksaranya yang dia buat itu berlambangkan matahari yang berelemen api dan Mbah Pahing diberi gelar Pepet karena seorang aksara dengan kemampuan segelnya akan tetapi Mbah Pahing sendiri juga memiliki kekuatan yang sangat unik yaitu ilusi dan cermin yang mana akan sangat merepotkan lawannya jika Mbah Pahing menggunakan kekuatannya itu.
Dari semua jawara dan aksara memiliki kemampuan sendiri-sendiri tergantung dengan apa yang mereka tekuni. Panji sendiri seorang jawara dengan gelar Ladhing Kembar karena senjatanya berupa belati kembar yang mana sangat cepat, lincah, ulet, akurat dan juga kuat di setiap gerakannya jika sudah menggunakan senjatanya dan juga memiliki elemen angin dan api. Bukan berarti hanya berlaku saat menggunakan senjatanya saja tapi jika sudah menggunakan senjatanya maka kekuatannya menjadi berkali kali lipat. Akan tetapi tidak ada yang tau kalau sebenarnya Panji sendiri lebih daripada itu yang mana bisa menggunakan semua senjata bahkan senjata milik orang tua mereka pun dengan luwes bisa menggunakannya.
***
Tanpa terasa sudah 7 hari telah berlalu setelah Guntur bersemedi. Guntur terus mencari apa aksara yang yang ditakdirkan untuknya. Sebenarnya Guntur dilanda kebingungan yang mendalam karena Mbah Pahing tidak mengatakan secara lengkap dan hanya menyuruhnya untuk bersemedi saja dan mencari aksara nya. Oleh karena itu yang Guntur terus berdzikir saja dalam semedinya.
Didalam kesadarannya pun Guntur terus berdzikir dengan khusuk yang mana menghiraukan semua yang dia dengar dan rasakan saat bersemedi.
Gangguan-gangguan terus berdatangan yang mana mengganggu konsentrasinya apalagi yang sudah memasuki hari ketujuh. Akan tetapi Guntur dengan bijak menghiraukan semua gangguan yang menerpa dirinya.
Secara tiba-tiba Guntur melihat sebuah titik cahaya pada alam bawah sadarnya. Cahaya tersebut hanya sebuah titik kecil didalam gelapnya alam bawah sadarnya.
" Cahaya? Apa itu... Kalau itu hanya menggangguku maka pergilah tapi kalau itu membantuku menemukan aksara ku maka datanglah, " ucap Guntur di alam bawah sadarnya.
Setelah Guntur mengatakan itu tiba-tiba cahaya itu melesat cepat menerjang Guntur dan itu membuat Guntur langsung berada disebuah padang rumput yang sangatlah luas.
Disaat Guntur sedang takjub dengan pemandangan yang ada disekelilingnya tiba-tiba Guntur melihat ada 4 orang yang terduduk dibawah pohon yang cukup rindang. Mereka seperti sedang mengobrol dengan serius.
Segera Guntur berlari kearah 4 orang tersebut dan menanyakan perihal dimana dia saat ini. Saat sudah sampai didekat mereka Guntur segera mengucapkan salam.
" Assalamualaikum, " salam Guntur.
" Waalaikum salam.... Masya Allah, yang ditunggu tunggu akhirnya datang... Silahkan duduk le, " tata salah satu dari mereka yang mana laki-laki dewasa.
Guntur pun mengangguk dan duduk didepan laki-laki dewasa dan kakek-kakek.
" Kenapa lama sekali kamu datang le... Kakek dan bapakmu sudah menunggumu lama, " ucap kakek tersebut.
Guntur mendengar itu pun langsung terkejut bukan main.
" Kakek? Bapak? " pikir Guntur.
" Hahaha.... Iya le... Aku bapakmu le Panji Samudra dan ini kakekmu Mugiman... Kami sengaja meninggalkan sedikit kekuatan kami untukmu, " kata Panji.
Guntur pun semakin bingung dengan keadaan ini.
" Tidak usah bingung... Le.... Kami hanya sebentar saja untuk menemuimu karena kami hanya ingin memberimu ini untuk bekalmu di alam padang, " ucap Mugiman yang langsung mengeluarkan sebuah bola cahaya yang berwarna putih.
" Apa itu kek? " tanya Guntur.
" Inilah sumber dari aksara le, " jawab Mugiman.
" Dan ini juga le, " ucap Panji sambil mengeluarkan bola cahaya yang sama dengan Mugiman.
" Huh? "
" Ini adalah sumber dari jawara, " ucap Panji.
Seketika itu kedua bola cahaya langsung masuk ke dalam tubuh Guntur melalui keningnya. Guntur pun langsung memejamkan matanya untuk menerima kedua bola cahaya itu. Disaat Guntur memejamkan mata itulah Guntur mengerti akan semuanya.
" Kekuatan hanya milik sang pencipta... Hanya seorang hamba yang di ridhoi-Nya saja yang memiliki kekuatan yang hanya sebatas kemampuan seorang hamba itu sendiri.... Janganlah mengejar apapun kecuali ridho-Nya... Karena hanya dengan ridho-Nya saja seorang hamba akan memiliki semuanya. "
Disaat Guntur memahami semua itu Guntur juga melihat bagaimana semua memori dari bapak dan kakeknya. Seketika itu juga Guntur meneteskan air mata.
" Le... Itu hanyalah memori kecil bapak dan kakekmu yang sengaja ditinggalkan pada bola-bola itu, " ucap Panji.
Guntur pun langsung membuka mata dan ingin memeluk bapak dan kakeknya tapi tidak bisa dan menembus kedua orang itu.
" Kami hanyalah bayangan le jadi tidak akan bisa kamu sentuh, " ucap Mugiman.
Guntur hanya terpaku dengan semua itu. Setelah Guntur merasa cukup tenang dan mengerti keadaannya Guntur melirik kedua orang dibelakang mereka yang mana 2 orang tersebut adalah wanita yang mana memakai pakaian tertutup bahkan bercadar yang sedang bercengkrama.
" Bapak... Siapa mereka? " tanya Guntur.
" Hmm... Le... Mereka adalah para srikandi... Temukanlah mereka karena mereka adalah bagian darimu, " jawab Panji sambil tersenyum.
" Huh... Apa maksudnya...? " pikir Guntur.
" Hahaha.... Tidak usah difikirkan le.... Hah.... Sepertinya waktunya untuk sirna Nji, " ucap Mugiman kepada Panji.
" Inggih pak.... Nah Guntur waktu kita sudah habis dan segeralah kamu kembali.... Nenekmu sudah menjagamu terlalu lama, " ucap Panji.
" Pak... Kek... Apa kita akan bertemu lagi? " tanya Guntur.
" Insya Allah... Besok kita akan berkumpul lagi dan tentunya ada mereka juga hehehehe, " kata Mugiman sambil menunjuk kedua wanita bercadar itu.
" Kami pamit le.... Assalamualaikum.... " salam Panji dan Mugiman.
Seketika merekapun lenyap dari pandangan Guntur termasuk dengan kedua wanita bercadar itu.
" Waalaikum salam... " jawab Guntur dan langsung kembali ke alam sadarnya.
Disaat Guntur kembali dari alam sadarnya Guntur seperti tersentak dengan kedua bola cahaya itu dan seketika tubuhnya mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan mata.
Ketika Guntur membuka matanya tampaklah pupil matanya yang berwarna putih serta dibelakang punggungnya nampak lingkaran-lingkaran kecil berjumlah 9. Semua itu adalah elemen yang ada di dunia ini. Angin, air, api, tanah, petir, logam, kayu, cahaya dan kegelapan.
Angin bertiup kencang bahkan air terjun pun terbelah menjadi 2 bagian di kanan dan kirinya. Tubuh Guntur pun melayang dari batu tempatnya untuk bersemedi. Tanda aksaranya pun bersinar terang berwarna putih di tangan kanannya dan disaat yang bersamaan ditangan kirinya timbul tanda Jawara berbentuk segitiga terbalik yang memancarkan cahaya berwarna putih juga.
Mbah Pahing melihat cucunya yang sudah selesai semedinya pun tersenyum sumringah.
" Akhirnya Sang Hyang Aksara telah bangkit kembali, " ucap Mbah Pahing dengan lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Teti Santi
up
2023-09-28
0
Danu Wijaya
up lgi dong....
2023-05-01
0