Aji Samudra yang sedang bersiap untuk berangkat kunjungan di salah satu usahanya di Jawa Timur. Ketika berpamitan dengan istrinya Lastri, Aji dikejutkan oleh suara panggilan di handphone nya yang tiba-tiba berdering. Segera dia mengangkat panggilan tersebut yang bernamakan Ayah Mertua pada layar handphone nya.
" Selamat pagi ayah, " ucap Aji dengan sopan.
" Pagi Aji... Sekarang juga kamu ke padepokan milikmu karena aku akan ke sana sekarang... Nanti kita bicara di sana... Ajak Yue'er juga, " ucap Kakek Jin yang langsung menutup panggilannya kepada Aji.
Seketika Aji pun dibuat bingung oleh ayah mertuanya tersebut.
" Ada apa mas? " tanya istrinya.
" Ayah, Nyai... Segera kamu bersiap kita akan ke padepokan sekarang juga... Aku akan hubungi orangku untuk menggantikanku di kunjunganku di Jawa Timur juga Ragil untuk mempersiapkan kedatangan ayah di padepokan, " ucap Aji dengan tergesa-gesa.
Segera Lastri masuk kedalam rumah untuknya bersiap sedangkan Aji langsung menghubungi sekertaris nya untuk diberangkatkan di Jawa Timur menggantikannya. Lalu segera juga menghubungi Ragil.
Sebagai orang pebisnis nomer 2 setelah keluarga Jin di Bumi Nusantara, akan sangatlah mudah baginya untuk melakukan hal itu.
Beberapa menit kemudian nampak Lastri berjalan kearahnya dengan pakaian yang tertutup juga khimarnya.
" Ayo mas... Aku tidak mau ayah sampai di sana terlebih dahulu daripada kita, " ucap Lastri sambil membuka pintu mobil.
" Baiklah, " ucap Aji.
Segera mereka melaju ke padepokan. Karena jarak antara rumah Aji dan padepokan kisaran 1 km, jadi cepatlah mereka untuk sampai di padepokan miliknya itu.
_***_
Guntur yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, dikejutkan oleh banyaknya murid dan guru berlarian ke halaman depan bahkan ke depan gerbang sekalipun. Sampai tidak sengaja sampah kering berupa dedaunan yang sengaja Guntur tumpuk menjadi beberapa tumpukan pun kembali berserakan dibuat para murid.
" WOEEE.... KALAU LARI LIHAT-LIHAT DONG... SAMPAHKU JADI BERSERAKAN LAGI INI! " teriak Guntur dengan kesal.
" Ahhh maaf bro ini darurat! " ucap salah satu murid yang berlari ke arah halaman depan padepokan.
Guntur tidak tau kalau 2 keluarga besar akan berkunjung di padepokan. Sambil terus menggerutu Guntur kembali membereskan kekacauan oleh para murid.
Karena Guntur berada di taman padepokan yang letaknya berada di tengah-tengah padepokan jadi tidak tahu apa-apa.
" Untung bagian depan sudah semua dan tinggal tengah dan belakang... Sial... Sebenarnya ada apa, kenapa para murid dan guru berlarian ke depan... Tapi... Masa bodoh lah... Bukan urusanku, " gumam Guntur dengan pelan.
" Ahh... Beberapa hari ini aku tidak melihat Anisa... Kemana ya dia... Apa sedang melakukan sebuah misi... entahlah.... Nanti juga nongol sendiri itu anak, " gumam Guntur dalam hati sambil terus melakukan pekerjaannya.
Sementara itu didepan padepokan Aji dan juga Lastri sudah sampai terlebih dahulu untuk menyambut mertuanya ke padepokan miliknya itu.
" Ragil... Kenapa para murid dan guru pada ke depan semua... Apa mereka tidak berlatih? " tanya Aji setelah turun yang melihat Ragil dan semua murid berjejer dengan rapi.
" Memang aku memberi tahu mereka kalau akan ada tamu penting jadi untuk menyambut tamu tersebut mereka berjejer seperti ini, " ucap Ragil.
" Hmm... Baiklah, " ucap Aji sambil menggandeng tangan Lastri.
Tidak lama setelah itu beberapa mobil mewah pun memasuki padepokan yang dikawal oleh aparat bersenjata lengkap.
Setelah terparkir dengan rapi nampak seorang pria tua turun dari mobilnya dan berjalan mendekati Aji yang diikuti oleh beberapa orang dibelakangnya termasuk Anisa.
" Selamat datang ayah... Kakak dan adik, " ucap Aji dengan sopan.
Lalu mereka pun saling berpelukan.
" Mari ayah kita masuk ke dalam ruanganku di sana, supaya enak ngobrolnya, " ucap Aji dengan sopan.
" Tidak nak... Aku kemari hanya ingin bertemu dengan yang namanya Guntur, " ucap kakek Jin.
" Ehh... Guntur... Memang ada apa ayah dengan anak itu? " tanya Aji penasaran.
" Dimana dia sekarang nak? " tanya kakek Jin.
" Ayah... Apa anak yang bernama Guntur itu pernah membuat masalah dengan keluarga kita sampai-sampai ayah sangat ingin bertemu dengannya? " tanya Lastri penasaran.
" Yue'er... Kau akan tau sendiri nanti... Dan sekarang mana anak itu? " tanya kakek Jin yang matanya menyapu semua murid dan guru yang berbaris dengan rapi.
" Ragil panggilkan Guntur sekarang! " ucap Aji yang langsung ditanggapi oleh Ragil.
" Maaf ayah... Guntur disini pekerja jadi dia tidak ikut dalam barisan, " ucap Aji dengan sopan.
" Aku tau... Hmm... Yue'er kecil... Misimu cukup sampai disini... Terima kasih atas semua bantuanmu, " ucap kakek Jin sambil tersenyum.
" Baik kakek Jin, " ucap Anisa mengangguk.
Sebelumnya memanglah Anisa mendapatkan misi dari gurunya, yang mana kakek Jin sendiri yang meminta dirinya. Maka dari itu Anisa ke kediaman keluarga Jin.
Setelah menunggu beberapa saat Ragil kembali dengan Guntur yang masih dengan tenangnya berjalan dibelakangnya.
Tapi setelah Guntur cukup dekat dengan rombongan kakek Jin dan juga Aji samudra, Guntur langsung mengerutkan keningnya.
" Huh... Kenapa orang-orang itu sangat berbeda? Tidak nampak aura jawara ataupun aksara... Kenapa auranya lain? Siapa mereka? " tanya Guntur dalam hati.
Sementara kakek Jin yang melihat Guntur pun langsung meneteskan air mata. Tapi setelah itu Kakek Jin yang seorang kultivator dengan ranah High Saint langsung menyerang Guntur dengan kekuatannya yang seorang kultivator.
Guntur yang sudah sangat waspada pun langsung memblokir serangan Kakek Jin.
Sementara semua orang yang melihat kejadian itu terkejut bukan main.
" Astaghfirullah... Woe woe woe... Kakek tua kenapa kau menyerangku? Apa salahku? " tanya Guntur sambil menghindar dan menangkis serangan dari kakek Jin.
" Kesalahanmu adalah kenapa kau tega membohongi kami semua terutama kakek dan nenekmu! " ucap kakek Jin yang masih terus menyerang Guntur.
" Apa maksudmu kakek tua? Kenapa kau? " tanya Guntur sambil terus menangkis dan menghindar.
" Guntur Samudra... Putra Panji Samudra, " ucap kakek Jin.
Deg....
Seketika Guntur pun langsung terdiam. Percakapan mereka tidak didengar oleh yang lainnya karena suara mereka pelan.
" Guntur... Aku mengerti kau tidak mau untuk membuka kartumu selama ini karena kau hanya ingin melihat mereka dalam diammu... Sebenarnya kau sangat ingin memeluk mereka... Bercengkrama dengan mereka tapi kau urungkan itu karena menurutmu belum waktunya kartumu terbuka dan diketahui mereka... Maka sekaranglah waktunya, " ucap Kakek Jin sambil meneteskan air mata.
" Kakek tua... Siapa kau sebenarnya? " tanya Guntur dengan terus menatap Kakek Jin.
" Namaku adalah Jin Juan... Aku adalah ayah dari Jin Yue atau Lastri, istri dari Aji Samudra yang seharusnya kau memanggilku kakek buyut! " ucap Kakek Jin dengan terus meneteskan air matanya.
Seketika itu juga Guntur langsung menjatuhkan lututnya dan mencium kedua kaki Kakek Jin.
" Ma-maafkan aku... Maafkan aku, " ucap Guntur langsung menangis saat itu juga.
Orang-orang yang melihat kejadian itu hanya termenung dalam diamnya.
Lastri yang tau ayahnya seperti apa langsung menghampiri mereka dan langsung menepuk pundak Guntur. Juga Lastri merasakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata saat pertama kali melihat Guntur.
" Yue'er... Guntur lah orangnya... Dialah yang selama ini kita cari... Anak dari Sang Ladhing Kembar, Panji Samudra yang bernama asli Guntur Samudra, bukan Guntur Ardumas! " ucap Kakek Jin dengan sedikit berteriak supaya semua orang tau siapa sebenarnya Guntur.
" Ma-Masya Allah... Naaaaaakkkkkk! " teriak Lastri sambil memeluk Guntur dengan erat.
" Maafkan aku nek... Maafkan aku, " ucap Guntur sambil sesenggukan.
Seketika Aji pun langsung berlari dan memeluk Guntur.
" Alhamdulillah... Alhamdulillaahhhh, " ucap Aji dengan air mata yang tidak mampu dia bendung lagi.
" Kenapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya dari awal nak? Kenapa malah diam? Pantas saja kau bisa mempelajari jurus Gelandang Buta bahkan sampai tahap sempurna, jurus yang hanya bisa dipelajari oleh keturunan keluarga Samudra! " tanya Aji yang masih memeluk Guntur.
" Ma-Maafkan aku kakek... Maafkan aku, " ucap Guntur sambil terisak tangisnya.
Semua murid dan juga guru langsung tercengang karena Guntur yang mereka kira orang tidak jelas asal usulnya ternyata adalah cucu dari Guru besarnya atau pemilik padepokan pancanaka yang sangat mereka hormati. Apalagi mereka juga tau siapa itu keluarga Jin.
Anisa yang melihat semua itu hanya bisa terdiam. Antara percaya atau tidak kalau Guntur adalah cucu dari gurunya dan juga buyut dari kakek Jin.
" Guntur... Mulai sekarang mungkin kehidupanmu akan jauh berbeda tapi apakah kau masih Guntur yang aku kenal? " tanya Anisa dalam hati.
Disaat semua keluarga Samudra dan Keluarga Jin sedang dilanda rasa bahagianya, begitu juga dengan semua murid dan guru di padepokan pancanaka, hanya Anisa sendiri yang merasa kesedihan. Anisa takut kalau Guntur berubah, menjadi sombong, arogan, tidak tahu diri.
" Lebih baik aku pulang setelah ini, " gumam Anisa dengan pelan.
Anisa pun langsung berbalik badan dan Meninggalkan mereka. Setelah Anisa sudah sampai didalam gubuknya dan mengemasi perbekalannya. Beberapa saat kemudian Anisa yang sudah selesai mengemasi perbekalannya langsung berjalan keluar dari kawasan asrama wanita dan bertemu penjaga asrama wanita yang bernama Nining.
" Nining... Jika ada orang yang mencariku bilang saja aku sedang menjalani misi pengawalan! " ucap Anisa.
" Ba-baik Srikandi, " ucap Nining dengan gugup.
Setelah itu Anisa langsung melesat keluar padepokan melalui pintu samping dan segera meninggalkan padepokan untuk pulang kampung.
Setelah Guntur dan semua keluarga besarnya bertemu rindu tiba-tiba kakek Jin berkata.
" Nak lebih baik kita masuk kedalam agar kita bisa berbicara lebih leluasa, " ucap kakek Jin.
" Baiklah kakek buyut... Tapi lebih baik lagi kita ke gubukku, " ucap Guntur sambil tersenyum.
" Ahh... Tidak Guntur ke ruanganku saja, " ucap Aji yang takut kalau ayahnya melihat gubuk milik Guntur akan mendatangkan masalah baru baginya.
" Kalau kakek tidak mau ya sudah, aku ke gubuk dulu... Astaghfirullah... Aku baru ingat kalau pekerjaanku belum selesai! " ucap Guntur.
" Tidak nak... Biarkan yang lain saja yang mengerjakan pekerjaanmu! " ucap Lastri yang masih menempel pada Guntur.
" Tidak nek... Itu adalah tanggung jawabku... Jika tidak aku selesaikan aku... " ucap Guntur terpotong oleh kakek Jin.
" Mulai sekarang kau tidak usah jadi tukang sapu lagi, " ucap kakek Jin.
" Duhh.. Kakek buyut.... Aku... " ucap Guntur terpotong lagi oleh Aji.
" Tidak ada tapi-tapian.... Sekarang kita ke... " ucap Aji terpotong oleh Guntur.
" Gubukku! " ucap Guntur sambil berbalik dan berjalan ke arah gubuknya.
" Hahhhh... Anak yang keras kepala, " gumam Aji.
" Ahahaha.... Aku suka dengan sifatnya... Persis sama denganku... Keras kepala... Ya sudah kita ke gubuknya! " ucap kakek Jin sambil berjalan mengikuti Guntur.
Semua orang langsung mengikuti kakek Jin kecuali para murid dan guru.
Setelah sampai di depan Gubuk, kakek Jin mengerutkan keningnya.
" Selamat datang di gubuk ku, " ucap Guntur sambil tersenyum.
" Guntur, kenapa kau malah tinggal disini? Aji... Apa maksudnya ini? " tanya kakek Jin.
" Kakek buyut... Aku memang sengaja tinggal disini... Asal kalian tahu... Aku membuat gubuk ini persis dengan gubukku di rumah... Aku tumbuh besar dengan gubuk ini... Maka dari itu gubuk ini sangat mengobati rinduku di rumahku, " ucap Guntur sambil menatap kakek Jin.
" Benarkah itu nak? " tanya lastri tidak percaya.
" Benar nek... Kami adalah orang tidak punya, rumah yang kami huni hanya gubuk yang mirip seperti ini di puncak bukit, " ucap Guntur tenang.
" Astaghfirullah, " ucap Lastri bersedih.
" Guntur... Ceritakan semuanya pada kami selama ini yang kau alami, " ucap kakek Jin.
" Baiklah tapi masuklah ke dalam gubuk... Aku akan menyiapkan air dan pacitan ( makanan ) untuk... " ucap Guntur terpotong oleh kakek Jin.
" Tidak usah... Hmm... Ragil... Tolong belikan makanan dan air! " ucap kakek Jin.
" Baik tuan, " ucap Ragil langsung melesat.
Setelah itu mereka masuk ke gubuk milik Guntur dan duduklah di kursi-kursi serta amben yang ada diruang depan gubuk.
Mereka tampak sedih dengan apa yang mereka lihat. Gubuk yang terlampau sederhana namun terlihat rapi. Mereka juga heran karena disudut ruangan terlihat banyaknya alat latihan milik Guntur tapi tidak dipertanyakan oleh mereka.
" Nah Guntur ceritakan semuanya, " ucap kakek Jin.
Lalu Guntur pun menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi olehnya. Bagaimana kerasnya kehidupan dipuncak bukit, kesederhanaannya, bahkan latihannya dengan Mbah Pahing yang sangat ekstrim pun Guntur ceritakan. Mereka semua mendengarkan cerita Guntur sambil berubah ubah ekspresi. Bingung, sedih, senang dan masih banyak lagi.
" Kurang ajar... Kenapa Pahing sangat kejam melatih buyutku!? " ucap kakek Jin dengan emosi.
" Kakek buyut... Kalau nenek tidak melakukan itu, aku tidak akan jadi seperti ini, " ucap Guntur.
" Ahh benar juga... Guntur sekarang kami sudah tau semuanya... Apakah kau mau tinggal dengan kakek di keluarga Jin atau di keluarga Samudra? " tanya kakek Jin.
Guntur pun menggelengkan kepalanya " Tidak kakek buyut... Aku lebih nyaman dengan semua ini... Lagipula aku harus menjadi lebih kuat lagi, " ucap Guntur menolak dengan halus.
" Baiklah Guntur kakek tidak akan memaksamu... Jika kau ingin ke keluargaku atau ke keluarga Samudra maka kami semua dengan senang hati membukakan pintu untukmu, " ucap kakek Jin yang mendapat anggukan oleh semuanya.
" Guntur maukah kakek buyut ini memberikan nama untukmu? Tenang saja itu hanya nama margaku! " ucap kakek Jin.
" Hmm... Baiklah, " ucap Guntur.
Sebenarnya Guntur tidak butuh hal yang seperti itu tapi karena untuk menghormati mereka jadi Guntur menerimanya.
" Guntur... Mulai sekarang namamu adalah Jin Bun! " ucap kakek Jin dengan bangga.
" Jin Bun ya... Baiklah kakek aku menerima nama yang kakek buyut berikan kepadaku... Jin Bun, " ucap Guntur sambil tersenyum.
" Alhamdulillah... Selamat ya nak, " ucap Lastri bahagia.
Setelah memberikan nama kepada Guntur, mereka pun mengobrol sampai siang hari dengan canda tawa bersama. Tidak ada yang mereka tidak bicarakan. Bahkan para kakek dan nenek di keluarga Jin pun ikut mengobrol dengan Guntur.
" Oh iya Jin Bun... Kakek ingin sekali bertarung denganmu... Bagaimana? Apa kau menerimanya? " tanya kakek Jin dengan semangat.
Seketika mereka semua terkejut dengan ucapan Jin Juan. Tidak biasanya dia akan seperti itu.
" Hmm... Baiklah kakek buyut tapi setelah sujud dzuhur ya, " ucap Guntur.
Guntur juga sangat senang jika ada lawan yang kuat untuknya. Itu akan sangat berarti untuk Guntur. Menambah pengalaman dan juga wawasannya.
" Baiklah... Ahhh... Aku tidak sabar... Hehehehe, " ucap kakek Jin.
Sementara Lastri dan juga yang lainnya hanya menggelengkan kepalanya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments